Sore hari, Tian berjalan pulang setelah Les.
Benar-benar hari yang berat baginya.
Tapi untungnya si Brian membantunya saat piket.
Ia belum pernah bertemu orang seperti Brian. Baik, ramah dan suka membantu. Siapa yang tidak akan suka padanya?
Ditambah lagi dia punya wajah yang tampan, hal itu membuat semua murid cowok iri.
Termasuk Tian.
Tak terasa Tian sudah sampai di depan rumah. Rumahnya tidak mewah, namun cukup besar dan nyaman.
Lalu kenapa teman-temannya selalu menyebut dia miskin? Itu karena sekolah tempat Tian adalah sekolah Swasta dan banyak anak-anak orang kaya disana. Tian bisa sekolah disana karena biaya siswa.
(🥒)"Huh... rasanya aku tidak amu masuk kedalam" keluh Tian.
Clek
Tian membuka pintu dan masuk. Di ruanga tengah ada ayah, ibu dan kakak laki-lakinya. Mereka sedang duduk di sofa ruang tamu.
Ayah Tian yang tadinya sibuk membaca koran menoleh kearah Tian.
(🥬)"Kenapa baru pulang, kemana saja kamu?" Tanya ayah Tian.
(🥒)"Aku baru pulang les, ayah. Tadi gurunya lesnya terlambat datang, jadi waktu belajar di perpanjang"
Itulah yang menjadi penyambut atas kepulangannya kerumah.
Tidak ada sapaan atau salam hangat dari orang-orang di rumah.
(🥦)"Jangan banyak alasan, Cepat masuk kekamar dan kerjakan tugas sekolahmu" perintah ibu Tian.
(🥙)"Ibu, dia baru saja pulang. Setidaknya biarkan dia istirahat dulu"
Ucap kakak Tian berusaha menengahi.
(🥦)"Astaga, kamu itu terlalu baik keadikmu~"
(🥒)"Dasar cari muka" kata Tian dalam hati.
Tian langsung pergi meninggalkan mereka tanpa sepatah kata pun.
(🥦)"Dasar tidak sopan!"
(🥙)"Sudahlah, Bu. Biarkan saja. Mungkin dia lelah"
.
.
.
.
.
Di kamar__
(🥒)"Cih, dasar tukang cari muka. Sok-sokan baik padahal cuman cari perhatian" Kesel Tian.
Dia tidak suka dengan kakaknya yang sok baik di depan kedua orangtuanya.
Ditambah lagi mereka sering di bandingkan. Entah itu tentang prestasi atau nilai mereka.
Kakaknya sudah berkuliah di jurusan kedokteran. Sedangkan Tian hanya anak SMA umur 17, bagaimana bisa orang tuanya membandingkan dirinya sendiri kakaknya yang lebih tua.
Tian berjalan ke arah kasur dan merebahkan dirinya.
(🥒)"Hah...coba saja aku punya wajah tampan seperti Brian, mungkin aku tidak akan diperlakukan buruk oleh keluarga dan teman-teman sekelas ku"
Tok Tok
Tian mendengar pintu diketuk, ia bangun dari kasur dan membuka pintu.
(🥙)"Tian"
(🥒)"Mau apa kau?"tanya Tian dengan nada dingin.
(🥙)"Haha, santai saja aku disini bukan untuk mengganggumu. Aku hanya ingin bilang kalau eskpresi wajahmu tadi itu sangat tidak enak untuk dipandang. Seharusnya kau tidak usah pulang agar aku dan ayah bisa mengobrol dengan tenang"
(🥒)"Lalu aku harus peduli gitu? Bastard"
(Bastard: Bajingan)
(🥙)"Ya ampun. Kalau ayah dan ibu tau kamu ngomong kasar pasti mereka akan sangat marah"
(🥒)"Pergilah, aku muak melihat wajah sok perhatianmu itu"
(🥙)"Baiklah, Sampai jumpa adikku ;-)"
Kakak Tian pergi meninggalkan Tian.
Tian menghela nafas.
(🥒)"Kenapa aku bisa punya kakak seperti itu sih?! Kuharap dia mati saja!"
.
.
.
.
.
.
Esok harinya__
Di jam istirahat, semua murid pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka yang lapar.
Semua kecuali Tian. Ia lebih memilih membawa bekal daripada menjadi objek hinaan di kantin nanti.
Si Brian yang baru dari kantin melihat Tian makan sendirian di mejanya. Ia merasa sedih karena tidak ada yang mau dekat dengan Tian.
Brian mendekati Tian sambil membawa dua kotak bento dan 2 kotak susu. Ia mengambil kuris lalu duduk di depan meja Tian.
(🍋)"Tian, kenapa kamu makan sendirian di kelas? Nggak ke kantin?"
(🥒)"Paling juga nanti aku malah di dikatain disana"
(🍋)"Makan bareng yuk! Aku bawa dua bento dan dua susu. Kalau kamu makan bekalmu yang sedikit itu kamu nggak akan kenyang"
(🥒)"Justru aku mau diet"
(🍋)"Jangan diet sekarang, besok aja. Nanggung, aku udah bawain makanan untukmu"
(🥒)"Ya udah deh"
(🍋)"Yeeeee!!😆"
Brian senang akhirnya Tian mau makan makanan yang ia bawa.
