"Bagaimana rasanya hidup dalam keputusasaan? Keabadian yang manusia idam-idamkan hanyalah hal semu. Rasanya sangat sesak berada diantara ambang hidup dan mati."
"Aku membenci makhluk penghisap darah, bahkan aku membenci diriku yang setengah penghisap darah."
Rumania, 1770
Gelap malam menyelimuti kota kala itu, hujan angin dan petir menyambar-nyambar. Terlihat seorang wanita paruh baya berlari didalam hutan yang gelap sambil menggenggam erat tangan anaknya. Nampaknya ia berlari dari kejaran 'sesuatu' yang menakutkan. Raut wajahnya terlihat takut, menangis, lelah, semua campur aduk menjadi satu.
"Ibu! Kenapa kita berlari?? Aku lelah bu!" rengek anak itu pada ibunya.
"Jangan berhenti berlari anakku! Kau harus terus berlari cepat!" balas sang Ibu yang terus berlari sambil menggenggam erat tangan anaknya.
Mereka terus berlari memasuki hutan belantara, sesekali anak lelaki itu menengok kebelakang untuk melihat apa yang sedang mengejar mereka. "Ibu! Aku takut!" ucap anak itu.
Ibunya mencari akal dan melihat sekeliling, nampaknya 'sesuatu' itu sudah mulai mendekat. Dengan sigap si Ibu menyuruh anaknya untuk bersembunyi dibalik semak belukar yang tebal.
"Anakku, dengarkan Ibu. Apapun yang terjadi jangan pernah keluar dari sini, sebisa mungkin kau harus pergi dari sini, ibu mohon padamu jangan sampai terbunuh!" tegas si ibu pada anakknya.
Anak lelaki itu tampak meneteskan air mata dan menangis, kemudian ibunya membelai anak itu dengan lembut dan memeluknya erat. Pelukan itu terasa sangat menyakitkan bagaikan pelukan perpisahan.
"Tapi aku mau ibu!" rengek anak itu.
"Tidak anakku! Ibu tidak akan membiarkan mereka mengambilmu, ibu menyayangimu nak!" ucap sang Ibu yang kemudian mencium kening anak kesayangannya itu.
"Terimalah ini." Ibu itu memberikan sebuah kalung liontin kepada anaknya dan memakaikannya.
"Ibu menyayangimu Jeff~" ucapnya sambil tersenyum kemudian meninggalkan Jeff dibalik semak semak.
"Ibuuuuuuu!!!" teriak Jeff.
Tak lama kemudian 'sesuatu' yang sedari tadi mengejar mereka muncul. Ibunya Jeff sudah bersiap dengan pedangnya.
"Aku sudah menunggu saat ini Lucy." Ucap seorang wanita dengan menggunakan gaun Victoria kuno.
"Benarkah? Lama tidak berjumpa Tiffany!" Ucap sang Ibu pada wanita yang Kengah berdiri dihadapannya.
"Hentikan basa-basi ini, kau adalah aib bagi kaum Vampire! Kau telah menodai garis keturunan murni dengan darahmu! Sekarang kau harus membayarnya!" Ucap Tiffany dengan nada penuh amarah.
Kemudian Tiffany memerintahkan pasukan Vampire nya untuk menyerang Lucy dengan brutal, Sebisa mungkin Lucy menangkis setiap serangan yang ditujukan padanya. Terjadi pertempuran yang cukup sengit antara Lucy dan para Vampire. Meskipun Lucy adalah mantan Pemimpin Pasukan Kerajaan namun ia tetaplah manusia biasa, terlebih lagi ia telah lama menanggalkan pedangnya dan memilih untuk menjadi ibu rumah tangga dan mengurus anakknya. Ia terlihat kelelahan dan saat itulah pedang dari salah seorang Vampire berhasil menusuk punggungnya.
Lucy langsung ambruk, seketika darah segar mengalir keluar dan membuat para Vampire disana merasa kehausan. Dengan sigap para Vampire itu menangkap Lucy dan menghisap darahnya. Sementara itu Jeff menyaksikan ibunya tengah sekarat dari balik semak semak, ia menangis dan merasa frustasi. Jeff hendak berteriak namun seketika ada seseorang yang membekap mulutnya dari belakang. Jeff terkejut dan membelalakan matanya.
"Ssstt.. Jangan berteriak nak! Sangat berbahaya, mereka bisa menemukan kita!" bisik seorang pria paruh baya Kengah memeluknya erat sambil membekap mulutnya agar tidak berteriak.
"Kenang, jangan berteriak. Kau paham?" Ucap pria paruh baya itu.
Jeff menganggukkan kepalanya dan menuruti perintah pria itu.
"Kita harus segera pergi dari sini, nak kau bisa berlari?" Tanya pria itu pada Jeff.
Jeff menganggukan kepalanya, "Mmm.."
"Kalau begitu, ayo cepat pergi dari sini!" Ucap pria itu sambil memegang tangan Jeff.
Ketika mereka hendak berlari Jeff tak sengaja menginjak ranting, sontak membuat perhatian para Vampire itu teralihkan.
"Siapa itu?!" teriak Tiffany.
"Celaka, kita ketahuan. Cepat lari nak!" pria itu langsung sigap menggendong Jeff dan berlari sekencang kencangnya.
"Manusia!! Kejar Hewan itu jangan biarkan mereka hidup!" Teriak Tiffany memerintahkan pasukan Vampire nya untuk mengejar Jeff dan Pria itu.
Pasukan Vampire mengejar mereka dan kini posisi mereka terpojok diujung sebuah tebing yang curam, Pria itu menengok kebelakang dan melihat jurang yang cukup dalam. Pasukan Vampire hendak maju untuk mendekat.
"Pegangan yang erat nak!" ucap pria itu sebelum akhirnya nekat lompat masuk kedalam jurang yang dalam.
Semuanya gelap namun perlahan cahaya mentari pagi mulai menusuk mata, pria muda tampan dan gagah itu kini terbangun dari tidurnya.
Rumania, 1782
"Hey Jeff! Bangun, sudah pagi." Ucap pemuda manis Kengah membangunkan Jeff.
"Hm? Kak Kun? Ada apa membangunkanku sepagi ini?" tanya Jeff yang masih mengumpulkan nyawanya.
"Apa kau bermimpi buruk lagi hm? Kau nampak resah dan berkeringat dingin." Celetuk Kun yang membuat Jeff terdiam.
"Hm.. mimpi itu datang lagi Kak." Balas Jeff dengan wajah datarnya.
