Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

GLOAMING

dhixaul
--
chs / week
--
NOT RATINGS
2.8k
Views
Synopsis
"Ternyata itu benar ya?" - "Kalau mereka itu nyata!" - Percaya atau tidak, semua yang mereka katakan tentang dongeng itu bukan hanya sebuah fantasi aja. Iya—faktanya mereka yang ada dalam dongeng itu nyata. Mereka ada di antara kita. Berbaur tanpa bisa kita bedakan.

Table of contents

VIEW MORE

Chapter 1 - Unexpected

Sial!

Umpatan itu berhasil lolos dari bibir seorang Ken ketika pemuda itu melihat segerombolan pemuda di hadapannya. Sial, ini masih pagi—batinnya. Tapi dia sudah harus berhadapan dengan mereka.

"Woy!"

Teriakan itu berhasil membuat Ken mengambil ancang-ancang untuk segera pergi dari sana. Demi Tuhan, dia ada kelas pagi sekarang. Tak bisa kah untuk kali ini saja dia terbebas dengan masalah.

"Minggir... Minggir!" ucapnya.

Pemuda itu beberapa kali harus bertubrukan dengan beberapa orang yang memang sedang lalu lalang. Ia tak perduli dengan beberapa umpatan yang terlempar untuknya akibat kerusuhan yang ia buat.

Henry, pemuda yang sedang mengejarnya sekarang bersama beberapa temannya. Ia dan Ken memang sering terlibat bentrok entah itu disengaja maupun tidak disengaja. Ibarat kata mereka adalah Tom and Jerry.

Brak!

Ken tersungkur membentur jejeran loker yang berada tak jauh dari tempatnya. Pemuda itu mengadu kesakitan. Ia sudah siap melawan Henry dan komplotannya itu. Tapi nyatanya mereka ikut berhenti, menatap seorang gadis yang baru saja Ken tubruk.

Iya—Ken terjatuh karena tidak sengaja menubruk gadis itu. Hal yang membuat dia harus merasakan kerasnya deretan loker yang tak pernah pindah dari tempatnya. Berbeda dengan Ken, gadis itu masih berdiri kokoh di tempatnya. Ia hanya menatap ke arah Ken sejenak sebelum akhirnya menoleh ke arah Henry dan teman-temannya.

"Woy, Ken. Lo ngapain tiduran di sini?" suara pemuda itu berhasil membuat Ken berdecak kesal.

"Bangsat! Tiduran pala lo. Gue jatuh bego. Lo gak liat gue di kejar ama mereka dan gue nubruk tuh cew—"

Hilang—gadis yang baru saja ia tabrak itu sudah tak ada di hadapannya. Bahkan Henry dan komplotannya pun juga sudah pergi entah kemana. Ken mengernyit bingung menatap pemuda yang juga ikut menatapnya aneh.

"Lo gila ya, gak ada siapa-siapa di sini. Tuh mereka malah ngeliatin lo!" pemuda itu menunjuk beberapa orang yang memang berlalu lalang di tempat itu untuk menaruh barangnya di loker.

Sial—lagi umpatan itu mencelos dari bibir seorang Yohanes Kenneth Jonson. Dia berani bersumpah kalo memang tadi ada seseorang yang baru saja ia tabrak. Tapi kenapa malah dia yang di pandang aneh sekarang.

"Lo mau sampek kapan tiduran di situ?"

Ken yang tersadar buru-buru bangkit dan pergi mengikuti langkah pemuda tadi. Dia masih memikirkan hal-hal yang baru aja terjadi padanya. Jelas dia tidak berhalusinasi. Tapi kenapa bisa gadis itu menghilang begitu cepat.

Di tempat lain, tiga orang gadis sedang berkumpul sembari menikmati sebuah jus tomat yang selalu mereka bawa kemana-mana. Ketiganya sedang berada di salah satu sudut kantin sekarang. Beberpa pasang mata menatap ke arah mereka. Bukan tatapan aneh, tapi sebaliknya.

"Tadi ada keributan, ngapain lo kak?" si bungsu berujar setelah menghabiskan jus tomatnya.

"Gak ngapa-ngapain. Cuma insiden kecil doang," sahutnya.

"Serius?" sanggah gadis lain yang sedikit mirip dengan gadis tersebut.

Dia mengangguk pelan, mengelap bibirnya lalu membuang bungkusan jus tomat itu ke tempat sampah. "Hm... Ada segerombolan serigala kecil yang sedang mencoba menangkap seseorang yang belum tau jati dirinya."

"Hah? Maksudnya?" gadis itu menatap saudarinya bingung.

"Udah lah lupain aja. Pergi yuk, bosen gue."

Gadis itu beranjak meninggalkan kedua saudarinya yang masih saling bertatapan. Mereka masih bingung dengan kata-kata barusan.