Mereka makan bersama di dalam kelas. Terkadang Brian jahil menaruh wortel yang dia tidak suka ke tempat makan Tian. Tentunya Tian tidak akan diam saja, ia juga membalas dengan menaruh seledri ke kotak bento Brian.
Gelak tawa menjadi pengisi waktu makan mereka berdua di kelas.
Belum pernah Tian merasakan rasa hangat seperti ini. Semua itu tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Namun yang Tian tau sekarang dia tidak akan sendirian lagi.
.
.
.
.
.
.
Tak terasa satu semester telah berlalu. Kini hanya tinggal menuggu hasil nilai ujian.
Semua siswa-siswi sudah mengerumuni Mading kelas masing-masing. Disana sudah tertera nilai dan peringkat mereka.
Tian yang juga kebetulan ada disana
kesulitan untuk melihat peringkatnya karena sudah banyak yang mengerumuni Mading kelas. Ditambah lagi tingginya yang hanya hanya 160 tak sebanding dengan mereka.
(🍋)"Tian, biar aku saja yang melihat peringkat dan nilaimu"
(🥒)"Oke"
Brian mencari nama Tian di antara nama teman-teman yang lain hingga akhirnya ia berhasil menemukannya.
(🍋)"Woah! Tian, kamu peringkat kedua dengan nilai 90,34!"
(🥒)"Benarkah?! Itu mustahil!"
(🍋)"Itu benar, coba kamu liat sendiri"
Tian mendekat ke Mading. ternyata benar Tian mendapat peringkat 2 dengan nilai 90,34.
(🥒)"Ini benar-benar gila! Bagaimana mungkin?!"
(🍋)"Apa kau lupa? Selama satu semester ini kan kita selalu belajar bersama karena nilaimu kurang. Kamu bisa peringkat karena kerja kerasmu selama ini 😄"
Selama satu semester, mereka sering menghabiskan waktu bersama.
Ada waktu dimana Tian mendapat teguran dari guru karena nilainya yang menurun. Jika itu terus terjadi Biaya siswa Tian akan ditarik dan digantikan dengan orang lain.
Akhirnya Brian memutuskan untuk mengajak Tian untuk belajar bersama dan juga mengajarinya.
(🥒)"Aku tidak tau harus berkata apa, berterimakasih pun rasanya tidak cukup untuk membalas semua kebaikanmu"
(🍋)"Haha, kamu bicara apa sih? Kita kan teman. Sudah seharusnya sesama teman itu saling membantu 😁"
(🥒)"Iya iya hehe. Oh iya, siapa yang mendapat peringkat 1?"
(🍋)"Ah..i..itu"
"WOW!! Lihat si Brian mendapat peringkat 1!!" Salah satu teman sekelas berteriak heboh.
"Wah padahal dia muri baru, hebat juga dia"
"Padahal materi di Amerika sama Indonesia kan beda. Kok bisa ya dia cepat mempelajari materi yang berbeda dalam satu semester?"
"Kukira dia cuman tampan, tapi ternyata juga pintar"
"Gila, ni anak kesambet apa sampai bisa peringkat 1?"
"Hei Brian! ternyata kau hebat juga ya!"
(🍋)"Makasih 😅"
(🥒)"kamu yang mendapat peringkat 1?! Kau tau itu luar biasa! Kenapa tidak bilang padaku tadi"
(🍋)"Aku malu, padahal aku mau kau tau sendiri nantinya"
(🥒)"Jangan begitu kita kan teman"
Tian kembali melihat ke arah Mading, ia matanya langsung terbelalak melihat nilai ujian Brian.
Ia kira Brian hanya peringkat 1 di kelas, tapi ternyata dia juga peringkat 1 dalam nilai.
Nilai yang ia dapatkan adalah 99,99. Nilai yang nyaris sempurna dan menjadikannya peringkat 1 disekolah.
Entah kenapa Tian tiba-tiba merasa kesal, padahal yang mendapat peringkat 1 adalah temannya sendiri. Kenapa dia merasa tidak menyukainya?
(🍋)"Tian, kau tidak apa-apa?"
Tian tersadar dari lamunannya.
(🥒)"Aku tidak apa-apa kok, ayo kembali kekelas"
(🍋)"Ayo"
Tian dan Brian kembali kekelas, siswa-siswi yang masih didekat Mading menatap kepergian mereka.
"Aneh, kok Brian mau ya temenan sama babi?"
"Iya, dan anehnya lagi pas kita yang dekatin Brian dia malah nolak"
"Aku curiga kalau si Brian di paksa si babi buat ngasih contekan saat ujian semester kemarin"
"Betul, apalagi nggak mungkin si babi
bisa dapat peringkat 2"
.
.
.
.
.
.
.
Di rumah Tian___
Keluarga Tian sadang menikmati makan malam mereka. Tian melamun sambil memainkan makanannya dengan sendok.