"Benarkah? Sudah 12 tahun sejak Papa David menyelamatkanmu. Tapi kau masih terus dihantui perasaan itu." Ucap Kun sambil menatap Jeff cukup serius.
"Bersiaplah, Mama Victoria sudah membuatkan sarapan setelah itu kita akan membahas soal serangan Vampire didesa sebelah." Ucap Kun yang kemudian berlalu keluar kamar.
Jeff terdiam sesaat kemudian mengeluarkan kalung yang tersemat dilehernya dan menatap liontin itu dengan seksama, "Vampire, aku akan membantai mereka semua. Itulah tujuan hidupku saat ini." Gumamnya.
= The Half Blood Prince =
Matahari mulai terbenam diufuk barat, cahaya terang mulai memudar berganti gelap. Semua warga desa dengan terburu-buru berlarian masuk kedalam rumah mereka dan mengunci pintu rapat rapat tak terkecuali Kathy seorang gadis petani yang tengah sibuk memanen sayuran diladang. Orang tuanya sudah menyuruhnya agar segera pulang sebelum malam tiba, namun Kathy adalah anak yang keras kepala dan tidak mau mendengar nasihat siapapun.
"Vampire? Werewolf? Jangan bercanda. Aku tidak percaya itu, mana mungkin mereka ada. Aku hanya mendengar kabar jika desa sebelah diserang Vampire, lucu sekali haha. Jika aku bertemu dengan Vampire akan aku hajar dia!" ucap Kathy sesumbar sembari asyik memetik sayuran.
Kathy memperhatikan keranjang yang ia bawa sudah terisi penuh oleh sayuran segar kemudian ia menyeka keringatnya, "Hmm.. baiklah aku rasa ini cukup untuk makan malam!"
Kathy membereskan peralatannya dan menghentikan aktivitasnya, kemudian ia segera bergegas kembali ke rumah. Namun langkahnya terhenti tatkala ia melihat seorang pria sedikit lebih tinggi daripada dia sedang berdiri tepat beberapa meter didepannya. Pria itu tengah memandang Kathy dengan tatapan misterius, pakaian kuno era Victoria, dan jubah hitam kusam yang pria itu kenakan menambah kesan misterius.
Kathy terdiam sejenak, kakinya gemetar dan lidahnya terasa kaku, "S-Siapa kau??" ucapnya terbata-bata sambil mundur beberapa langkah.
Pria itu terdiam dan tak lama kemudian ia menyeringai, "Gadis pemberani, atau mungkin bodoh hm?" terlihat jelas sekali taring mencuat keluar.
Matanya terbelalak dan seketika Kathy melempar keranjang sayurnya lalu berlari sambil berteriak, "Kyaaaaaaa!!"
Namun dengan sigap pria itu terbang dan menarik lengan Kathy kemudian langsung menyerang leher indah yang tanpa perlindungan itu, Kathy berteriak meminta tolong namun teriakannya tak didengar karena warga terlalu takut dan memilih mengabaikannya.
"Hen...tikan, aah" Semakin lama Vampire itu menghisap darahnya semakin lemah pula tenaga Kathy terkuras, tubuhnya terasa lemas. Yang saat ini ia rasakan hanyalah penyesalan karena tidak mau mendengar perkataan orang tuanya.
Perlahan pandangannya mulai kabur, namun saat Kathy hendak kehilangan kesadarannya tiba-tiba bunyi senapan api terdengar dan kini Vampire yang sedari tadi menghisap darahnya terpental jauh beberapa meter dengan peluru yang menembus bahu nya.
"Cih!! Manusia keparat!" umpat Vampire itu sambil meringis menahan sakit.
Manusia tidaklah lemah, masih ada manusia yang dikaruniai bakat untuk membunuh Vampire. Mereka adalah Shadow Hunter. Shadow Hunter muncul disaat yang tepat! Tiga pria gagah sudah berdiri untuk melindungi Kathy yang sedang terkulai lemas akibat gigitan Vampire itu.
Seorang pria gagah dan tampan itu segera mendekap Kathy yang hampir pingsan, "Nona kau tidak apa apa?" Namun Kathy tidak menjawab, ia hanya tersenyum sambil meneteskan air mata. Pria itu mengerti betul maksud dari senyuman dan air mata yang ia lihat saat itu.
"Jeno, periksa lukanya dan bawa dia ketempat yang aman!" Ucap seorang ketua kepada anggota yang lebih muda.
Pemuda itu menganggukan kepalanya kemudian dengan sigap menjawab, "Baik, Kapten Kun!"
"Apa yang harus kita lakukan padanya Kapten Kun? Haruskah kita bermain main dengannya?" celetuk seorang pria dengan nada mengejek.
"Yuta, ini bukan waktunya bercanda! Kau harus fokus." Jawab sang kapKen dengan raut wajahnya yang serius.
"Tch, kau selalu saja serius seperti itu kapten." Balas Yuta dengan nada ketus.
Vampire itu melihat Tatto dilengan Shadow Hunter dan langsung mengenalinya, "Manusia sialan! Shadow Hunter aku benar benar membenci kalian aku akan menghabisi kalian!" teriaknya.
"Itu bagus! Karena kami juga membencimu kelelawar!" balas Yuta dengan sombongnya.
Vampire itu terpancing emosi dan kemudian maju menyerang Yuta, namun dengan sigap Yuta menahan cakar vampire itu dengan pisau belatinya. Mereka saling bertatap muka dan memandang dengan tatapan saling membenci satu sama lain.
Tak lama kemudian anak panah melesat dan menembus bahu Vampire tersebut, Vampire itu sontak mundur beberapa langkah dan berteriak meringis merasakan sakit, "Sialaaaan!! Benar benar mengganggu!!"
Seorang pria gagah dan tampan datang menyusul dengan membawa Arbalest (Busur panah silang berbentuk seperti pistol namun dengan busur dan memiliki daya serang yang lebih kuat)
"Oh, Jeff! Kau sudah datang. Laporkan keadaannya!" ucap Kun kepada Jeff.
Jeff menoleh kearah Jeno yang tengah mengobati luka Kathy, kemudian ia menatap Vampire yang Kengah kesakitan oleh anak panah yang ia lesatkan, "Aku tidak menemukan kawanannya, kemungkinan ia hanya sedang lewat dan menemukan mangsa." Lapornya kepada Kun.
"Begitukah? Syukurlah kita masih sempat menyelamatkannya." Balas Kun.
