Pov Lara
Aku duduk di sebuah sofa ruang tamu sambil melihat televisi acara favoritku. Namun mendadak bayangan tentang dia kembali melintas dalam imajinasiku.
Aku mulai mengingat sosok dia dalam isi kepalaku. Bahkan aku selalu tersenyum senyum ketika melihat dia. Mungkinkah aku telah jatuh cinta untuk yang pertama kalinya bersama dengan dia?
"Jangan!"
Aku mendengar suara teriakan dari Mita. Lalu aku langsung pergi menuju ke kamarnya untuk melihat kondisinya.
Mita duduk di sudut kamarku sambil menekuk dan memeluk kedua lututnya. Aku mulai menghampiri dia dan berusaha memeluknya.
"Mit, kamu kenapa?" tanyaku berulang kali. Tapi Mita malah dia dan membisu. Aku tidak sanggup melihat Mita dalam kondisi depresi.
Kemudian aku memberikan obat penenangnya agar kita bisa mengendalikan emosinya. "Kamu harus tenang."
Aku tidak tahu penyebabnya kenapa minta sangat histeris sekali apalagi jika bertemu dengan seorang pria. Wajahnya terlihat sangat ketakutan.
Mita langsung meminum obat yang telah diresepkan oleh Anya. Karena Mita membutuhkan obat penenang itu. Kemudian minta terlihat sangat tenang sekali lalu dia tertidur di ranjangnya setelah aku usai menuntunnya kembali.
Setiap malam Mita selalu saja berteriak ketakutan. Bahkan dia tidak bercerita apapun kepadaku walaupun aku terus mendesaknya agar menceritakan apa yang terjadi sebenarnya. Dia tetap bungkam.
Kemudian aku meminta Erlan untuk datang ke rumahku. Karena aku ingin sekali bercerita mengenai kondisi Mita yang sebenarnya. Rasanya Erlan harus segera untuk menyelidiki tentang trauma apa yang telah dialami oleh Mita saat ini.
Lima belas menit kemudian Erlan datang ke rumah. Lalu terdengar suara ketukan pintu dari luar pintu kontrakan.
"Apa yang terjadi sebenarnya dengan Mita?" Tanya Erlan kepadaku namun aku hanya menggelengkan kepalaku. Karena Mita masih belum menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kepada dia sejak malam itu.
"Kamu yakin dia tidak bercerita kepadamu? " tanya Erlan menatapku. Namun aku tetap menggelengkan kepalaku karena hingga sekarang Mita masih belum menceritakan, apa yang sebenarnya terjadi.
" kita harus membawa Mitha ke pisikiater karena tidak mungkin dia harus seperti ini terus." Erlan mencoba untuk mengusulkan permintaannya untuk segera membawa kita menuju pisikiater.
" Kapan kita akan membawanya ke sana? "Tanya aku menatap Erlan karena aku sendiri masih belum memiliki uang untuk biaya Mita berobat. Apalagi uangku hanya cukup untuk membayar kontrakan dan kebutuhan sehari-hari ku.
" Besok pagi saja kita akan berangkat kesana. Biar aku lah yang membayar seluruh kebutuhan dari Mita. "Kata Erlan menatapku. Lalu aku mengangguk mengiyakan.
*
Kesokan harinya aku membawa Mita menuju ke rumah sakit untuk berkonsultasi dengan dokter ahli jiwa. Karena aku tidak ingin minta terus-menerus menangis ataupun berteriak secara histeris.
Saat itu Erlan yang mengantarkan aku dan Mita menuju ke rumah sakit walaupun tanpa sepengetahuan Mita sama sekali.
Tatapan mata terlihat sangat kosong sekali. Bahkan Aku tidak tahu apa yang telah dipikirkan oleh Mita saat ini. Dia seperti seringkali melamun bahkan wajahnya terlihat tidak ceria.
Mobil telah sampai di depan lobby rumah sakit lalu aku mulai membawa Mita ke sana. Kemudian Mita terlihat memberontak karena tidak ingin ke rumah sakit. Dia mulai berlari namun Erlan mencoba untuk mencegahnya. Pemberontakan kecil yang dilakukan oleh Mita terlihat sangat jelas.
