Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Hanya Istri Kedua

Nurul_Anisa_4308
--
chs / week
--
NOT RATINGS
3.7k
Views

Table of contents

VIEW MORE

Chapter 1 - Bagian Satu

Flashback On

Hari ini aku akan menghadiri pernikahannya Mas Arkan. Dia adalah mantan kekasihku sebulan yang lalu, ketika dia melamrku di depan keluarga, namun Papah menolaknya dengan alasan, usiaku masih sangat muda untuk menikah.

Sakit? Jangan ditanya rasa sakit itu masih tertanam lubul hati ini. Ada rasa kecewa, ketika harapan dan impianku hilang begitu saja.

Perempuan mana yang dapat menahan rasa sakit bercampur perih diulu hatinya. Mau disembunyikan dimanapun atau bahkan ditahan dengan seribu candaan air mata ini akan tetap merembes tanpa henti.

Namun , hari ini aku berusaha memasang hati yang ikhlas dan wajah yang bahagia, tentunya hanya untuk dia orang yang aku cinta.

Aku sudah selesai berdandan rapi dan cantik, menggunakan gamis berwarna dusty pink yang dipadukan dengan brukat, sungguh ini adalah gamis tercantik yang pernah aku punya, hadiah ulang tahun dari calon Mama mertua yang kandas karena ulah orangtua.

Rencananya, gamis ini akan aku gunakan untuk nanti jika acara tunanganku dan Mas Arkan dilangsungkan. Ah tidak apa-apa, nasi sudah menjadi bubur, lagi pula mungkin Mas Arkan bukan jodohku. Semoga ikhlasku bukan hanya dibibir saja, namun juga menyertai hati yang kupunnya.

"Kia, kau sudah beres nak? Mama tunggu didepan ya!" teriak Mama dari depan pintu.

"Bissmillah, aku ikhlas untuk kebahagiaannya." lirihku sambil berjalan menuju depan rumah.

Di sana sudah ada Mama dan Mas Nunu kakakku yang sudah bersiap untuk segara pergi ke tempat acara Mas Arkan.

Aku duduk di jok belakang, sesekali menikmati indahnya pemandangan. Sesekali kutarik nafas yang panjang, guna menenagkan hati yang semakin berkecamuk tak tentu.

Bayangan Mas Arkan belum sepenuhnya terhapuskan dari otakku, kenangan manis selama 5th ini, masih bertengger merasa disuduk otakku, bahkan senyum manisnya dan suara lembutnya masih menari-nari di otak kecilku.

Mungkin, bukan aku saja yang merasakan kepedihan ini, aku yakin Mas Arkan lebih sakit, karena telah dipermalukan didepan keluarga besar, karena lamaran nya ditolak begitu saja.

Andai aku punya keberanian untuk menentang Papa kala itu, tapi aku takut menyakitinya, alu takut durhaka padanya, dan aku hanya ingin hubungan aku sebagai anak selalu baik-baik saja kepada orangtua.

Air mata telah menggenang dipelupuk mataku, aku berusaha menahannya agar tidak jatuh begitu saja.

Sesampainya di tempat acara, aku melihat Mas Arakan dan Mbak Ayu begitu sangat bahagia, tidak ada raut sedih di matanya. Dan aku pun berusaha selalu tampil bahagia, seolah sakit ini tidak pernah ada, seolah sakit ini sudah sirna.

Aku pun berjalan menuju pelamninan, aku bersalaman dengan Mas Arkan, dan memeluknya, Mas Arkan membalas pelukanku dan menepuk-nepuk punggungku untuk menguatkan rasa sedihku. Lalu berpindah kepada Mba Ayu, aku pun memeluknya dengan erat, melepaskan semua rasa yang ada.

Terakhir, aku bersalaman kepada Bunda, aku melihat nanar matanya, Bunda memelukku erat dan menitikan air mata, aku hanya menyunggingkan senyuman kepadanya, menujukan kalau aku baik-baik saja.

"Maaf ... maafkan Bunda ya Nak, Bunda tidak bisa berbuat banyak untukkmu ...!" suaranya tercekat, dan terdengar sangat serak.

"Gapapa, Kia baik-baik saja Bun, Mas Arkan bukan jodoh Kia, dan Allah sudah menggantinya dengan yang lebih baik lagi dari Kia." ucapku menenangkan nya.

Flashback Off

__________________

Memori 5th yang lalu masih sangat jelas di ingatanku. Lalu hari ini mimpiku untuk menikah dengan Mas Arkan sudah terwujud, walaupun aku hanya jadi istri keduanya.

5 tahun yang lamanya Mas Arkan dan Mbak Ayu menikah. Namun, Allah belum mempercayainya untuk memberikan keturunan kepada mereka. Lalu Mbak Ayu menyarankan Mas Arkan untuk menikahiku demi mendapatkan keturunan agar ada penerus warisan leluhurnya.

Awalnya aku ragu, aku tidak mau jadi perusak rumah tangga mereka. Walau bagaimanapun, aku harus menghargai Mbak Ayu. Tapi Mbak Ayu memaksaku untuk menikah dengan Mas Arkan, jujur rasaku padanya memang masih ada, tapi jika untuk merebutnya dari Mbak Ayu sama sekali tidak ada.