Vampire itu mengerang kesakitan, dan segera melesat untuk menyerang namun Jeff dengan sigap menembakan kembali anak panah kearah bahu si Vampire, dan Vampire itu terjatuh lalu kembali meringis.
"Aaaarrghhh Manusia keparat!" Luka akibat serangan anak panah itu tak kunjung sembuh. Vampire itu merasa keheranan, "Sebenarnya anak panah apa yang kau pakai Manusia keparat??!!" teriaknya.
"Luka itu tidak akan bisa sembuh, anak panah itu sudah diberkati oleh Holy Water." Celetuk Yuta.
"Apa kau bilang??" Vampire itu mulai merasa kesal dan mengamuk kemudian berubah wujud menjadi menyeramkan dengan sayap kelelawar yang membentang kemudian mata merah menyala dan taring yang panjang.
"Semuaaaa!!! Siap bertempur!!!!" teriak Kun.
Dengan mengikuti arahan kapten, Jeff, Yuta dan Jeno memasang kuda kuda dan bersiap siaga untuk menyerang. Vampire itu kemudian maju dan mulai menyerang. Kun menembakan peluru namun Vampire itu menampis peluru tersebut, kemudian disusul Jeff yang menembakan anak panah namun lagi-lagi berhasil ditampis oleh Vampire itu. Yuta maju dan menghantam Vampire itu dengan Taijutsu (Teknik bela diri asal Jepang). Tak lupa Yuta mengarahkan belatinya dan pertarungan sengit terjadi saat itu.
Disusul Jeno yang mengeluarkan pecut dan memecut Vampire hingga vampire itu mengerang kesakitan. Kemudian Vampire itu berbalik arah hendak mengincar Jeno namun Yuta menghalangi dan menancapkan belatinya tepat ke Perut Vampire, vampire itu meraung kesakitan. Ia terluka parah dan kemudian melarikan diri ke Hutan.
"Kejar dia! Jangan biarkan dia lolos!!!" teriak Kun.
Para Shadow Hunter mengejar Vampire itu kedalam hutan, sambil berlari Kun terus menembaki Vampire itu dengan peluru yang sudah diberkati Holy Water. Meskipun terluka cukup parah gerakan Vampire itu masih sangat cepat.
Dari samping Jeff melesat dan kemudian mendaratkan Kendangan tepat diwajah Vampire itu hingga terpental jauh terseret beberapa meter dan tubuhnya menghantam batu besar hingga batu itu hancur.
"BRUAAKKK." Terdengar suara batu berserakan.
"Arrghh.." ringis Vampire itu mengeluarkan darah dari mulutnya, kondisinya kini sangat memprihatinkan dan ia terluka cukup parah.
"Aaaaarghh Jeff!! Dia bagianku kenapa kau selalu saja menggangguku??!" teriak Yuta pada Jeff dengan kesal dan menggerutu, namun Jeff hanya diam dan mengabaikan rekannya dengan dingin.
Jeff menatap Vampire yang sudah lemah tak berdaya itu, dia mengeluarkan pedang dari sarung pedangnya dan mengangkatnya tinggi. Ketika Jeff hendak mengibaskan pedangnya tiba-tiba pedangnya beradu dengan pedang yang lain, "TRRAANGG!!"
Vampire itu membuka matanya perlahan dan melihat sudah ada dua sosok yang berada didepannya, "Sir Dominic Vladimr? Sir Jeremmy Skovastosk?"
"Oioi Ken Serphen, lihat dirimu! Sangat memprihatinkan!" Ucap Dominic yang tak melepaskan pandangannya pada Jeff.
"Cih kalian tak usah repot-repot datang kemari." Ucap Ken terbata-bata sambil menahan sakit.
"Jangan banyak bicara, kami akan membawamu pergi." Ucap Jeremmy sambil merangkul Ken perlahan.
Kun terkejut melihat bantuan datang ia kemudian mengisyaratkan Yuta, Jeno, dan Jeff untuk lebih waspada, "Waspadalah! Bantuan musuh datang dan kita tidak tahu mereka sekuat apa!"
Jeff masih menatap Dominic begitupun sebaliknya, namun tak lama kemudian Dominic menghempaskan pedangnya dengan kuat sehingga membuat Jeff terpental cukup Jauh. Dominic kembali melancarkan serangan namun Jeff menahannya, terjadi pertarungan adu pedang yang cukup sengit antara mereka berdua.
Dominic menebaskan pedangnya namun Jeff berhasil menangkisnya, tak mau kalah Jeff juga meluncurkan serangan dari arah samping namun Dominic juga berhasil menghalau serangannya.
Kun memperhatikan pertarungan antara Jeff dan Dominic, "Luar biasa, baru kali ini aku melihat ada yang mampu mengimbangi serangan Jeff selain diriku, sebenarnya mereka siapa?" Ucap Kun dalam batinnya berbicara.
Jeff dan Dominic terus mengayunkan pedangnya satu sama lain, tidak ada yang mau mengalah.
"Kau cukup hebat manusia, setidaknya kau tidak membosankan seperti manusia yang lainnya." Ucap Dominic sambil menahan pedang Jeff dengan pedangnya.
"Terima kasih, tapi simpan saja pujian itu aku tidak membutuhkannya Vampire!" balas Jeff dan kemudian ia mementalkan Dominic dengan sekuat tenaga hingga Vampire itu terpental cukup jauh.
"SRAAAKKK...." Terdengar suara tanah terseret.
"Aura dan kekuatan ini, mengingatkanku pada seseorang." Ucap Dominic dalam batinnya.
Dominic menyeringgai, "Tidak buruk, kali ini aku akan memakai kekuatanku."
Saat Dominic hendak mengeluarkan kekuatannya, tiba-tiba Jeremmy menahannya."Sir Dominic! Hentikan main-mainnya, kau tidak ingat perintah Yang Mulia Pangeran?"
Dominic berdecak kesal "Tsk, baiklah baiklah aku mengerti."
"Untuk kali ini akan kubiarkan kalian hidup hewan ternak, dan kau!" Dominic menghunuskan pedangnya kearah Jeff.
"Pertarungan kita belum selesai." Ucap Dominic menyeringgai dan kemudian berubah wujud menjadi kelelawar lalu menghilang, disusul oleh Jeremmy dan juga Ken.
"Keparat! Mau kemana kau kelelawar!?" teriak Yuta.
"Hentikan Yuta, kita beruntung mereka tidak membantai kita." Sanggah Kun.
"T-Tapi kapKen? Padahal kita bisa menang jumlah lawan mereka, ditambah satu sudah terluka." Ucap Yuta dengan nada kesalnya.