(🥬)"Ehem, Ayah dengar kamu mendapat peringkat 2 dikelas"tanya ayah Tian memulai pembicaraan.
(🥒)"Iya"
(🥬)"Padahal tinggal satu tingkat lagi untuk menjadi peringkat 1, apa kamu tidak bisa?"
(🥒)"Ayah, aku sudah berusaha keras dan memang seperti itu hasilnya. Lagian yang peringkat 1 nilainya nyaris sempurna. Mana mungkin aku bisa menandinginya" balas Tian dengan kesel, jujur ia mulai jengah dengan pertanyaan seperti itu.
(🥬)"jangan banyak alasan, semester ke dua kamu harus bisa menjadi peringkat 1 atau handphonemu ayah sita"
(🥒)"Ayah, kenapa seperti itu padaku?! Apa hanya karena aku peringkat 2? Padahal saat aku belum bisa meraih peringkat ayah tidak pernah perduli apapun tentang ku?!"
(🥙)"ayah, dia kan sudah berusaha"
(🥒)"Bisa diam nggak sih?! Dasar tukang cari muka!"
(🥬)"Tian! Jangan berbicara seperti itu kekakmu!" Bentaknya .
(🥒)"aku mau pergi saja!"
Tian Berdiri dan meninggalkan ruang makan. Ia masuk kekamar untuk mengambil jaket. lalu pergi keluar dari rumah tanpa memperdulikan pangglian ayahnya.
Ia butuh udara segar untuk menghilangkan stres.
(🥒)"Kenapa ayah tidak pernah menghargai kerja kerasku?! Memangnya kenapa kalau aku peringkat 2, salah? Bukannya mendapat pujian aku malah di marahi. Aku sakit atau di bully pun dia tidak pernah menanyakannya..... kenapa hidupku seperti ini?"
Beberapa menit berjalan Tian menghentikan langkahnya. dia tidak tahu sudah berapa jauh ia dari rumah.
Rasanya ia ingin mati dan pergi dari dunia ini. Tapi di satu sisi ia takut untuk menghadapi kematian.
Setetes air mata jatuh dari mata kirinya.
Ia lelah dengan keadaan yang mengharuskan dirinya hidup di tengah cemoohan orang-orang dan kritikan yang datang tanpa henti.
Tian ingin seperti Brian. Pintar dan tampan. Banyak yang ingin berteman dengan dia, tapi kenapa Brian dengan mudahnya menolak mereka dan lebih memilih berteman dengan pecundang seperti dirinya.
Apa anak itu tidak tau seberapa beruntungnya dia?
(🥒)"Apa jangan-jangan dia sengaja dekat denganku agar yang lain membandingkan aku dengan dia?"
Tian mulai berfikir negatif tentang Brian. Semenjak ia berteman dengan Brian ia memang tidak pernah dibully lagi. Tapi semenjak itu pula orang-orang selalu membandingkan mereka berdua saat berjalan bersama.
"Lihat tuh, kontras banget ya"
"Ada pangeran dan peliharaannya lagi lewat hihi"
"Ganteng-ganteng kok mau sih jalan bareng babi 😜 "
Deg
Komentar orang-orang terhadap Tian berputar-putar di kepalanya.
(🥒)"Dasar bren*s*k! Kukira dia orang yang baik, ternyata dia di sengaja dekat denganku agar orang-orang bisa memuji dia dan menghinaku?!" Terbaik Tian marah.
(🎭)"Hei, nak. Apa yang kau lakukan malam-malam begini di luar. Bukankah seharusnya kamu pulang dan menikmati makan malam dengan keluargamu?"
Seseorang muncul di belakang Tian entah dari mana. Tian berbalik dan melihat orang itu.
(🥒)"Siapa kau? Jangan ikut campur dalam urusanku!"
(🎭)"Bicara seperti itu kepada yang lebih tua tidak sopan tau. Apa kau sedang sedih karena seseorang?"
(🥒)"Tidak ada hubungannya denganmu. Lebih baik pergi sana!"
(🎭)"Apa kau tidak lelah selalu dibanding-bandingkan? Apa kau tidak marah kepada orang tuamu yang selalu memuji kakakmu? Apa kau ingin kebahagiaan? Aku bisa memberikan apapun yang kau inginkan Tian"
(🥒)"Tunggu...apa? Darimana kau tau namaku?"
(🎭)"Itu rahasia, dan yang paling penting sekarang adalah apa kau ingin hidup bahagia atau hidup seperti pecundang selamanya?"
(🥒)"A..aku"
(🎭)"Kau ingin bahagia kan? datanglah ke tokoku besok. maka aku akan memberikan kebahagiaan itu kepadamu"
(🥒)"apapun itu?"
(🎭)"Ya, tentu saja" jawab orang itu dengan yakin.
Tian tidak tau harus percaya pada orang ini atau tidak. Tapi ada sesuatu yang mendorongnya untuk percaya pada orang yang ada dihadapannya saat ini.
(🥒)"Aku akan memikirkannya dulu, jika aku sudah yakin dengan pilihanku. Aku akan datang"
.
.
.
.
Bersambung