" Aku nggak mau ke sini! "Teriak Mita sekuat tenaga sambil ingin melepaskan dari mereka semua. Sementara aku berusaha untuk meyakinkan Mita karena aku tidak ingin minta terus-menerus terlihat sangat depresi dan histeris.
Erlan langsung menggendong Mita membawanya menuju ke dokter pisikiater. Dia tidak ingin melihat seseorang yang telah dia cintai kondisinya menjadi sangat buruk sekali. Dia melihat jika Mita membutuhkan pertolongan.
Erlan sudah membuat janji kepada dokter yang telah menangani Mita karena kebetulan dokter itu merupakan kenalan dari keluarga Erlan.
Kami bertiga langsung masuk ke dalamnya. Lalu mencoba untuk berkonsultasi mengenai kondisi dari Mita sebenarnya.
Dokter mulai memberikan penjelasan tentang kondisi yang dialami Mita adalah sebuah trauma. Lalu dokter mulai meresepkan dan menjadwalkan kembali konsultasinya. Sementara Mita terlihat tidak menyukai hal itu.
"Aku nggak gila! Kenapa kalian bawa aku ke sini? "Protes dari Mita. Dia berlinang air mata karena Mita merasa dirinya sudah hancur saat itu juga.
*
Syahid terlihat sedang melamun memikirkan sesuatu tentang dirinya di sebuah ruangan istirahatnya di rumah sakit. Dia merasa merindukan ibunya karena dia tidak pernah sama sekali bertemu dengan ibunya semenjak beberapa tahun yang lalu.
"Ibu!" Teriak Syahid untuk menghentikan ibunya pergi bersama dengan seorang pria yang membawa mobil mewah. Sementara dia harus ditinggalkan di sebuah Panti Asuhan oleh ibunya.
"Aku bukanlah ibumu! "Jelita berteriak sambil mendorong Syahid untuk menjauh darinya. Dia tidak ingin jika Syahid ikut dengannya. Namun Syahid sekuat tenaga untuk berlari tapi Miranda mencoba menahan Syahid.
Air Mata sakit jatuh seketika lalu dia melepaskan kacamatanya di meja. Dia merasa jika ibunya adalah keluarganya satu-satunya namun dia tidak tahu kenapa ibunya tidak mengakui dia sebagai anaknya lagi. Dia sangat kecewa namun dia tidak bisa untuk membenci ibunya yang telah membesarkan dia sejak bayi hingga berumur delapan tahun.
Selama beberapa tahun Syahid bertumbuh di Panti Asuhan, semenjak ibunya pergi meninggalkan dia di sana."Dimanakah ibu sekarang?" Syahid menggumam dalam hati kecilnya. Bahkan dia masih mengingat senyuman terindah dari ibunya dan genggaman erat dari ibunya ketika dia masih kecil. Dia sangat merindukan sosok ibu yang pernah menyayanginya sepenuh hati.
*
Erlan bertekad untuk mencari tahu penyebab dari Mita yang kini mengalami depresi sangat berat. Dia curiga dengan pemilik agensi tempat Mita bekerja. Dia langsung meminta beberapa anak buahnya menyelidiki agensi tempat Mita bekerja.
Beberapa orang suruhannya segera untuk menyelidiki agency tempat Mita bekerja. Lalu melaporkan sebuah kabar kepada Erlan.
" Baiklah kalau begitu kamu harus selidiki terus sampai menemukan jejak dari pelakunya! " Kata Erlan kepada salah satu anak buahnya lewat telepon.
Setelah itu Erlan mulai menutup teleponnya. Dia melihat jika Mita sangat ketakutan sekali bahkan sikapnya berbeda dari yang dulu. Dia tidak ingin jika Mita terus seperti orang depresi.
*
Aku mulai menatap Mita yang terlihat sangat ketakutan sekali. Karena semenjak malam itu kondisi Mita selalu memburuk dan berteriak histeris. Aku sangat khawatir sekali jika terjadi sesuatu kepada teman baikku. Lalu aku mencoba untuk menelepon agency tempat Mita bekerja dan meminta cuti. Lalu agensi tersebut memberikan cuti agar Mita beristirahat.
Aku membawa kembali Mita ke rumah sakit untuk berkonsultasi lagi ke pisikiater. Kemudian seorang psikiaternya mengatakan jika Mita mengalami sebuah pelecehan seksual yang dilakukan oleh pihak agensinya.
