Mobil mobil angkut barang berdatangan dan mulai masuk ke rumah kediaman Pramudya. Para pekerja bergotong royong mengangkut berbagai perabotan yang ada di dalam rumah tersebut.
"Pak Gilang, kardus kardus ini mau dibawa juga?" tanya seorang pekerja.
"Tidak usah, yang itu tinggalkan saja," jawab laki laki paruh baya tersebut. Gilang Pramudya, seorang usahawan menengah yang lumayan sukses jika dibandingkan dengan usahawan yang lainnya. Dia mengelola perusahaan furniture yang sudah ia kembangkan sejak masih muda. Kini dia bisa dibilang cukup bahagia, apalagi dia sudah memiliki seorang anak perempuan
"Dad, Ava pergi ke rumah baru duluan ya," ucap seorang gadis yang membawa ransel berwana coklat kayu. Dia mengambil sepeda yang terakhir tak jauh dari tempat ayahnya berdiri
"Okay, becareful sweetheart," ucap ayahnya yang masih membantu para pekerja mengangkat barang. Ava
menaiki sepedanya dan langsung mengayuhnya keluar dari rumah itu.
Namanya Avallysta Alandra Pramudya, kerap disapa Ava. Anak 'yang menjadi tunggal' dari keluarga kecil Pramudya. Dia memiliki kakak perempuan, tapi kakaknya itu meninggal ketika usia Ava 10 tahun. Ibunya sendiri meninggal ketika Ava di lahirkan. Sehingga sekarang, hanya tersisa Ava dan Ayahnya.
Sekarang ini ia berusia 18 tahun dan menjadi salah satu siswi di SMA Cakra Alam.
Ayahnya memutuskan untuk pindah rumah ke tempat yang sedikit lebih dekat dengan jalan pintas menuju kantornya. Ava sama sekali tak masalah dengan hal itu karena:
1. Jarak antara rumah lama dan rumah barunya hanya sekitar 2 km
2. Rumah barunya itu hanya berjarak 2 blok dengan rumah sahabat karibnya, Jessica.
Jadi, bisa dibilang Ava cukup senang dengan keputusan ayahnya ini.
Gadis dengan rambut bergelombang itu memarkirkan sepedanya ke dalam pekarangan rumah barunya. Tampak beberapa pekerja yang sudah sampai duluan dan mulai memindahkan barang. Ava turun dari sepedanya dan memasuki rumah tersebut.
Rumah itu memiliki 2 lantai dan terdiri dari 4 kamar tidur dan 2 kamar mandi. Meski Ava hanya tinggal berdua dengan ayahnya, ayahnya memang sengaja memilih rumah dengan 4 kamar untuk menaruh beberapa barang, atau untuk teman Ava menginap nantinya.
Ava segera naik ke lantai 2. Dia memasuki kamar tidur dengan pintu berwarna abu-abu. Kamar itu tentu saja masih kosong dan berdebu. Karena ingin segera menempati kamar tersebut, Ava menaruh ranselnya di pojok kamar dan mulai menyapu ruangan tersebut.
Setelah selesai menyapu, beberapa pekerja datang dari lantai bawah sambil membawa tempat tidur. Atas suruhan Ava, mereka menempatkan tempat tidur tersebut di dalam kamar Ava, tepat di sebelah jendela.
Dia mulai merebahkan badannya ke kasur yang belum dilapisi seprei itu. Ava tersenyum kecil membayangkan bagaimana dia bisa pulang sekolah bersama-sama dengan Jessica.
Sesaat setelah itu, dia lalu mengambil ponsel yang ada di dalam ranselnya. Ava lalu mengirimkan pesan kepada Jessica untuk mengabarkan bahwa dia sudah di rumah barunya.
[14.25]
Jessica! Ke rumah baru ku dong, udh nyampe nih
Tak sampai 1 menit, balasan dari Jessica langsung muncul.
[14.25]
Cepet banget
[14.25]
Hooh, Ava kan orangnya gercep ;>
[14.26]
mampir ke sini dong elah, gada temen nih
[14.26]
Oke oke gw otw kesana
Setelah mendapat balasan sedemikian rupa oleh Jessica, Ava lalu meletakkan ponsel miliknya di kasur dan berencana untuk rebahan lagi. Namun, suara notifikasi dari ponselnya membuat ia kembali membuka ponsel tersebut.
Ada pesan dari Rey, pacarnya.
[14.26]
Kamu udh beres pindahannya? Butuh aku bantu g?
Rey menembak Ava pada saat kelas 2 SMA. Sebenarnya sudah banyak laki-laki yang menembak Ava namun dia selalu menolaknya dengan satu alasan; tak berani memulai komitmen. Dia menerima pernyataan cinta dari Rey karena dia sempat menyukai Rey ketika kelas 1 SMA.
Ava berpikir akan sangat disayangkan bila dia tidak bersama dengan Rey. Meskipun perasaannya sudah berubah, hati Ava tetap memaksa untuk menerima dan berusaha memupuk cinta diantara dirinya dengan Rey. Tetapi tetap saja, itu sulit.