"Yuta, kau ingat yang Papa katakan sebelum Papa mengajarkan ilmu Vampire Hunting padamu?" tanya Kun pada Yuta yang membuat Yuta terdiam.
"Tch, kau selalu membahas itu. Aku paham! Aku paham!" ucap Yuta sambil memutar bola matanya.
"Kita tidak boleh gegabah, kita bisa melawan satu Vampire tapi jika ia bersama kawanannya akan sangat berbahaya kita memerlukan rencana. Terlebih kita belum mengetahui informasi apapun tentang lawan kita." Jelas Kun pada anggotanya.
Sedari tadi Jeff hanya terdiam, melihatnya membuat Kun penasaran dan bertanya, "Jeff? Kau tidak apa-apa?"
Jeff mengepalkan tinjunya, "Aku gagal lagi kak.. maafkan aku."
Kun mengusap punggung adik angkatnya itu, "Tak usah dipikirkan, selama kau baik-baik saja itu sudah cukup bagi kami. Lebih baik kita pulang mama mungkin mengkhawatirkan kita.
Kastil Pribadi Kediaman Keluarga Romanoff
Dominic membuka pintu gerbang kastil, disusul oleh Jeremmy yang Kengah membopong Ken yang terluka cukup parah. Mereka berjalan memasuki lorong yang cukup panjang.
"Sir Dominic, aku akan merawat luka Ken terlebih dahulu tolong sampaikan permohonan maafku karena tidak bisa langsung menemui Yang Mulia Pangeran." Jelas Jeremmy pada Dominic.
"Aku mengerti, biar aku yang menghadap Yang Mulia. Kau segera obati dia." Jawab Dominic kemudian berlalu.
Dominic berjalan menyusuri lorong hingga tiba dipenghujung lorong terdapat sebuah ruangan lalu ia memasukinya. Disana sudah ada seseorang tengah berdiri menatap keluar jendela sambil memunggunginya.
Sosok pria dengan perawakan cukup gagah, sorot mata merah Ruby yang sangat menawan tengah terhanyut dalam lamunannya sampai saat suara langkah kaki Dominic menghamburkan lamunannya.
"Yang Mulia Theseus Romanoff, maafkan keterlambatan kami." Ucap Dominic sembari bersimpuh dihadapan sang Pangeran.
Theseus berbalik dan menatap Dominic yang tengah bersimpuh memberi hormat, "Kau membuatku menunggu 10 menit Panglima." Ucap Theseus dengan nada dingin dan penuh wibawa.
Aura hirarki vampirenya sangatlah kuat, maklum saja Theseus adalah seorang Putra Mahkota pewaris tahta kerajaan Vampire kuno. Ia adalah keturunan murni penguasa Vampire Aura Hirarkinya mampu membuat siapa saja merasa terintimidasi.
"Maafkan kami Yang Mulia!" Jawab Dominic sambil merendahkan lagi pandangannya.
"Bagaimana? Apa kau menemukan sesuatu yang aku pinta?" tanya Theseus pada Dominic.
"Maafkan kami Yang Mulia, kami tidak berhasil menemukan jejak Irene. Tapi kami menemukan tempat persembunyian sekte pemuja Irene." Jelas Dominic.
Belum beres Dominic bercerita seorang pelayan tiba-tiba datang menginterupsi. Pelayan itu datang kemudian memberikan hormat pada Theseus.
"Ada apa kau menganggu pertemuanku?" tanya Theseus pada pelayan itu.
"Maafkan hamba Yang Mulia, ada pesan penting. Yang Mulia Ratu meminta Yang Mulia Pangeran untuk segera menemuinya di Istana." Jelas pelayan itu sambil menundukan pandangannya.
"Ada perlu apa Ibunda ingin menemuiku? " pikir Theseus sedikit bingung karena tak biasanya ibunya memanggil dia.
"Baiklah kau boleh pergi!" perintah Theseus pada pelayan tersebut dan pelayan tersebut segera pergi meninggalkan ruangan.
"Panglima, aku ingin mendengar lebih detail lagi soal laporanmu nanti. Ngomong-ngomong dimana Jeremmy dan Ken?" tanya Theseus penasaran.
"Yang Mulia, maaf tapi kini Jeremmy Kengah mengobati Ken yang terluka akibat serangan senjata sihir." Jelas Dominic pada Theseus.
Theseus berbalik dan menatap Dominic, "Siapa manusia yang berani melakukan itu pada bawahanku?"
Dominic mengangkat wajahnya dan kemudian menatap Theseus, "Shadow Hunter Yang Mulia, diantara mereka ada satu orang yang mengingatkanku padamu."
Kini raut wajah Theseus terlihat kebingungan, "Apa maksudmu?"
Ada sebuah ramalan tua yang mengatakan bahwa akan ada saat dimana dia sang darah campuran menduduki Tahta dan akan memberikan kesengsaraan bagi bangsa Vampire.
"Apa yang kau maksud itu Ramalan Tua?" tanya Theseus lagi pada Dominic.
Dominic mengangguk, "Aku tidak bisa memastikan tapi ia memiliki aura yang tidak jauh beda denganmu Yang Mulia."
Theseus terdiam sambi berpikir kemudian ia berjalan mendekati Dominic dan mendekatkan bibirnya dekat telinga Dominic.
"Jika memang benar dia adalah Darah Campuran yang dimaksud dalam ramalan, maka akan ada badai besar yang akan terjadi. Panglima apakah kau siap bertempur disisiku?" bisik Theseus ditelinga Dominic.
Dominic segera berlutut dihadapan Pangeran saat itu juga, "Saya Dominic Vladimr Hirarki ke 5 penguasa daratan Rusia, akan mengabdikan diri sebagai Panglimamu Yang Mulia Theseus Romanoff."
Theseus sedikit tersenyum kemudian berlalu meninggalkan Dominic diruangan sendiri.
Kediaman Keluarga Schortwilz.
Pagi hari yang cukup cerah untuk beraktivitas, keluarga Schortwilz Kengah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Sampai saat suara ketukan pintu mengalihkan perhatian anggota keluarga.
"Tok..Tok..Tok..!!"
"Permisi? Apa ada orang didalam?" tanya seorang gadis yang tengah berdiri didepan pintu.
Nyonya Schortwilz yang sedang sibuk memasak menghentikan kegiatannya dan segera membuka pintu untuk melihat siapa gerangan yang bertamu pagi-pagi begini.