Sontak aku sangat kaget sekali ketika mendengarkan penjelasan dari seorang pisikiater yang menangani Mita. Aku langsung memeluk erat Mita lalu berkata, "Tenang saja kamu akan baik-baik saja." Kata aku sambil membisikkannya dengan nada yang sangat lirih.
Mita hanya mampu menangis sambil memelukku dengan erat lalu dia berkata dalam dirinya, "Aku kotor!" Katanya yang meneteskan air matanya perlahan-lahan.
Lalu seorang pisikiater mengatakan bahwa Mita harus melakukan visum agar bisa menuntut pelakunya ke jalur hukum. Kemudian aku langsung membawa Mita ke sebuah rumah sakit.
"Apa yang terjadi sebenarnya?" Tanya Sahid menatapku. Lalu aku mencoba untuk menjelaskan jika Mita mengalami pelecehan dan kekerasan seksual pada bagian organ intimnya. Kemudian Syahid sangat terkejut sekali mendengar kabar itu.
Kemudian Syahid membantuku untuk mengantar menuju ke sebuah ruangan khusus untuk visum. Hal itu ternyata benar jika Mita mengalami kekerasan dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh pemilik agensinya.
Aku langsung menelpon Erlan dan memberitahu kabar itu. Kemudian Erlan langsung menghampiri agency tempat kita bekerja. Dia meminta beberapa anak buahnya membantunya untuk menangkap pelakunya.
*
Agency model bulan sabit. Tempat di mana Mita bekerja. Kemudian Erlan datang ke sana dengan mengepalkan kedua tangannya bersama dengan beberapa anak buahnya.
" Di mana Bobby?!" seorang pegawai resepsionis terlihat sangat ketakutan sekali melihat ekspresi wajah dari Erlan." Sebaiknya kamu cepat panggil Bobby ke sini! Jika tidak maka akan aku acak-acak seluruh ruangan di sini! "
Seorang resepsionis itu terlihat sangat ketakutan sekali melihat wajah dari Erlan yang penuh dengan amarah.
Seorang resepsionis itu terlihat sangat ketakutan dan mencoba untuk menelpon ruangan dari Bobby. Namun sialnya tidak ada yang mengangkat.
"Kamu harus segera untuk menelpon dia! Jika tidak maka akan aku acak-acak seluruh ruangan ini! "Erlan terlihat sangat marah sekali di tempat tersebut.
Di dalam ruangan Bobby terlihat seperti pengecut. Dia tidak berani keluar sama sekali untuk menghadapi Erlan yang sedang terbakar. Dia meminta agar sekretaris dan resepsionisnya berbohong.
Erlan tahu jika resepsionis dan sekretaris itu berbohong lalu dia menerobos masuk ke ruangan milik Bobby. Seketika diam langsung menghantam wajah Bobby hingga memar dan berdarah di bagian ujungnya.
" lihat saja nanti aku pasti akan membunuhmu Jika kamu tidak menyerahkan dirimu kepada pihak wajib! " Erlan mengancam Bobi yang terlihat malam menyeringai dan mengejeknya.
"Kamu tidak mempunyai bukti yang cukup kuat dan kamu tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Percuma saja kamu terus bela-belain perempuan jalang itu! Kamu tahu apa jika perempuan jalang itu masih Suci! "Bobby meludah di hadapan Erlan yang terlihat semakin kesal.
Erlan berusaha untuk menahan amarahnya tante. Dia tahu jika Bobby adalah pria yang sangat licik.
Erlan langsung memukulinya hingga bibirnya berdarah kembali. Lalu dia pergi untuk menemui Mita dan mengantarkan Mita menuju ke kantor polisi agar memberikan sebuah penjelasan.
*
Pov Anya
Aku mulai merasakan jika hatiku tak bisa menghapus jejak dia. Bahkah aku merasa tercandu akan pesonanya. Aku sangat mencintainya dalam diamku yang tak bersua.
"Anya! Woe!"
Aku menoleh ke belakang melihat Dimas sambil tersenyum.
"Lagi ngelamunin apa sih kamu?"
"Bukan urusan kamu, Dimas!"
"Astaga! Biasa aja kali nggak usah ngegas!"
"Aku nggk ngegas cuman aku..."
