Chereads / Perfect_Paradise / Chapter 8 - Part 8

Chapter 8 - Part 8

Author POV,

#Root Cafe'

2 bulan sejak kecelakaan...

Musim dingin menjadi waktu terbaik untuk menikmati kopi panas di kedai-kedai kafe di Kota Athena. Saat awal tahun, penduduk di Kota Athena menghabiskan malam pergantian tahun di kedai kopi. Mereka sengaja menyisihkan diri dari kesibukan.

Ini adalah tanggal 7 Januari, musim dingin tetap tak mampu membuat Athena terasa lembab. Kota itu tetap terasa kering, meski dingin menyelisip ke tulang-tulang rusuk.

Lonceng berbunyi menandakan pengunjung memasuki kafe. Clarissa, wanita berdarah Inggris-Yunani itu melangkahkan kakinya memasuki kafe.

"Halo Rissa, bagaimana kabarmu? "

"Halo Moris. Aku sangat baik. Hari yang sibuk ya?"

"Ya, musim dingin selalu membuat kami sibuk."

Moris menunjukkan deretan giginya saat tersenyum.

Seorang wanita muncul dengan membawa nampan kosong, "Halo Rissa."

"Halo Sapho."

"Hari ini ramai, kau mendapat cukup banyak ampas kopi hari ini."

"Aku sangat berterimakasih kepada kalian."

Rissa menerima bungkusan bersisi ampas kopi dari Sapho. Ia membalikan tubuhnya dan memandang ke arah sudut kafe.

Di meja yang terletak di sudut kafe, tengah duduk seorang wanita. Tidak ada hal spesial yang dilakukan wanita tersebut. Ia hanya memandang ke luar kafe dari dinding kaca.

"Sapho, apa wanita itu selalu duduk seperti itu?"

"Wanita yang mana?"

"Wanita berambut coklat dan berkemeja motif kotak berwarna merah. Itu, yang duduk di sudut itu."

Sapho melihat ke arah yang dimaksud Clarissa. "Ah... Itu bukan pengunjung kami. Dia adalah pemilik kafe ini."

"Sungguh?"

"Ya, Azzura. Dia wanita yang baik. Sayangnya dia kesepian. Ia akan duduk di sana seharian setiap hari minggu."

"Oh..."

"Saat pagi hari, biasanya boss kami duduk di sana bersama teman sesama dosen, Ms Allie namanya. Mereka sering menghabiskan waktu di pagi hari untuk membahas sejumlah riset," Moris melengkapi penjelasan istrinya.

"Ya, tetapi sudah dua bulan mereka tidak saling bertemu di sana, sayang." ucap Sapho.

"Aku akan menyapanya."

"Itu ide bagus." ujar Sapho.

Clarissa membawa bungkusannya dan berjalan melangkah mendekati wanita yang menjadi pemilik kafe itu.

Clarissa menatap Azzu yang duduk dengan mata terpejam.

"Apa yang Kau lihat dengan cara itu? "

Pertanyaan Clarissa berhasil membuat Azzu membuka matanya. "Clarissa..."

"Bagaimana kabarmu?"

"Sangat baik, silahkan duduk."

Clarissa mengambil tempat berhadapan dengan Azzu.

"Biar ku traktir kopi."

"Tidak, tidak perlu. Aku datang kemari untuk mengambil ampas kopi. Setiap minggu Aku melihatmu duduk di sini. Aku pikir Kau pengunjung kafe ini, namun ternyata bukan."

Azzu tersenyum mendengar ucapan Clarissa. "Clarissa, Aku minta maaf atas kata-kata ku malam itu. Aku berpikir mungkin Kau tersinggung malam itu."

"Jangan berpikir seperti itu, aku tidak tersinggung."

"Kau cukup memanggilku Rissa. Aku harap kita dapat menjadi teman setelah ini."

"Baiklah Rissa."

"Minggu yang sibuk ya di kafe."

"Ya... Begitulah."

