Sore hari yang cerah di sebuah kantor di jakarta, dimana semua kesibukan kegiataan pekerjaan akan selesai seiring matahari mulai istirahat menyinari bagian Indonesia.
Sebuah kantor berlantai 10, dimana seorang laki-laki bernama Riota sedang bekerja di lantai dua dengan bilik-bilik yang membatasi para pekerja di sana.
Seorang laki-laki bertubuh atletis, tampan, dengan tingginya 185 Cm.
Dirinya di juluki sebagai seorang yang Programmer Perfectionist di wilayah kerjanya.
" Perfect, akhirnya selesai juga sebelum waktu pulang. Gue bisa santai-santai. "
Riota yang sedang bersandar di kursi kerjanya, dengan perasaan tenang tiba-tiba di datangi Gio, seorang laki-laki yang satu tim kerja dengan Riota.
Gio bertubuh sedikit berisi dan tingginya hanya 169 Cm, di kenal sebagai tukang makan.
" Ta.. Woi, bantuin gue donk, banyak Bug nya nih di program gue. "
Riota tersenyum sambil melihat ke arah Gio yang datang dari bilik ujung Kirinya.
" Itu program loe, kenapa gua yang harus ikut bantu sih? Lagian style loe sama gue beda.. Gio.. "
Gio mengerutkan dahinya sambil tangannya bergerak dan bicara.
" Ya... Loe... Loe cari kesalahan di program gue, cuma itu, gue juga gak mau kerja lembur, gue mau istirahat dua hari besok. Ayo lah Taaa... "
Riota berdiri dari kursinya.
" Untungnya gue udah selesai, yaudah ayo, loe yang salah malah gue yang harus cari, dasar kadut loe, cuma makan doank di unggulin, perut loe lama-lama maju tuh. "
Gio tersenyum sambil memegang perutnya.
" Gini-gini gue anak sehat kale.. Yah walau setengahnya sih. "
Riota dan Gio berjalan ke arah bilik Gio berada.
Riota berkata sambil jalan melewati beberapa bilik pegawai.
" Sehat gigi loe meleduk. Sehat itu kayak gue, setiap sabtu minggu itu olah raga, bukan kayak loe yang makan tidur main game dan ngeluarin ampas seember. "
Gio tersenyum.
" Gila loe seember, loe kira ini perut tempat produksi Pupuk urea, yang ada mati. "
Riota tersenyum mendengarnya dan lalu Riota melihat laptop Gio yang sedang membuka formulanya.
Riota menaruh jari-jarinya di atas Keyboard dan Mouse yang di pasang oleh Gio.
" Hadehh.. Ini kenapa jadi acak-acakan sih loe gedut... "
Gio tersenyum kecut.
" Ya gue kan cuma mau perbaiki. "
Riota duduk di kursi Gio dengan mengerutkan dahinya dan Gio berdiri di belakang Riota.
" Benerin apa? Ini sih parah. Hadehh... Udah biar gue aja, gak enak banget gue ngeliat formulanya acak-acakan begini. "
" Ya maap kalau memperburuk. Tolong ya ketua. "
Riota lalu masuk dalam mode fokus dan mulai memperbaiki formula yang di program oleh Gio.
" Besok senin, traktir gue Pizza. Gak boleh loe minta. "
Gio menepuk kedua bahu Riota dan tersenyum.
" Beres... Gue beliin kesukaan loe yang ekstra keju. "
Riota tersenyum.
" Good, ok gue selesaikan. Loe bisa pijitin bahu gue. "
Gio menurut dengan perkataan dari Riota yang membantunya.
" Beres... Gue pijitin loe sampai beres. "
Riota lalu mengerjakan program milik Gio yang acak-acakan itu dengan fokus dan serius.
Matahari mulai tenggelam dan waktunya pulang.
Riota, Gio berjalan bersama ke arah Lift sambil berbincang ringan seperti biasa sebelum pulang.
Gio merasa lega pekerjaanya selesai.
" Akhirnya selesai juga. "
Lalu tiba-tiba datang perempuan berambut panjang, cantik, memakai kacamata, tingginya 170 Cm dengan setelan jas abu-abu menyalip di antara mereka berdua.
" Itu bukan loe semua yang ngerjainnya gendut. "
Gio tersenyum ke arah perempuan itu yang ada di kirinya.
" Hehehe. Loe sendiri bagaimana, Lia? "
Lia seorang perempuan yang juga satu tim dengan Riota yang di pandang sebagai seorang programmer cantik di kantor lantai dua.