Malam ini adalah malam pertamaku bagi Mas Arkan, namun dia belum juga menghampiriku ke kamar untuk menyapanya atau sekedar say hai kepadaku. Padahal kamarku dan kamar Mba Ayu berhadapan. Ya aku tinggal serumah dengan Mbak Ayu, tapi hanya sementara, lusa aku kan pindah Apartemen yang sudah disiapkan Mas Arkan.

Ting ....

Notif pesan dari gawaiku berbunyi, dan aku langsung membukanya, di sana terlihat nama Mas Arkan terpang-pang.

[ Mas Arkan : Kau tidur sendiri untuk malam ini, aku akan tidar di kamarnya Ayu. Mohon untuk mengerti!]

Deg ....

Rasa sakit dulu kini kurasakan kembali, aku mengerti dan aku paham, aku hanya yang kedua dan tidak akan pernah menjadi yang pertama. Tapi kenapa Allah mecipatakan rasa dulu yang pernah kurasakan, dan dirasakan kembali. Apa ini teguran untuk wanita yang telah merusak rumahtangga orang lain. Apa Allah tidak ridha dengan pernikahanku. Kali ini aku sungguh sangat menyesalinya, kenapa aku mengiyakannya, jika akhirnya akan timbul rasa sakit yang sama.

Malam mulai larut, tapi mataku belum bisa terpejam juga, aku masih memikirkan hal yang tak sepantasnya aku pikirkan. Hingga pagi menyapa, mataku masih tetap terjaga.

Selesai shalat subuh aku langsung beranjak kebawah, di sana aku melihat Mas Arkan dan Mba Ayu sedang tertawa dan saling berpelukan. Ah ... sungguh mereka adalah pasangan yang paling serasi, dan apakah aku akan menjadi pasangan ideal dengan Mas Arakan?

Mas Arkan pun melihatku yang sedang berdiri di tangga, namun dia tidak menyapaku, dia malah asyik mengumbar kemesraan nya dengan Mbak Ayu saat ini. Aku menghela nafas panjang, dan berusaha berjalan biasa saja untuk ke dapur dan menyiapkan makanan untuk sarapan.

Tidak butuh waktu lama, nasi goreng kesukaan Mas Arkan sudah siap untuk disantap. Aku menata semua makanan di meja makan.

"Mbak Ayu, Mas Arkan, makanannya sudah siap ..." ucapku agak ragu.

Mas Arkan hanya menoleh, dan Mbak Ayu langsung beranjak dari tempat duduk, sambil menyunggingkan senyuman yang manis terhadapku.

"Wow, nasi goreng, sudah lama aku tidak makan nasi goreng. Ini pasti lezatkan Mas?" ucap Mba Ayu sambil menyendoki nasi goreng ke piring.

"Nah kan, apa aku bilang, nasi gorengnya sangat lezat, ayo Mas dicoba, ini enak banget loh, jarang-jarang ada makanan selezat ini, aku kan gak pintar masak!"

"Walaupun kamu tidak pintar masak, tapu kamu tetap istri Mas yang paling cantik dan paling Mas cintai, kau tetap akan jadi yang pertama di hati Mas!" ucap Mas Arkan dengan nada penekanan, sambil melirik ke arahku yang sedang duduk.

"Mas ... tapikan ...."

"Cukup Ayu, jangan harap Mas akan berlaku adil dan mencintai Azkia seperti muda dulu!" ucap Mas Arkan penuh dengan amarah.

"Maaf, Kia masuk dulu kemar, ada yang ketinggalan!" ucapku yang mulai merasakan sakit, dengan perlakuan Mas Arkan saat ini.

Aku berlari kecil sambil menahan air mata yang sebentar lagi akan tumpah ruah membasahi jilbabku.

Dikamar aku pun menumpahkan segalanya, menangis sesegukan, berharap semua sakit ini akan segera lepas dari hatiku. Dari detik aku menjadi istri sahnya, aku belum melihat Mas Arkan tersenyum, atau berkata lembut di depan ku.

Aku sadar aku hanya istri kedua, tapi ini bukan mauku. Rabbi apakah tidak pantas bahagia dengan suamiku sendiri.

________

Malam ini, aku barus selesai mandi dan berpakaian, tiba-tiba gagang pintu bergerak seperti ada yang membukanya. Benar saja, ternyata Mas Arkan memasuki kamarku.

"Malam ini aku tidur di sini, tapi jangan harap aku akan tidur seranjang denganmu, ini semua hanya untuk Ayu istriku tercinta!" ucapnya dingin.

Aku hanya diam, tidak menjawabnya dengan sepatah katapun. Mas Arkan yang sekarang tidak semangat dulu, kali ini dia sangat dingin dan cuek.

Aku hanya berusaha sabar dan ikhlas menghadapi cobaan sekarang ini. Nasib menjadi istri kedua ya harus menerimanya dengan besar hati.

Aku melihat Mas Arkan sudah terlelap di sofa, aku pun mendekatinya melihat raut wajahnya yang manis dan sungguh masih sangat enak dipandang. Aku menyelimuti sekujur badannya, takutnya kedinginan.

"Jangan sok perhatian begitu, bagaimanapun kau tetap istri keduaku, maka kedudukanmu tidak akan seistimewa Ayu!" ucapnya dengan mata yang masih terpejam.

Bersambung ....