"Terimakasih telah mendonorkan darah hari itu."

"Tidak perlu berterima kasih."

"Aku banyak mendengar tentangmu dari Nn. Rachel, bagaimana aku bisa membalas kebaikanmu?"

"Tidak perlu Rissa, aku hanya melakukan kewajibanku. Setiap manusia berhak hidup, dan setiap manusia memiliki kewajiban untuk memelihara kehidupan. Karena itu aku menolongmu."

"Sebenarnya, aku tidak pernah melakukan ini dengan klien ku yang lain. Tidak pernah ada hubungan diluar profesionalitas."

"Aku tau itu... Jangan anggap aku klienmu. Malam itu hanya ulah usil Rachel."

"Kau orang yang baik. Ada perayaan kecil di rumahku. Jika kau berkenan datang maka aku akan sangat senang."

Clarissa mengeluarkan buku note mini dari kantong baju hangatnya dan menuliskan sesuatu.

"Ini alamat rumahku," ucapnya dengan memberikan kertas kepada Azzu.

Azzu menerima dan memandang tulisan tersebut, "jadi sekarang aku mengetahui alamatmu."

Clarissa tersenyum, "seperti yang kau bilang kita bukan partner profesionalitas. Datanglah jika kau tidak sibuk."

"Baiklah."

Clarissa berdiri dan tersenyum sebelum pergi.

Azzu kembali duduk sendiri. Matanya menatap keluar.

Sapho datang menghampiri Azzu, "boss, kafe akan di tutup."

"Sapho..."

"Ya?"

"Penghasilan kafe hari ini kau hitung, namun jangan masukkan ke dalam pembukuan. Khusus hari ini, uang itu milikmu dan Moris."

"Tapi mengapa?"

"Anggap saja bonus."

"Bonus?"

Azzura menatap mata Sapho, "setiap hari aku tiada dan setiap hari aku merasa dilahirkan kembali. Kalau besok aku tiada dan tidak dilahirkan kembali, setidaknya aku sudah memberikan uang bonus untuk kalian."

"Itu lelucon yang tidak lucu, boss."

Azzu hanya terkekeh ringan, "aku pergi dulu..."

Kakinya melanglah meninggalkan kafe. Baju hangat berwarna coklat menjadi teman setianya selama berjalan di depan kompleks pertokoan Athena.

Dua bulan berlalu sejak kecelakaan yang di alami Clarissa. Selama dua bulan itu, ia tak pernah bertemu pandang dengan Clarissa. Mereka tak pernah saling menyapa meskipun saling menyadari keberadaan satu sama lain.

Tak ada yang berubah selama dua bulan berjalan. Malam tahun baru tetap di iringi musim dingin dan awal tahun selalu menjadi waktu liburan yang hangat. Athena tetap menjadi kota yang ramai.

Namun ada yang berubah dalam diri Azzu. Sikapnya yang kaku kini justru semakin misterius dengan sikap yang dingin.

Setelah kecelakaan yang di alami Clarissa, Ia kehilangan hasrat sebagai peneliti, ia kehilangan hasrat sebagai pembisnis, yang paling mengerikan ia kehilangan hasrat untuk benar-benar hidup.

Azzu berjalan menuju tepi jalan raya di Athena. Kemana ia aka pergi??? Hanya hatinya yang sedingin es yang tau.

Langkahnya berhenti saat sampai di sebuah gereja yang sepi. Ini minggu sore yang terlalu dingin untuk datang ke gereja.

Dengan tangan yang tersimpan dibalik saku baju hangat, matanya menatap ke arah rupa Tuhan yang berdiri.

"Tidakkah kau bosan mempermainkan hidupku?"

"Apa kau menikmati kegelisahanku?"

Setiap tanya, gelisah, amarah ia tumpahkan di hadapan rupa Tuhan, namun ia selalu berakhir dengan ketiadaan kemudian dilahirkan kembali esok pagi, dikerumuni kegelisahan saat siang, dan kembali tiada saat malam.