"Ya, emang dasarnya kamu emang Ratu gas elpiji jadi aku nggak kaget sama sekali! "Dimas meledek sambil tertawa menatapku. Sehingga membuat aku kesal sekali. " percuma aja kamu mikirin seseorang yang tidak pernah mencintaimu. Itu sama aja kamu memikirkan sesuatu tapi kamunya hanya halu! " kekeh dari Dimas hingga membuatku kesal.
Aku memilih untuk masuk ke dalam rumah kosan karena aku terlalu malas meladeni Dimas yang mulutnya suka benar.
"Yah kabur! "Kata dia.
Aku tidak peduli sama sekali dengan Dimas yang terus saja meledek ku ketika aku memikirkan sosok pria impianku.
"Percuma kamu kejar dia tapi ujung-ujungnya kamu malah jatuhnya bosok! " teriak dari Dimas yang membuatku semakin kesal.
Cinta memang sangat aneh sekali bahkan kadang berlabuh ditempat yang salah. Aku hanya bisa untuk terdiam dalam suasana hatiku yang mencintai dia tanpa sebuah alasan.
Aku mulai melangkahkan kedua kakiku menuju ke kamar kosanku. Sementara Dimas masih berada di luar balkon kosan.
*
Haslan masih mengingat sebuah tentang kenangannya bersama dengan cinta pertamanya. Dia menatap sebuah langit yang begitu sangat cerah sekali. Senja terlihat sangat jingga hingga menampilkan sebuah senyuman tentang dia yang pernah dia cintai. Dia sangat merindukan sosok Lara dalam kehidupannya yang mampu membuat dia jatuh cinta untuk yang pertama kalinya.
Semua kenangan terbawa oleh arus waktu yang takkan pernah bisa diputar ulang. Namun penyesalan yang dirasakan oleh Haslan tidak akan pernah bisa untuk dilupakan sama sekali. Dia merasa dirinya bersalah ketika meninggalkan sosok perempuan terbaik dan terhebat seperti Lara Sarasvati.
Cinta bagaikan sebuah mawar merah yang merekah bahkan memiliki tangkai yang berduri. Ketika salah untuk mencabutnya maka akan terluka sendirinya bila tidak hati-hati. Hal itu yang telah dirasakan oleh Haslan.
Semuanya cukup untuk dikenang bahkan tidak akan pernah bisa untuk diulang kembali. Semuanya hanyalah sebatas yang takkan pernah bisa untuk kembali. Ruang dan mesin waktu itu tidak akan pernah bisa untuk berjalan mundur kembali.
Delapan tahun yang lalu adalah sebuah kisah klasik antara Haslan dengan Lara. Cinta itu memang membutakan setiap orang dan kadang cinta mampu untuk bisa berdiri dengan kedua kaki meskipun terasa berat.
Hari itu sedang hujan lebat hingga menyisakan antara Haslan dengan Lara di sebuah halte bus. Keduanya saling memandang satu sama lain ketika awal mereka bertemu. Senyuman Lara merobek hati Haslan seketika hingga menimbulkan sebuah kata jatuh dan cinta.
Kemudian mereka berdua saling untuk bertukar perasaan satu sama lain.
"Lara buruan naik! " Perintah dari Haslan meminta Lara untuk naik ke motornya.
Lara terlihat sangat lugu sekali bahkan kesederhanaannya mampu memikat hati dari seorang Hasan yang tidak pernah jatuh cinta sama sekali.
Perasaan mereka berdua saling bertumbuh satu sama dengan yang lain. Senyuman terlihat begitu sangat indah antara mereka berdua yang sedang berpadu kasih dan sayang.
"Pegangan ya! "Kata Haslan lalu menyalakan mesin motornya dengan sangat cepat.
Haslan dan Lara menikmati perjalanan menyusuri ujung kota Jakarta. Mereka berdua terlihat sangat serasi sekali.
Haslan dan Lara selalu saja menyempatkan diri untuk duduk di sebuah taman kota. Mereka berdua sekedar untuk menikmati sebuah senja sore. Kemudian mereka berdua saling mengobrol satu sama lain Bahkan mereka terbilang seperti sepasang merpati yang tidak bisa untuk dilepaskan.
Terdengar suara ketukan pintu dari luar ruangan kerja Haslan sehingga dia tersentak dalam lamunannya.
"Masuk!"
*