Lia tersenyum dan merangkul bahu Riota.
" Gue jangan di tanya. Ya gak, Rio. "
Riota menyingkir kan telapak tangan kirinya Lia yang ada di atas bahunya.
" Loe sama aja, Miss Rempong. Kalau mumet juga nanti loe kayak kesetanan. "
Gio tertawa bisik dan Lia menepuk pundak Gio dengan wajah marah.
" Hihihi.. "
( Plaakk.. )
" Aduhh... Gue di pukul... Kampret loe rempong. "
Lia menatap serius ke arah Gio.
" Gue kempesin perut loe itu, gendut. "
Mereka bertiga seperti biasa selalu ada saja yang di salah atau perdebatkan.
Sampai di parkiran kantor, Riota sudah siap dengan helm, sarung tangannya dan menyalakan motor matic besarnya berwarna hitam.
Gio yang juga memakai motor matic kecilnya di samping Riota sudah bersiap dan bicara kepada Riota.
" Ta, cari pasangan gih. Gak bosen apa loe nge Gym mulu. Nanti bukannya di lirik sama cewek malah Om-om lagi. "
Riota menepuk kepala Gio yang sudah memakai helm full facenya seperti Riota dengan sedikit tepukan di area belakang, dimana ia tersenyum.
" Bangke loe doain yang gak baik ke ketua tim loe. "
Gio Tersenyum.
" Abisnya loe udah mapan, tapi masih jomblo. Malu sama Pak Iwan noh security kantor, istrinya udah 3. Lah loe masih muda jomblo, harusnya loe bisa langsung dapet 4 sekaligus. 4 cewek bisa loe gaet. "
Riota memundurkan motornya dan bergegas untuk pergi dari wilayah kantor sambil menjawab perkataan Gio itu.
" Udah gak usah ngurusin hidup gue, benerin dulu program loe. Gue duluan. "
Gio tersenyum.
" Setan loe. Iya... Gue belakangan. "
Motor Riota lalu berjalan di jalan Ibu kota yang padat dengan kesibukannya.
Hampir satu jam ia akhirnya sampai di kompleks perumahaannya yang terlihat ramai di sebagian gangnya di area Bekasi.
Saat hampir dekat dengan rumah barunya yang ia beli dengan jarih payahnya selama 3 tahun bekerja.
Riota melihat seorang perempuan berambut panjang kurus memakai Dress pendek putih dan sweeter merah muda sedang duduk di motor maticnya di depan gerbang rumahnya.
Riota berhenti di belakang motor perempuan itu yang berwarna merah dan mematikan mesin motornya, lalu menghampiri perempuan itu.
" Permisi Mba. Bisa geser motornya? Saya ingin masuk. "
Perempuan itu menengok ke arah Riota berada, dimana wajahnya tertutup masker berwarna merah muda, kepalannya di pakaikan kupluk dari sweternya dan memakai tas tangan kecil panjang di tangan kirinya.
Perempuan itu lalu menyebutkan namanya Riota.
" Riota? Kamu Riota Prawira kan? "
Riota memasang wajah bingung dengan perempuan yang ada di depannya itu tahu nama lengkanya.
" Heh? Loe kok tahu nama lengkap gue? Siapa loe yah? Perasaan gue gak kenal. "
Perempuan itu membuka masker dan kupluk kepala sweeter nya.
Terlihat seorang perempuan cantik berlesung pipit, pipinya tirus, mancung, putih dan berambut panjang hitam lurus dengan tubuh yang kurus.
" Ini aku, Linra. "
Riota membuka helm full face nya dan memasang wajah bingung.
" Uhh.. Linra? Siapa? Gue gak terlalu ingat teman kuliah gue, kecuali yang suka ngutang sama gue dulu. Tapi gak ada yang namanya Linra dari daftar Black List hutang gue, apalagi gue jarang bergaul sama cewek. Seperti berwajah manis, kecil dan pendek kayak loe."
Linra tersenyum dan mencoba memegang bahu Riota yang sangat jauh ia jangkau, karena tinggi dari Linra hanya 149 Cm.
" Uhh.. Uhh.. "
Riota semakin bingung.
" Loe ngapain sih? "
Linra lalu menyenggol pinggang Riota dengan siku kirinya.
