Malam diculiknya Anna.
Drep! Drep! Hieee!!!
Di atas padang rumput hijau dua ekor kuda berdiri tegak membawa penunggangnya.
"Ayah, seluruh pasukan telah siap mengepung!"
"begitukah ..., jangan kecewakan aku Meleonarch"
"Percayakan padaku ayah!"
Bersamaan dengan embusan angin yang keras di padang rumput hijau malam itu, deru ratusan pasukan menggema memeriahkan malam yang disinari rembulan. Tujuan mereka adalah sebuah peternakan di ujung padang rumput hijau.
Dengan semangat yang membara Meleonarch berteriak dengan keras, memimpin ratusan pasukan VOC di garis terdepan dengan kudanya. Sedangkan Pieterzcoon sang gubernur jendral VOC hanya diam menyaksikan di belakangnya bersama empat orang pengawal pribadi dan puluhan pasukan sisanya.
Deru pasukan VOC itu semakin keras dengan semakin dekatnya jarak mereka dengan peternakan yang menjadi tujuan mereka. Namun tiba-tiba angin kencang berembus kearah peternakan itu bersamaan dengan sebuah gempa yang tiada berhenti. Meleonarch mendadak panik dan terjatuh dari kudanya diikuti beberapa tentara lain di belakangnya. Lalu Meleonarch menyadari sesuatu yang ganjil pada peternakan itu.
"Ada apa ini sebenarnya?!"
Puluhan akar pohon berukuran besar terlihat muncul dari tanah di bawah peternakan itu. Puluhan akar itu berkumpul dan tumpang tindih satu dengan yang lain hingga membuat anyaman yang melingkupi seluruh tanah di bawah peternakan itu.
Kemudian Meleonarch menoleh ke belakang, terlihat dari jauh sang ayah yang tetap diam menunggangi kudanya. Seketika air wajah Meleonarch tersentak dan terbayang di benaknya wajah kekecewaan sang ayah. Meleonarch pun kembali bangkit dan berseru untuk membangkitkan semangat pasukannya sekali lagi.
Namun tiba-tiba peternakan itu terangkat dari tanah, dengan puluhan akar yang menjadi dasar pondasinya sebuah pohon lebar menjunjungnya dari tanah. Lalu angin besar datang dan membuat peternakan itu melayang di udara.
Menanggapi hal itu, Meleonarch segera mengambil inisiatif untuk memerintahkan pasukannya berubah ke wujud monsternya dan menyerang peternakan yang melayang itu dari udara.
Tetapi angin keras yang mengangkat peternakan itu ke udara tak membiarkan para monster kelelawar itu mendekat dan menghempaskan mereka jatuh ke tanah.
Kemudian terlihat di hadapan Meleonarch dua orang laki-laki tanpa senjata apapun berdiri di depan mereka. Meleonarch mengenali salah seorang dari mereka, tak salah lagi salah satu pria itu adalah pria yang mengalahkannya dengan tangan kosong dan menjatuhkan harga dirinya.
Wajah geram Meleonarch segera muncul, dan tanpa bisa mengontrol amarahnya lagi Meleonarch menerjang dengan wujud manusia serigalanya yang bersinar kejinggaan di bawah sinar rembulan.
"KECOAK!!!!"
Meleonarch berlari menuju kedua pria yang dengan tenang masih berdiri diam melihat kerumunan monster menyerang kearah mereka.
"Hoi Akno, serigala itu terlihat sangat marah pada mu! Apa kau melakukan sesuatu?"
"Hmm ... tidak kurasa, namun sepertinya aku pernah melihatnya. Di mana ya?"
"Begitukah, artinya pasti kau melakukan sesuatu ... !!"
"Ngomong-ngomong kenapa kita berdua yang harus turun?"
Seketika mata sinis Herman mengarah pada wajah bodoh Akno.
"Apa ...??"
"Apa kau serius menanyakan itu setelah kita turun di sini, Akno?"
...
Bhhuumppp!!
Sebuah tinju melesat menghantam wajah Akno, namun Akno yang terhantam terlihat santai saja seakan tak ada yang terjadi.
"Mungkin sebaiknya kau lakukan sesuatu dengan tinju yang melekat di wajahmu itu sebelum menanyakan pertanyaan itu Akno!"
Meskipun Meleonarch sudah mengerahkan segenap tenaganya untuk melontarkan tinju itu, Akno yang menerimanya dengan wajah datarnya tak bergerak sedikit pun.
" ...!!? HAH!!!"
"Ah ..., tapi Herman bukannya lebih baik Lily yang melakukannya dari dalam sana tanpa kita harus turun. Dengan demikian pasti kupu-kupu apinya dapat mengatasi segalanya"
"Eh ..., apa kau serius masih mau melanjutkan pembicaraan ini??"
Selagi berkata demikian Akno menggengam Tinju Meleonarch dan melemparkannya terbang menghantam para monster lain yang ada di belakangnya. Sedangkan Herman yang saat itu di terjang lima monster kelelawar hanya menggerakan tangannya dengan cepat tanpa memperhatikan serangan itu dan memotong setiap serat otot kelima monster itu dengan darah padat yang berbentuk scapel tajam di tangannya.
"Habisnya hal ini sangat melelahkan bukan, terlebih lagi udara dingin ini! sungguh tak adil"
Wuusshh!! Wuusshh!!