"Iya ada apa?" Ucap Nyonya Schortwilz membukakan pintu, ia sedikit terkejut karena tak biasanya ada gadis muda dan cantik berkunjung kerumahnya.
"Selamat pagi Nyonya, apa benar ini kediamannya keluarga Schortwilz?" tanya gadis manis itu.
"Benar, ada apa gadis manis dan kau siapa ya?" balas Nyonya Schortwilz.
"Ah perkenalkan aku Kathy Moumirsky, maksud kedatanganku kemari untuk membawakan Roti buatanku sendiri Nyonya, aku ingin berterima kasih pada Kak Kun yang kemarin sudah menolongku hehe." Ucap Kathy dengan sedikit malu-malu.
Mendengar itu Nyonya Schortwilz membulatkan matanya dan melihat penampilan Kathy dari atas kebawah, "Ah jadi kau gadis manis yang diselamatkan oleh putraku Kun? Masuklah dulu kebetulan aku sedang memasak Soup. Kita makan bersama!"
"T-Tapi Nyonya..."
Belum sempat Kathy menolak Nyonya Schortwilz sudah menariknya masuk kedalam rumah.
"Kau tunggu disini sebentar ya, biar kupanggilkan Kun." Ucap Nyonya Schortwilz
Wajah Kathy kini benar-benar tersipu malu, "Sungguh Nyonya tidak usah repot-repot." Kathy mencoba menahan Nyonya Schortwilz.
"Bukankah kau ingin berterima kasih Kathy? Lebih baik kau sampaikan langsung padanya." Balas Nyonya Schortwilz sambil tersenyum yang membuat Yeri terdiam karena tidak bisa membantah.
"Kun? Kun Schortwilz cepat kemari nak!" teriak Nyonya Schortwilz memanggil anaknya.
Mendengar suara Ibunya memanggil Kun segera keluar kamar dan menghampiri, "Ada apa mama? Kenapa harus teria-" belum sempat Kun menyelesaikan kalimatnya ia sudah tertegun melihat seorang gadis manis yang nampak tak asing baginya itu.
"Selamat Pagi." Ucap Kathy dengan malu-malu.
"P-Pagi.." balas Kun dengan ekspresi wajahnya yang kikuk, tentu saja ia terkejut karena ada seorang gadis manis yang tiba-tiba muncul dihadapannya, baru kali ini selama 25 tahun hidupnya ada seorang Gadis yang mengunjunginya.
"Kun, gadis manis ini adalah Kathy. Katanya dia ingin mengucapkan sesuatu padamu." Bisik Ibunya sambil terkekeh pelan.
"Hah? Apa maksud mama? Jangan buat aku berpikiran yang aneh aneh ma." Rengek Kun pada Ibunya.
"Mana mama tahu? Mungkin dia ingin menyatakan cinta? Haha." Goda Ibunya.
"Kathy, maaf aku harus meninggalkan kalian berdua. Aku sedang memasak aku takut masakanku gosong. Aku tinggal sebentar ya, nikmati waktu kalian berdua. Kun ayo temani Kathy." Ucap ibunya sambil mendorong anaknya mendekat pada Kathy kemudian berlalu ke dapur.
Kini Kun dan Kathy tengah duduk saling berhadapan dimeja makan, suasana sangat canggung. tidak ada yang berani memulai percakapan. Kun Schortwilz pemuda 25 tahun yang berprofesi sebagai seorang Shadow Hunter pembasmi Vampire jika harus memilih dihadapkan dengan situasi seperti ini atau bertarung melawan Vampire, dia lebih memilih untuk bertarung melawan Vampire.
"Aku.."
Mereka berdua membuka suara secara bersamaan.
"Ah silahkan kau duluan." Ucap Kun dengan wajah yang tegang.
"Tidak apa-apa kau saja yang duluan." Balas Kathy malu-malu.
"Ladies first, kau tahu istilah itu kan?" Kun mencoba mengelak agar Kathy mau memulai pembicaraan.
"Hm.. terima kasih karena telah menyelamatkanku kemarin." Ucap Kathy dengan susah payah.
"Kau tidak perlu berterima kasih seperti itu, itu sudah tugasku maksudku tugas kami melindungi warga yang membutuhkan pertolongan." Jelas Kun.
"Ngomong-ngomong apa lukamu sudah baikan?" tanya Kun sambil mengamati leher Kathy yang terbalut kain perban.
"Hm, aku tidak apa-apa semua berkat pertolongan kalian." Jelas Kathy sambil tersenyum manis.
Mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Kathy membuat Kun merasa senang, tidak sia-sia ia mengabdikan hidupnya untuk menjadi penyelamat warga, Kun membalas senyuman Kathy dan memamerkan lesung pipitnya yang terlihat sangat manis diwajahnya yang tampan. Sontak saja itu membuat Kathy tersipu dan memalingkan pandangannya.
"Witt wuiwww~" terdengar suara seseorang bersiul.
"Masih pagi sudah terlihat berseri-seri, ada apa gerangan Kapten Schortwilz?" celetuk Pria paruh baya dengan nada menggoda.
"Papaaa! Jangan menggodaku!" protes Kun pada Ayahnya.
"Siapakah gadis manis yang ada dihadapanku saat ini? Mungkinkan calon menantuku?" gurau David sambil menggoda anaknya yang kini terlihat benar-benar sangat malu bukan main.
"Selamat Pagi Tuan Schortwilz, aku Kathy. Aku datang kemari ingin mengucapkan terima kasih pada anakmu yang telah menyelamatkan nyawaku kemarin." Jelas Kathy pada David sambil tersenyum manis.
"Oh jadi kau adalah gadis manis yang Kun ceritakan semalam? Dia sangat antusias ketika bercerita telah menyelamatkan seorang gadis manis." Ucap David yang sontak membuat Kun terkejut bukan main.
"PAPAAAA !!!" kini Kun berteriak.
"B-benarkah?" ucap Kathy dengan malu-malu namun penasaran ingin tahu.
Dari dapur Victoria Schortwilz mengamati anggota keluarganya Kengah bercengkrama dengan hangatnya dan itu membuat hatinya sangat hangat, kemudian ia datang menghampiri meja makan sambil membawa sepanci besar Soup yang masih panas.
"Kebetulan sekali papa sudah kembali, ayo kita sarapan bersama. Kun bisa panggilkan adikmu Jeff kemari?" pinta Victoria pada anaknya.
Kun mengangguk dan segera bangkit untuk memanggil Jeff namun belum sempat melangkah Jeff sudah keluar kamar dan berjalan kearah meja makan. Ia melihat perempuan yang tadi malam mereka selamatkan. Jeff sedikit menundukan kepala guna memberi hormat yang kemudian dibalas oleh Kathy.