" Aku ini teman masa SMK dulu, Linra Agata. Seorang laki-laki yang duduk di belakang loe dulu. "
Riota agak sedikit bingung dengan perkataan dari Linra, dimana ada sesuatu yang janggal.
" Tu-Tunggu dulu? Ini gue yang budeg atau emang gue denger kalau loe ini menyebut laki-laki? "
Linra mengangguk sambil tersenyum.
" Aku memang laki-laki, namun maaf mengejutkan mu dengan diriku yang berbeda sekarang, karena ada suatu alasan yang tidak bisa aku ceritakan. "
Riota bingung dan mencoba mengingat masa SMK nya yang sudah lama sekali itu sambil duduk di motornya.
" Gue inget-inget dulu sebentar yah, baru gue tanya, kenapa loe jadi begini. "
Linra mendekati Riota dan bicara.
" Aku begini karena alasan hidup dan matiku. "
Namun Riota hiraukan perkataan dari Linra tadi itu dan fokus mengingat masa SMK nya.
Benar saja, ia mendapatkan ingatan tentang Linra yang dulu di panggil cebol.
" Ohhh... Loe yang kecil itu dan saat olah raga, tubuh loe kelempar saat main putar-putar rantai manusia. "
Linra tersenyum.
" Iyah, itu. "
Lalu Riota kembali bertanya.
" Terus kenapa loe tiba-tiba berubah gini? Padahal loe dulu biasa aja sebagai seorang murid laki-laki. "
Linra terlihat tersenyum terpaksa dan enggan untuk cerita.
" Aku tadi sudah bilang antara hidup dan mati, kamu tidak akan paham, jadi itu tidak penting. "
Riota menatap serius ke wajah cantik Linra.
" Penting lah bagi gue, gue ini masih normal dan doyan perempuan asli, bukan jadi-jadian kayak loe. "
Linra balik menatap serius Riota.
" Kamu pikir aku berpakaian seperti perempuan ini adalah kemauanku? Ini antara hidup dan matiku. Intinya aku juga normal sama seperti laki-laki lainnya, tapi walau berdandan seperti ini, aku tetap laki-laki tulen, jangan salah nilai dahulu, aku juga tidak suka makan sesama jeruk. "
Riota lalu melihat sekeliling dan ia berfikir untuk berbincang di teras depan rumahnya.
" Kita masuk dulu, gue gak mau perbincangan aneh ini membuat tetangga salah paham. "
Linra mengikuti Riota yang sudah membuka pintu gerbang kecilnya dan masuk ke area rumahnya yang lampunya sudah menyala otomatis.
" Permisii.. "
Lalu setelah Riota dan Linra duduk di kursi kayu dengan ada satu meja bulat memisahkan tempat mereka, Riota berbicara dan mempersilahkan Linra Kembali coba jelaskan.
" Silahkan loe bicara. "
" Baiklah. "
Jawab singkat Linra.
Kemudian Linra mengulangi perbincangan tadi dengan sempurna dengan Riota, setelah di putar balik, Riota tidak paham dengan yang di maksud Linra, karena Linra masih ada rahasia peribadi.
" Yaa.. Itu, aku tidak bisa ungkapkan, intinya seperti ini. "
Riota bersandar di kursinya sambil berkata.
" Gue sendiri gak paham sama sekali, masalah pribadi loe itu kenapa gak di ceritain? Itu malah bikin gue jadi agak janggal sama cerita loe. "
Linra menghela nafas panjang.
" Hufffffftttt... Ada banyak hal yang telah terjadi pada kehidupan ku itu. Intinya sekarang aku meminta maaf kepada dirimu, karena mungkin merasa tidak nyaman dan tiba-tiba. "
Riota melirik ke arah Linra yang ada di samping kirinya sambil mengerutkan dahinya.
" Ehhh tunggu, gue sih secara pikiran gak terganggu, karena loe itu sempurna banget make upnya kayak perempuan, gak abal-abal yang mukanya putih tapi kulitnya item. Dari fisik juga mempengaruhi sih, karena tadi gue juga ketipu saat pertama kali lihat loe. "
Linra balik tersenyum kepada Riota.
" Syukurlah, sebenarnya aku kesini ada yang ingin aku bicarakan dengan kamu. "
Riota menatap datar Linra dan bertanya.
" Tunggu dulu, bagaimana loe bisa tau rumah baru gue? Karena cuma beberapa yang tau tentang ini, apalagi teman SMK. "
Linra merilekskan tubuhnya sambil melihat langit malam yang cerah.