[14.28]
Ga perlu kok, makasih
Dia akhirnya merebahkan dirinya di kasur, dan menghela napas panjang.
Dia berharap tak ada yang mengacaukan hidup nyaris bahagianya ini, setidaknya untuk sekarang
****
KRING KRING
"Va, ke kantin yuk," ucap Jessica kepada Ava yang sedang menulis catatan yang ada di papan tulis. "Bentar, dikit lagi beres.." balas Ava sambil terus menulis. "Kalau mau, bareng Lio aja tuh," tambah Ava memberikan usul.
"Iih gamauuu. Tau gak? Akhir akhir ini Lionard jadi bau badan tau," kata Jessica menepis usulan Ava. "Lah, terus kenapa sih?" tanya Ava tanpa memalingkan kedua matanya dari buku catatannya.
"Ntar gua ikut bau badan gimanaa?? Ayo ih ke kantin temenin.." kata Jessica memelas. Ava tertawa kecil.
Lionard tiba-tiba datang dari belakang Jessica. "Jes, ke kantin yuk, bareng gua," kata Lionard sambil menepuk pundak Jessica.
"Panjang umur lu, baru diomongin dah dateng," kata Ava tak sanggup menahan senyumannya. "Lah, ini emangnya pada ngegibahin gua?" tanya Lionard sambil memasang muka kaget.
"Engga beb, engga. Yuk, ke kantin!" kata Jessica menarik tangan Lionard. "Ava! Nyusul ya ntar!" kata Jessica di ambang pintu kelas. "Iya iya!" kata Ava sambil terus menyelesaikan catatannya.
5 menit kemudian, dia selesai menyelesaikan catatannya. Tadinya ia ingin segera menyusul Jessica ke kantin, namun tiba tiba dia kebelet buang air kecil sehingga banting setir ke toilet.
Dia masuk ke salah satu bilik kamar mandi perempuan. Beberapa saat setelah ia masuk, ada sekumpulan cewek-cewek yang masuk untuk bercermin. Meski Ava berada di dalam bilik toilet, dia bisa mengetahuinya karena suara kumpulan cewek-cewek itu sangat ramai. Pembicaraan mereka seputar pinjam meminjam alat make-up.
"Eh gimana tuh perkembangan lu mau deketin Lionard?"
Ava yang tadinya ingin keluar dari bilik toilet, langsung mengurungkan niatnya. Dia memutuskan untuk.tetap berada di dalam situ untuk menguping pembicaraan cewek-cewek tersebut.
"Gada perkembangan. Dia nempel mulu sama pacarnya, si Jessica."
Api amarah Ava sudah mulai muncul, tapi dia tetap berusaha untuk mendengar kata-kata mereka selanjutnya.
"Lagian si Lionard itu buta apa gimana sih, gue bingung loh. Bisa-bisanya dia jadian sama cewek kayak Jessica, sampah banget seleranya," celetuk salah seorang yang lain.
"Makanya gua tuh ntar pulsek pengen banget kasih pelajaran ke si Jessica. Gua pen hajar tuh orang habis habisan, biar dia sadar kalau dia tuh ga pantes buat Lionard."
Kesabaran Ava sudah habis sampai disitu. Dia mendobrak pintu bilik kamar mandinya yang membuat cewek-cewek tersebut terkejut bukan main. Ava mengambil semprotan air yang berada di samping toilet, dan menyemprotkan air ke arah mereka.
"Lu gila ya, hah?!" kata cewek dengan suara yang sama dengan yang berencana ingin menghajar Jessica tadi.
"Iya gua gila, kenapa?!" balas Ava dengan suara yang lebih keras. Cewek tersebut langsung mendekati Ava untuk menjambak rambutnya. Namun sedetik sebelum tangannya mengenai rambut Ava, Ava sudah memegangi tangannya dan memutar tangan tersebut hingga cewek itu meringis kesakitan.
Ava mendorong cewek itu ke lantai. "Ups, maaf, sakit yah?" tanya Ava dengan nada sarkas. Teman-temannya hanya melihat pemimpinnya yang tergeletak basah kuyup di lantai, tanpa berani bergerak sedikitpun. Ava lalu duduk di atas meja sebelah wastafel sambil memandangi mereka semua.
"Dengerin gua!" teriak Ava sambil menepuk nepuk dinding toilet. "Kalau kalian mau menghajar Jessica, atau siapapun di sekolah ini, coba pikir 2 kali, punya otak kaga?" tanya Ava sambil mengetuk-ngetuk telunjuknya di kepalanya. Dia lalu mencuci kedua tangannya di wastafel.
"Lu kok ikut campur banget sih an-" sebelum salah satu teman cewek itu melanjutkan kata-katanya, Ava menyiramkan air yang ada di tangannya ke wajah cewek itu, dan melunturkan make-up nya seketika.
"Apa-apaan sih!" kata cewek itu mengutuki Ava dalam hati.