"Jeff, ayo kita sarapan bersama. Kathy sudah memberikan Roti, terlihat sangat enak." Celetuk Victoria.
"Maaf Mama, Papa, Kak Kun aku sudah makan tadi. Aku akan berlatih di Hutan, kalau begitu aku permisi." Ucap Jeff kemudian berlalu.
"Jeff?? "
"BLAMMM"
Belum sempat Victoria berbicara Jeff sudah meninggalkan rumah.
"Anak itu kenapa susah sekali untuk diajak makan." Gerutu Victoria sedikit kesal dan juga khawatir.
"Tak apa sayang, Jeff bukan anak yang lemah. Bungkuskan saja makanan itu biar nanti siang Kun antar untuk makan siang, bukankah siang ini kau akan membantu Jeno untuk mendapatkan Senjata Sihir Kun?" tanya David pada anaknya.
"Uhm, benar Papa. Kurasa sudah saatnya Jeno mendapatkan Senjata Sihir dia sudah memiliki pengalaman yang cukup." Jelas Kun.
Kathy hanya terdiam karena tidak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan, dari tadi ia hanya memperhatikan dan tersenyum seperti orang bodoh.
"Ahaha maafkan kami Kathy pasti kau tidak mengerti tentang apa yang suamiku dan anakku bicarakan. Lebih baik kita makan dulu selagi Soupnya masih Panas." Ucap Victoria yang kemudian membagikan Soup kedalam mangkuk masing masing anggota keluarga.
Mereka berempat menyantap sarapan pagi mereka dengan lahap dan suasana saat itu benar-benar hangat dan menyenangkan. Selesai makan Kathy menghampiri Victoria dan membantu Victoria untuk mencuci piring bekas makan tadi.
"Nyonya Schortwilz biarkan aku membantu." Ucap Kathy yang kemudian langsung mengambil alat untuk mencuci piring.
"Kathy, tidak usah biarkan aku saja yang melakukannya." Balas Victoria mencoba mengambil kembali alat mencuci piring ditangan Kathy namun Kathy tidak memberikannya.
"Kumohon Nyonya, biarkan aku membantu."
"Ya ampun, kau keras kepala juga ya. Baiklah mari kita mencucinya berdua." Ucap Victoria sambil tersenyum.
Kathy dan Victoria kini mencuci piring berdua sambil sesekali mereka berbincang. Kini mereka terlihat sangat akrab seperti ibu dan anak.
"Jadi seperti ini rasanya mempunyai anak perempuan?" celetuk Victoria yang membuat Kathy terdiam menatapnya.
"Apa Nyonya tidak punya anak perempuan?" tanya Kathy penasaran.
"Anakku hanya satu dan ia laki-laki." Jawab Victoria sambil menghela napas.
"Satu? Lalu pemuda yang bernama Jeff tadi?" tanya Kathy kembali.
"Ah Jeff, dia anak angkatku. Tapi aku sudah menganggapnya seperti anakku sendiri, begitupun suami dan anakku, mereka sangat menyayangi Jeff. Suamiku menyelamatkannya dari serangan Vampire 12 tahun lalu ibunya meninggal dan hanya dia yang selamat. Ketika ditemukan dia sangat rapuh dan terlihat kasihan, dia tidak mau makan dan tidak banyak bicara." Tutur Victoria dengan raut wajah yang sedih. Kemudian Kathy mengusap pundak Victoria dan tersenyum tanpa berkata sepatah katapun, tampaknya tanpa perlu berkata hati mereka dapat memahami satu sama lain.
"Kathy, aku sangat senang kau berkunjung kemari. Sering-seringlah mampir kesini. Aku akan membuatkanmu Soup lagi." Ucap Victoria sambil tersenyum.
Waktu sudah menunjukan pukul 10 pagi, tak terasa saking asyiknya berbincang Victoria dan Kathy sampai lupa waktu. Kun kini sudah siap dengan baju tempurnya yang hitam namun menawan. Penampilannya terlihat gagah dan keren.
"Mama? Mana bekal yang kau siapkan untuk Jeff aku akan pergi sekarang." Ucap Kun meminta ibunya untuk menyiapkan bekal.
"Sebentar Nak." Victoria berjalan menuju dapur kemudian menyiapkan bekal untuk Jeff kedalam kotak makan dan memberikannya kepada Kun.
"Maaf Nyonya Schortwilz, sepertinya aku harus pulang sekarang untuk membantu Ayahku di Ladang gandum." Ucap Kathy sambil bersiap-siap untuk pulang.
"Kau mau pulang sekarang? Sayang sekali." Terlihat raut wajah sedih diwajah Victoria.
"Kapan kapan aku janji akan berkunjung lagi." Balas Kathy tersenyum mencoba menghibur Victoria.
"Benarkah? Kalau begitu akan kutunggu lagi kunjunganmu ya, Kun bisa kau antarkan Kathy pulang? Tidak baik membuat gadis manis menunggu," pinta Victoria pada anakknya.
"Ta-Tapi ma? "
"Kau pria kan? Lagipula rumah Kathy satu arah dengan tempat latihanmu. Sudah cepat sana!"
Akhirnya Kun mengantar Kathy pulang, sebenarnya ia tidak keberatan untuk mengantar Kathy pulang hanya saja ia sedikit canggung dan bingung harus bersikap seperti apa. Tidak ada percakapan selama perjalanan, hingga diujung jalan mereka berhenti.
"Maaf Kathy, aku hanya bisa mengantarmu sampai sini. Tempat latihanku ada didalam hutan sana." Jelas Kun.
Kathy mengangguk mengiyakan dan tersenyum, "Tidak apa-apa, rumahku juga sudah dekat. Terima kasih telah mengantarku dan maaf sudah merepotkanmu Kak Kun."
"Tentu saja tidak, aku senang kau baik-baik saja seringlah mampir kerumah aku rasa ibuku sangat menyukaimu." Balas Kun tersenyum dengan lesung pipi yang manis.
"Kak Kun, ada satu hal lagi yang ingin ku berikan."
"Apa itu?"
Kathy mendekatkan wajahnya dan mendaratkan sebuah kecupan dipipi kanan Kun, kemudian Kathy tersenyum dan meninggalkan Kun sendiri dengan tampang bodohnya.
Kun berjalan kedalam hutan masih dengan ekspresi terkejutnya, terlihat Yuta dan Jeno sedang berlatih di tempat pelatihan khusus atau bisa dibilang markas Shadow Hunter.