" Aku bertanya kepada keluarga kamu dan aku bisa tahu. "
Riota kembali bertanya masalah tentang dirinya Linra yang tiba-tiba berubah.
" Begitu. Tapi gue jujur penasaran banget dengan tingkah loe dan fisik loe yang berubah seperti ini deh, sebelum loe bicara masalah kedatangan loe ke sini, loe bisa cerita secara singkat aja gak bagaimana loe bisa sampai ke titik ini. "
Linra menatap tertunduk lirih wajahnya, seakan tiba-tiba pertanyaan itu membuatnya sedih.
" Apa kamu benar-benar ingin tahu? "
Riota menajamkan kelopak matanya.
" Jelas, karena gue butuh informasi itu, loe itu datang ke gue dengan kondisi begini terus gak kasih tau, itu malah gak sopan bagi gue. "
Linra langsung menatap Riota dan bicara.
" Ok.. Ok.. Aku akan cerita singkat. Jadi karena aku sulit mendapatkan pekerjaan karena tinggi ku dan faktor lainnya, lalu aku coba merubah tubuhku secara perlahan dari hasil kerja kasar. Hasilnya seperti yang kamu lihat sekarang. Tetapi sekarang aku sudah tidak lagi bekerja dan ingin merintis bisnis kuliner dengan cara kerja sama dengan kamu. "
Tiba-tiba Riota tertawa.
" Hahahaha... Serius loe lakuin ini cuma biar dapat pekerjaan? Gila, pikiran loe liar juga Ternyata. Gak gue sangka loe yang dulu biasa aja, ternyata bisa punya pikiran yang senekat ini. "
Linra menatap serius dengan wajah jengkel, seakan dirinya di olok oleh Riota.
" Hei, aku ada alasan lainnya yang tidak bisa aku ceritakan, itu secara singkatnya. Aku tentu melakukan hal ini untuk mencari pekerjaan yang baik, bukan esek-esek seperti yang mungkin kamu bayangkan. Bagaimana dengan ucapan ku tentang hal bisnis itu. "
Riota lalu berhenti tertawa dan berkata.
" Ya ampun, loe itu benar-benar bisa bikin gue ketawa. Bisnis kuliner? Emangnya loe bisa masak sampai bisa berkata begitu? "
Linra menatap serius.
" Aku bisa masak dan selama bekerja di beberapa restoran dan katering, aku belajar dari situ dan ingin membuka usaha sendiri, tapi terkendala modal. Maka itu aku datang untuk bekerja sama. "
" Tunggu, gak secepat itu. Gue mau tau maksud loe kerja sama sama gue? Apa gue harus menanamkan modal ke loe dan loe mengelola bisnis ini? "
Linra tersenyum.
" Benar, aku yang akan mengurus bisnis ini, tapi 90% ke pemilikan ada di tangan kamu, jadi aku di sini sebagai pegawai yang bekerja di bawah kamu dan juga yang mengelola. "
Riota terdiam sejenak dan menatap serius Linra.
" Jadi ibaratnya, gue memegang penuh, tapi loe yang mengelola? "
" Iya, tidak ada ruginya bukan? Yang aku butuhkan hanya pekerjaan dan hasil yang ingin aku dapatkan dari pekerjaan itu. "
Riota tersenyum.
" Boleh juga sih, tapi loe benar-benar bisa masak enak kan? Karena kalau gak enak, nanti gue yang rugi kasih modal ke loe. "
Linra tersenyum.
" Bisa kok. Mau aku buktikan masak di rumah mu? Kebetulan sepertinya kamu baru pulang kerja, jadi aku bisa masakan sesuatu. "
Namun Riota membuang muka sambil mengerutkan dahinya.
" Ehhh... Sepertinya ada masalah sedikit kalau untuk masalah itu. "
Linra bingung.
" Heh? Apa maksud kamu? "
Riota lalu membuka kunci pintu rumah dan menyuruh Linra ikut masuk.
Kemudian Riota berjalan ke arah lemari pendingin dan membukanya, memperlihatkan sesuatu yang membuat Linra tidak habis pikir di pikirannya.
" Ka-Kamu serius? Ini isinya hanya Mie Instan dan telur saja? "
Riota tersenyum.
" Gue dari dulu gak bisa masak, sekali masak pasti gosong, Mie aja belum tentu berhasil. "
Linra melihat ke arah Riota dengan tatapan serius.
" Kamu pasti bercanda. "