"Berhentilah mengeluh dan hentikan saja mereka sebelum mencapai peternakan!"
Hantaman dan irisan terus bergantian terarah pada para monster di bawah, sedangkan puluhan monster yang berterbangan di udara jatuh satu-persatu dengan dilempari tubuh rekan monsternya yang telah tak sadarkan diri menghadapi Akno dan Herman.
Dengan kecepatan tangan yang luar biasa dan ketahanan dan kekuatan tubuh yang tak terbayangkan Akno dan Herman terus memukul mundur para tentara monster VOC.
"SIALAN! JANGAN MEREMEHKANKU, KECOAAAAK!!"
Dengan kemarahan yang meluap-luap Meleonarch menggangkat beberapa bawahannya yang terluka parah ke atas kepalanya. Lalu dengan sekuat tenaga meremas mereka dengan satu tangan hingga hancur remuk.
Sambil membuka mulutnya lebar-lebar Meleonarch meminum darah yang terkucur dari mayat yang ia remas di tangannya dan aura jingga ke hitaman mulai terpancar dari tubuhnya.
"PACTAAA!!"
Dengan kata-kata itu tubuhnya yang disinari sinar jingga ke hitaman itu mulai membesar dan berubah kebentuk serigala setinggi 3 meter dengan bulu merah menyalah. Dan dengan membabi buta Meleonarch menerjang Akno yang masih berdiri di tempatnya.
Brukkkk!! "RRRAAAGGGGHHH!!!"
"Ah!"
Akno pun terpental jauh terkena terjangan Meleonarch yang telah kehilangan akal dalam bentuk serigala sempurna dengan empat kaki. Namun tak berhenti di situ, Meleonarch segera melancarkan serangan selanjutnya kearah Herman yang berdiri di sampingnya.
Dengan kuku hitam yang memancarkan asap gelap, Meleonarch menghempaskan cakarnya berkali-kali kearah Herman. Herman pun segera meresponnya dengan menghindar kebelakang.
"Cih!"
Herman terus berusaha menghindar dari belasan serangan Meleonarch yang membabi buta, yang tak hanya menyerangnya tetapi juga menyerang serdadu VOC di sekitar mereka.
Dengan cakar hitam yang semakin menggelap dan mata yang semakin menghitam pola serangan Meleonarch dan kecepatannya semakin meningkat. Namun, Herman yang di berkahi anugrah 'yang mengalirkan darah' mampu mempercepat kemapuan gerak dan kemampuan berpikirnya dengan mempercepat aliran darah dalam tubuhnya dan bersamaan dengan itu memulihkan sel-sel yang hancur dalam proses percepatan gerak tubuh yang melampaui batas itu.
"Hentikan Meleo ...!! sudah cukup kau mempermalukanku!"
Sang gubernur jendral tiba-tiba telah berada di antara mereka berdua, seketika itu gerakan membabi buta Meleonarch terhenti dan kesadarannya kembali bersama air wajah malu di hadapan sang ayah.
"Maaf ayah ..."
Herman yang mendapat jarak sedekat itu dengan sang gubernur jendral tak ingin menyia-nyiakan kesempatannya. Namun, seketika itu gerakannya terhenti oleh dua buah senapan laras panjang yang menghimpitnya dari depan dan belakang. Begitu juga dengan Akno yang tak bisa bangkit karena tekanan kuat dua senjata laras panjang pengawal pribadi sang gubernur jendral.
Kemudian sang gubernur memandang ke langit dan melihat bahwa peternakan yang tadi melayang telah menghilang ke dalam langit malam. Maka geramlah sang gubernur jendral dan berjalan mendekati Meleonarch yang tersudut di tanah.
Plakk!!
"Dasar tak berguna, pergi dari hadapanku!"
Kalimat tajam dengan nada datar ia lontarkan, sebelum kemudian pergi dari tempat itu dengan membawa kedua petarung yang ditangkapnya. Meninggalkan Meleonarch yang meringkuk seorang diri di padang hijau berhiaskan mayat monster serdadu VOC dan darah merah di sekitarnya.
Akno dan Herman pun terpenjara.
§
"Hoi Herman, kau belum menjawab pertanyaanku!"
Akno memulai pembicaraan sambil duduk di selnya dengan tangan dan kaki terikat.
"Heehh ..., apa yang ingin kau tanyakan??"
Herman membalasnya dalam keadaan yang sama di selnya.
"Kenapa kita yang harus turun?"
Mendengar pertanyaan itu kerutan segera muncul di dahi Herman tepat di atas mata sinis itu.
"Dasar keras kepala! Begini ... dengan anugrah milik kita, hanyalah kita yang tak bisa di bunuh oleh VOC apapun yang mereka lakukan"
"Lalu?"
"Dengan demikian kita bisa di tangkap dengan tenang"
"Hah, apa maksud mu"
Lirikan sinis Herman segera mengarah pada Akno, namun Herman menarik napas dan melanjutkan jawabannya.
"dengan begini, ... selamat!! kita berhasil menyusup dengan mudah!"
"ah, benar juga ..."
Demikianlah kedua pria itu tertahan malam itu dalam penjara bawah tanah VOC dan bertemu dengan Anna yang terluka dalam lorong bawah tanah.