"Kapten!" teriak salah satu bocah yang membuyarkan pikiran Kun.
"Oh Jeno, Pagi." Ucap Kun kikuk.
"Kau kenapa Kapten? Wajahmu seperti kepiting rebus." Celetuk Yuta.
"Ah? Eh? Bukan apa-apa, oh iya ini makan siang yang Mama buatkan untuk Jeff, tapi tadi aku menyuruhnya membuatkannya untuk kalian juga." Jelas Kun.
"Woah Kapten! Kau baik sekali, aku benar-benar lapar. " ucap Jeno yang langsung membuka kotak bekal yang dibawa Kun.
"Yuta, dimana Jeff?" tanya Kun pada Yuta yang Kengah asik melemparkan belati pada target latihan.
Yuta hanya menaikan bahunya dan menggelengkan kepalanya, "Dia hanya bilang ingin berjalan-jalan."
Mendengarnya membuat Kun menghela napas dalam dan menopang kepalanya, "Anak itu kenapa selalu menghilang disaat seperti ini."
Sturdza Castle, tempat kediaman Putri Raja penguasa Rumania.
Matahari terlihat sudah cukup naik, udara terlihat sangat bersahabat. Terlihat seorang gadis cantik dengan gaunnya yang indah tengah terduduk diam sambil membaca tumpukan buku. Terlihat raut wajah bosan terukir jelas diwajah manisnya, beberapa kali ia terlihat menghela napas. Kehidupan glamour Istana membuatnya bosan, yang ia inginkan adalah petualangan dan kebebasan.
Dialah Princess Clara Alexandra Marie, seorang Putri Raja dan satu-satunya anak kesayangan Raja Rumania. Selama 20 tahun hidupnya ia hanya tinggal di Istana dan sesekali berpindah dari istana satu ke istana yang lain. Mungkin orang berpikir sangat nikmat bisa hidup di Istana, namun kenyataannya tak seindah itu. Ia jauh dari Ayahnya yang sangat sibuk dengan pekerjaannya mengurusi negara. Ibu? Sudahlah tak usah dibahas, Clara sudah tak memilikinya. Ibunya meninggal sewaktu melahirkannya. Ia tak menyalahkan Ayahnya karena tidak pernah mengunjunginya. Ia paham betul beban Ayahnya dan tidak ingin menambah pikiran Ayahnya. Bukankah ia terlihat sangat memenuhi kriteria sebagai seorang Putri? Pintar, Baik, Cantik, Sopan, dan Bijaksana. Tapi dibalik itu semua ia menyimpan hasrat besar untuk bisa berkeliling dunia dan meninggalkan kehidupan glamournya.
"Tok..Tok...Tok.." terdengar suara ketukan pintu.
"Masuk." Ucap Sang Putri dengan anggun dan berwibawa.
"Tuan Putri, Saya membawakan Teh dan Cookies." Kata seorang pelayan yang tengah berdiri diambang pintu sambil membawa baki teh.
"Kau bisa taruh disana." Ucap Clara yang matanya masih fokus membaca dan tangannya menunjuk kearah meja.
Kemudian pelayan itu segera menaruh baki teh diatas sebuah meja disamping ranjang sang Putri.
"Tuan Putri, apa ada lagi yang kau perlukan?" tanya pelayan itu.
Clara berhenti membaca sejenak kemudian menoleh dan menatap pelayannya tersebut.
"Sana, apa kau mau membantuku?" ucap Clara sambil tersenyum manis.
Beberapa saat kemudian terjadi kericuhan di Istana Sturdza.
"Tuan Putri menghilang!!!"
" Cepat cari Yang Mulia!!!"
"Tuan Putri!! Tuan Putri Clara!!"
Seluruh penjaga Istana dan para pelayan tengah kelimpungan mencari keberadaan Clara yang tiba-tiba menghilang.
"Kkk~ hahaha." Terdengar suara tertawa yang sangat renyah.
"Tuan Putri, apa kau yakin? Nanti aku bisa terkena marah Nyonya Winston." Ucap Sana sambil terus membuntuti Clara.
"Tenang saja, biar aku yang bertanggung jawab." Balas Clara yang nampaknya sangat bahagia.
Bagaimana ia tidak bahagia, setelah sekian lama berdiam diri di Istana akhirnya ia bisa menghirup udara segar. Tidak ada penjaga maupun pelayan yang mengikutinya kemanapun ia pergi bahkan untuk ke taman didalam istana sekalipun, Ya meski masih ada satu pelayan yang mengikutinya saat ini. Ialah Sana salah satu pelayan yang paling dekat dengan Clara karena umurnya yang tak jauh beda dengannya. Clara sudah menganggap Sana seperti sahabatnya sendiri.
"Tuan Putri sebenarnya kita mau kemana?" tanya Sana yang kebingungan.
"Melihat Dunia~" balas Clara yang tersenyum dan memejamkan mata sambil merentangkan tangannya.
"Ya ampun, kau ingin melihat dunia tapi tidak tahu mau pergi kemana?" celetuk Sana sambil menggelengkan kepalanya.
"Sana! Tunjukan padaku jalan menuju ke Pasar!" tiba-tiba Clara berbicara yang membuat Sana kebingungan.
"Hah? Untuk apa Tuan Putri kesana?" tanya Sana dengan raut wajah heran.
"Jangan panggil aku Tuan Putri, kita diluar Istana. Kau bisa memanggilku Clara."
Kini raut wajah Sana makin terlihat bingung, "Maaf? A-Aku tidak bisa melakukannya Tuan—"
"Ini perintah!" tegas Clara yang tidak mau mendengarkan.
"Kenapa kau selalu membuatku dalam posisi yang sulit Tu- Clara!" protes Sana.
"Nah! Itu terdengar lebih baik!" ucap Clara kegirangan.
Clara menarik lengan Sana, "Ayo sekarang kita pergi ke Pasar!"
Mau tak mau Sana menuruti perintah Tuannya itu, memanggil nama Tuan Putri tanpa embel-embel gelar kehormatan saja sudah bisa mendapat hukuman berat. Saat ini ia harus memanggil Tuannya tanpa gelar kehormatan Putri ditambah lagi ia membawa sang Putri keluar dari Istana. Entah apa nyawanya bisa selamat setelah pulang nanti. Yang pasti Nyonya Winston akan mendisiplinkannya dengan berat.
