Seperti halnya kamu rembulan malam yang kini bersinar. Rasa itu semakin mengalir dalam derasnya aliran darahku. "Kenapa sang waktu nggak pernah berpihak kepadaku?" tanya hatiku. "Kenapa kamu layaknya sebuah pelangi yang datang dan pergi? Bahkan kebodohan ini kenapa harus terasa sangat akut sekali?" pikirku.
Ku pejamkan kedua mata ini. Sebuah harapan ini memberikan kata semoga kau bisa mendengarkan hatiku, tapi mungkinkah kau mendengarkannya. Atau tidak akan pernah sama sekali? pikirku.
"Aku menolak perjodohan ini, Bun," ujarku menatap sengit gadis itu.
"Barra, ini semua sebuah amanah."
"Enggak, Bun. Aku nggak bisa melakukan semua ini."
"Kenapa kamu melakukan semua itu?" tanya bunda kepadaku.
"Aku nggak bisa melakukan semua ini, Bun! Karena sebuah hubungan tanpa cinta akan terasa hambar," tolakku menatap sengit dia.