"Half Vamp and Werewolf? Really?" pekik keduanya tertahan sebelum akhirnya mengikuti langkah gadis yang pergi lebih dulu itu.

-

Devian itu, ingin sekali memukul kepala Ken dengan ponsel yang ia pegang. Pasalnya ia harus menelan kekalahan hanya gara-gara pemuda itu membuyarkan fokusnya. Sialan memang.

"Bacot banget sih! Badan lo tuh segede Gambang gini. Mana mungkin lo ke pental cuma gara-gara nabrak cewek doang. Emangnya segede apa itu cewek?!" Devian menatap Ken yang sedang mengingat-ingat.

"Cantik sih, putih gitu. Terus matanya bulat, hidung mancung, badan kecil. Tapi dia itu beda, dingin banget."

Devian menghela napas pelan. Kalo bukan karena pemuda di hadapannya itu lebih tua satu tahun darinya. Mungkin dia sudah benar-benar memukulnya sekarang. Bayangkan, itu gak masuk akal.

"Berisik banget sumpah!" suara berat khas orang baru bangun tidur berhasil mengalihkan perhatian Ken dan Devian.

"Ini si Ken lagi ngelawak. Masa iya dia jatoh gara-gara nabrak cewek. Mana kata dia ceweknya kecil lagi. Gak masuk akal banget kan?!" cerca Devian kesal. Pemuda itu lebih terlihat seperti mengadu pada orang yang baru saja muncul itu.

"Gue gak ngebual ya. Ini tuh serius emang gue tadi nabrak dia. Tapi dia dingin banget," bela Ken tak terima dengan tuduhan Devian barusan.

"Dingin?" ulang orang itu.

"Tuh-tuh lo denger sendiri kan kak. Kota ini tuh hampir jarang kena matahari, jelas banget bikin dingin kulit."

"Dev, serius deh kok lo ngeselin banget!" Ken mulai jengah.

"Udah stop. Kalian ribut cuma gara-gara beginian?" orang itu menatap tajam ke arah keduanya.

Ken dan Devian terdiam sebelum akhirnya menampilkan deretan gigi rapi mereka. Mereka tau, kalo sudah begini pemuda yang paling tua di antara mereka itu merasa terganggu.

"Lupain Ken, hal-hal yang gak masuk akal itu. Tapi gak semuanya yang gak masuk akal itu mustahil terjadi," setelah mengatakan itu. Pemuda itu pergi meninggalkan Ken dan Devian yang menatap ke arahnya bingung.

"Hah, apa?"

"Gak tau."

"Gara-gara lo sih. Ngelantur mulu ngomongnya," sungut Devian kesal. Ken melotot ke arahnya.

"Apaan sih, lo tuh gak percayaan."

"Udah ah, bodo amat. Mending gue keluar aja dari pada harus dengerin cerita lo yang gak masuk akal itu," Dev beranjak meninggalkan Ken yang masih terdiam di tempatnya.

-

Hembusan angin sejuk masuk dari arah jendela kamar yang terbuka itu. Pemuda yang baru saja masuk itu menatap lurus ke arah dedaunan yang bisa ia lihat di luar sana.

"Kamu bisa masuk lewat depan," ujarnya seakan ia mengatakannya pada seseorang.

Tak lama, seorang gadis muncul dari balik pintu kamar mandi pemuda itu. Entah kapan gadis itu masuk, yang jelas ia tak datang melalui pintu masuk utama rumah itu.

"A-aku cuma merindukanmu, Sean," cicitnya pelan.

"Gimana kalo ada yang curiga. Jangan terlalu sering datang lewat jendela."

Gadis itu tersenyum lembut ke arah pemuda yang dipanggilnya Sean itu. Menatapnya dalam, sebelum akhirnya memilih duduk di kursi yang ada di kamar itu.

"Aku kan cuma mampir sebentar. Kamu terlalu sibuk sekarang."

"Kemarilah!" gadis itu menggeleng pelan. Menatap sendu pemuda di hadapannya.

"Gak mau, kamu baru aja sembuh kan. Nanti energi mu habis lagi," sahutnya. Gadis itu beranjak dari tempat duduknya.

"Mau kemana, Zwetta?" gadis itu tersenyum.

"Pergi, ada seseorang yang akan datang. Aku pergi dulu ya."

Cup-

Satu kecupan di bibir itu berhasil dilayangkan gadis itu sebelum ia melesak pergi melalui jendela. Benar kata gadis itu, tak lama seseorang datang setelah ia pergi.

"Alice?"

"Apa kabar Sean?"

Pemuda itu terdiam, ekor matanya menangkap sosok gadis tadi yang masih memperhatikannya dari sudut pepohonan yang tak jauh dari rumahnya. Ia menghela napas pelan sebelum akhirnya meladeni gadis bernama Alice yang merupakan mantan kekasihnya.