Kini mereka berdua terlihat asyik menelusuri pasar dan melihat berbagai macam dagangan yang dijual disana. Clara sangat menikmati petualangan kecilnya itu. Sana lengah, ia membiarkan Clara hilang dari pandangannya. Gawat! Dia bisa mati jika Tuan Putri benar benar menghilang.
"Tuan Putri!?? Clara kau dimana??" teriak Sana mencari Clara kesana kemari.
Sementara itu Clara masih asik melihat lihat pasar sampai saat ia tersadar bahwa ia dan Sana kini terpisah.
"Eh? Sana? Kau dimana? Sana ??"
Clara melihat sekeliling namun ia tidak menemukan Sana diantara riuhnya suasana pasar.
Tiba-tiba kupu-kupu berwarna biru dengan kerlingan disayapnya terbang dihadapan Clara dan membuat perhatiannya teralihkan.
Ia mengikuti kemana kupu-kupu itu pergi, kupu-kupu itu masuk kedalam hutan kemudian Clara mengikutinya. Aneh rasanya seperti dihipnotis dan membuatnya terkesima akan keindahan kupu-kupu itu. Semakin lama Clara memasuki hutan yang dalam dan lebat. Tibalah Clara dipinggir danau yang airnya sangat jernih dan terlihat sangat asri dengan banyak pepohonan dan bunga bunga yang tumbuh dipinggiran danau tersebut.
"Dimana aku? Kenapa aku bisa ada disini?" ucap Clara terheran-heran.
"Ada danau diKengah hutan?" ia masih kebingungan dengan apa yang terjadi.
Daripada memikirkannya terus Clara lebih suka mulai bertindak, ia berjalan menelusuri sekitar. Memang tempat itu sangatlah indah, nyaman, dan juga sejuk. Jauh dari hiruk pikuk desa, pikirnya saat itu ia telah menemukan tempat persembunyian yang ideal. Ia masih menelusuri pinggiran danau dan sesekali menyentuh air danau yang amat dingin namun menyejukan sampai saat perhatiannya teralihkan pada sesosok pria yang terlihat tengah tertidur dibawah pohon.
Tak ada rasa takut ataupun khawatir, yang ada dibenaknya hanyalah rasa penasaran. Karena memang seperti itulah sifatnya. Clara mendekati pria yang Kengah tertidur pulas itu untuk melihat wajahnya dari dekat. Kini Clara sudah berada disamping pria tersebut.
Ia berjongkok dan memandangi wajah pria yang tengah tertidur pulas dengan wajah yang rupawan, rupanya pria itu adalah Jeff. Selepas berlatih Jeff selalu beristirahat dipinggir danau yang ada ditengah hutan dan sudah menjadi kebiasaannya untuk tidur siang disana.
"Pria? Ia terlihat muda, apa mungkin seumuran denganku?" ucap Clara didalam hati.
Clara mendekatkan lagi wajahnya untuk melihat wajah Jeff lebih dekat, ia memandangi setiap inchi wajah Jeff. Mata, bentuk hidung, alis, dan bibirnya yang sexy tak luput dari pengamatannya.
Kini semburat merah muda muncul dan menghiasi pipinya Clara yang putih seperti salju, detak jantungnya kini mulai tak karuan. Ba-thump! Ba-thump! Ba-thump! Ia dapat mendengar detak jantungnya sendiri.
Clara memberanikan diri untuk menyentuh wajah Jeff, ia mendekatkan tangannya dan hendak menyentuh namun belum sempat Clara menyentuh wajahnya Jeff membuka matanya dan dengan sigap menarik tangan Clara kemudian bertukar posisi. Kini Jeff berada diatas dan Clara berada dibawah Jeff.
Clara terkejut bukan main, ia masih terlihat shock karena kini pria dengan sorot mata yang tajam itu tengah menatapnya dalam, sangat menakutkan namun sangat mendebarkan disaat yang bersamaan. Jantungnya tidak berhenti berdetak. Lagipula posisi apa ini? Sangat memalukan pikirnya.
"K-kau siapa? mau apa?" tanya Clara sambil mengalihkan pandangannya.
"Harusnya aku yang bertanya seperti itu." Balas Jeff.
Kini Clara memalingkan wajahnya, ia sangat malu jika harus menatap wajah Jeff. Jeff mengeluarkan sedikit aura Hirarki Vampire miliknya yang dapat membuat Vampire dengan kasta dibawahnya atau manusia merasa terintimidasi dan menuruti perintahnya.
"Tatap aku! Aku sedang berbicara." Ucap Jeff dengan tegas.
Seperti disihir Clara kini sudah menatap Jeff seperti yang ia perintahkan, Clara tidak bisa memalingkan wajahnya karena terlalu takut. Pandangannya terpaku menatap mata Hazel yang indah dan tegas milik Jeff, Clara benar-benar merasa malu dan juga takut saat ini.
"Jawab aku dengan jujur! Kau siapa? Apa maumu?" tanya Jeff tegas.
"Aku..Aku Clara Alexandra Marie dari Edinburgh, Aku tersesat karena mengikuti Kupu-kupu lalu aku menemukanmu Kengah berbaring dan aku penasaran, aku ingin melihat wajah tampanmu lebih dekat." Clara dengan gamblang mengatakan itu.
Clara menatap Jeff yang kini terdiam menatapnya tanpa ekspresi apapun. Ia benar-benar malu bisa-bisanya ia kehilangan kontrol dan berkata seperti itu. Clara menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, wajahnya kini benar-benar merah dan terasa panas.
Sementara itu Jeff sedikit terkejut dengan sikap yang Clara tunjukan, wajar saja Jeff berpikir tidak ada wanita yang menyukainya. Karena yang ia pikirkan hanyalah memberantas Vampire. Sungguh bodoh, padahal selama ini banyak sekali gadis-gadis desa yang tergila-gila padanya. Proporsi tubuh yang ideal dan berotot, wajahnya yang tampan, kepribadiannya yang misterius. Wanita mana yang tidak akan tergoda olehnya.
Jeff memperhatikan wajah Clara yang cantik dan sikapnya yang manis, kini semburat merah muda muncul diujung telinganya. Namun Jeff tetap mencoba menyembunyikannya.
"Aku dapat mendengar detak Jantungmu dengan jelas." Celetuk Jeff sedikit berbisik.
Clara terkejut dengan apa yang baru saja Jeff katakan kemudian menatapnya, Jeff mendekatkan wajahnya kewajah Clara. Clara refleks menutup matanya.
"Kyaaaa! Apa yang akan kau lakukan???" teriak Clara.
To be Continued