Ava memandang ke langit-langit, lalu pergi dengan santainya dari toilet tersebut seolah tidak terjadi apa-apa. Dia bisa mendengar suara cewek yang tersungkur di lantai menyerukan kekesalannya terhadap dirinya. Ava tersenyum puas mendengarnya.
Jessica yang sedari tadi mencari Ava, begitu melihat Ava dia langsung menghampirinya. "Lu kemana aja? Lama banget nyatet catetan doang," tanya Jessica tak mengerti. "Ga kemana-mana, cuma ada sedikit urusan di toilet. Yuk, makan," balas Ava sambil berjalan ke kantin, meninggalkan Jessica yang memiringkan kepalanya bingung.
Jessica merupakan sahabat Ava sejak kelas 1 SMP. Mereka bisa menjadi teman baik itu ada alasan tersendiri. Dulu, meski Ava sangat ditakuti karena dia jago berkelahi. Meski begitu, Ava merupakan anak yang penyendiri dan tak punya teman. Itu jika dikarenakan fisiknya yang gemuk dan banyak luka di sekujur tubuhnya. Semua orang takut kepada Ava dengan menganggap Ava adalah monster. Dan jika Ava boleh jujur, ia sangat tertekan akan hal itu.
Ava sempat depresi karena semua orang menjauhinya dan tidak ingin berteman dengannya. Seolah ia ingin memutar ulang waktu dan menghapus semua hal yang pernah ia lakukan, dan memberikan kesan baik kepada semua orang.
Jessica saat itu tidak satu sekolah dengan Ava. Ava mengenalnya saat mereka berdua bertemu pertama kali di toko buku. Jessica tak takut sama sekali dengan Ava. Ia bahkan menemani Ava selama masa-masa sulitnya.
Jessica menjadi dekat dan sangat baik kepada Ava. Dia sering memberi hadiah-hadiah yang bagus kepada Ava. Sepertinya contohnya tas ransel coklat yang dipakai Ava, itu merupakan pemberian dari Jessica. Ava juga membantu Jessica untuk belajar dan meningkatkan nilainya. Sejak saat itu, mereka menjadi sangat dekat seperti seorang saudara. Dan ya, Ava juga menjadi lebih protektif kepada Jessica.
"Avaaa.." Rey mendatangi Ava yang sedang makan mie ayam di meja kantin. Dia membawa sekuntum bunga mawar merah, tanpa alasan yang jelas. Hari ini bukan valentine, atau white day, atau ulang tahun siapapun.
Semua orang memandangi Ava dan Rey. Dan jika Ava boleh berterus terang, dia sebenarnya tidak terlalu nyaman dengan apa yang diberi oleh Rey. Berbeda dengan Jessica yang memberi hadiah secara 4 mata, Rey selalu memberikan hadiah terang-terangan dihadapan semua orang, sambil berlutut. Seperti apa yang dia lakukan saat ini.
"Ciee.. Makin sweet aja kalian," ucap Lionard untuk membuat Ava kesal. Beberapa orang yang melihat hal itu juga berbisik-bisik seolah mereka mempunyai topik gosip terbaru.
Dengan cepat, Ava langsung mengambil bunga mawar itu dan mengajak Rey untuk duduk di kursi di sebelahnya. Rey mulai memegang tangan Ava, dan membuat gadis itu merasa tidak nyaman. Dia lalu melepas tangannya dari tangan Rry
Oke, Ava harus mengakui bahwa jauh di dalam lubuk hatinya, dia seharusnya tak memulai hubungan dengan Rey. Itu adalah keputusan yang paling buruk yang ia pernah lakukan. Pasalnya, Rey selalu bersikap 'terlalu manis' dan justru akan terkesan menggelikan bagi siapapun yang melihatnya. Dia sering pamer akan hubungannya dengan Ava. Padahal sejak awal Ava sudah mengatakan bahwa dia tak ingin hubungannnya dengan Rey diperlihatkan ke semua orang.
Rey juga sangat posesif dan membuat Ava sangat jengkel. Ava adalah tipe cewek yang lebih dekat dengan cowok daripada cewek lainnya (kecuali Jessica). Rey selalu menghalangi saat Ava mengobrol dengan cowok lain bahkan dalam urusan pelajaran.
Gadis itu memutar bola matanya kesal jika memikirkan apa-apa saja yang membuat dia 'ilfeel' dengan Rey.
"Buka mulutmu," Rey mulai bertingkah, dia mau menyuapi Ava dengan makanan yang sedang ia makan.
"Cukup."
Ava mengatakan 1 kata itu, dengan tegas dan penuh penekanan sambil menatap Rey tajam. 1 kata itu mampu membuat Rey bergidik dan menaruh kembali sendoknya. Seolah-olah Rey tahu kalau itu sudah menjadi 'lampu merah' baginya.
Begitu makanannya habis, Ava segera meninggalkan kantin dan masuk kembali ke dalam kelas. Dia menghela napas kasar dan duduk di tempat duduknya. Ava lalu mengeluarkan buku mata pelajaran berikutnya sambil menunggu bel istirahat selesai berbunyi.
*****