Tiup lilinnya tiup lilinnya tiup lilinnya sekarang juga sekarang juga...
Suara tepuk tangan dan teriakan memenuhi halaman belakang rumah Rose, hari ini ia genap berusia 17 tahun~sudah legal dia mulai hari ini. Membayangkan saja hati Rose berteriak kegirangan, ia perlahan menatap kerumunan orang yang merupakan para sahabat, kolega Marry, serta keluarga dekat Rose.
Marry mendekati putri semata wayangnya sesaat setelah Rose selesai meniup lilin yang berdiri kokoh mengelilingi kue bewarna merah dengan aksen mawar.
"Selamat yaa sayang, anak Ibu sudah besar ternyata" senyuman tersungging indah dibibir kedua nya.
"Terima kasih Ibu, aku sangat bahagia saat Ibu sengaja mengadakan pesta ini".
"Tentu Rose apa yang tidak untukmu.
Ohh... kesanalah sapa teman-temanmu mereka pasti menunggu kehadiran tuan putri Ibu ini". Rose terkekeh mendengar penuturan sang Ibu, namun juga menuruti permintaan Marry untuk bergabung bersama teman SMA nya yang datang hari ini.
"Ohh halooo" tatapan genit Rose ditujukan kepada segerombol wanita dengan jumlah yang tidak sedikit, seketika pusat perhatian mereka beralih kepada Rose yang malam ini tampak glamor dengan gaun midi-length berwarna pastel yang mempesona, tidak lupa flat shoes Melissa, Ultragirl Sweet Xiv Ad tipe round toe dengan warna serupa menyempurnakan penampilannya hari ini.
"Hai... tuan putri, girang banget dehh" Gita mendekati Rose dan memberinya pelukan hangat dan ucapan sweet seventeen secara langsung, disusul gadis-gadis berikutnya yang berjumlah 8 orang.
Sambil terkikik Rose menimpali ucapan Gita setelah selesai menyambut pelukan hangat dari para sahabat nya ini. "Iya dong udah legal ya gue ini, pastilah bahagia." Dengan pongah ia dongakkan dagu menghadap atas sambil bersedekap dada.
"Iya iya tau yang udah 17 tahun, tapi gue bingung kok itu kue ulang tahun lo mawar sih. Nama lo kan Rosemary?"
"Mb-mb toko kue nya gak tau rosemary, jadi karena tau nama gue Rose jadilah kue itu." Jawaban nyeleneh Rose membuat para sahabatnya memutar bola mata, sebenarnya mereka tau Rose kurang suka dengan namanya. Maka dari itu Rose akan marah jika ada yang memanggilnya dengan nama Rosemary.
"Ngomong aja kalau lo gak mau kue ulang tahunnya jadi kue tanaman herbal kan?" Celetuk Agnes sambil menyeringai sengaja menggoda pemilik acara ini.
Rose memicingkan mata menatap Agnes, dia sebal jika ada yang bilang namanya adalah tanaman herbal, aslinya sih emang benar tapi kan Rose gak suka. "Karna hari ini gue lagi bahagia, jadi lo, gue maafin". Balas Rose dengan mode wajah juteknya.
Bukannya merasa bersalah para gerombolan gadis itu tertawa kencang sesaat setelah berhasil membuat sang tuan putri merasa kesal.
*****
Badan Rose jatuh menimpa kasur, sepertinya tulang-tulang miliknya rontok setelah acara party selesai setengah jam yang lalu.
Dengan malas ia bergelung dibawah selimut sengaja menghiraukan teriakan Marry di lantai bawah yang menyuruhnya mandi terlebih dahulu. Sungguh malas jika dia harus bertemu air di waktu tengah malam seperti ini~pikir Rose.
"Rose awas saja jika kamu tidur dengan kondisi badan lengket tanpa mandi, Ibu akan menyeretmu saat itu juga!!" Marry berteriak lantang sambil menatap pintu kamar Rose yang berada dilantai dua.
Berdecak sebal dengan terpaksa Rose pun menimpali. "Baik bu aku akan mandi sekarang".
"Bagus, setelah itu cepat istirahat karena besok tugasmu sangat banyak Rose, ingat yaa jejak party mu masih tertinggal di halaman jadi besok pagi kamu harus membantu ibu membereskannya."
"Aku tau bu, aku tidak akan main untuk besok"
Rose berjalan gontai menuju kamar mandi sambil menenteng piyama di tangan kanannya, ia harus cepat selesaikan ritual mandinya, dengan begitu tidurnya tidak akan terganggu oleh ocehan sang ibu tercinta.
Memasuki kamar mandi, Rose berdiri didepan wastafel dan menatap kaca yang memantulkan bayangannya. Ia basuh wajahnya dengan air bersih, barulah setelahnya Rose menyalakan shower untuk membasahi sekujur tubuhnya.
Namun dia merasa ada yang aneh, seperti ada suara gaduh di lantai bawah yang mengganggu ritual tengah malamnya.
PRANGGG.....
"Ibu???" Rose segera memanggil Marry setelah mendengar barang pecah dilantai bawah, bagaimana ini?~pikirnya. Tidak mungkin ia keluar dengan keadaan rambut penuh sabun.
Dengan tergesa bahkan terlampau cepat untuk ukuran orang mandi, Rose segera menyabet piyama yang telah ia siapkan. Keluar dari kamar mandi dia menuju pintu kamar.
"Kenapa tidak bisa dibuka?" raut wajahnya sudah sangat cemas disaat pintu kamarnya tiba-tiba terkunci dari luar.
"Ibu?? Apa ibu dengar Rose?!!"
"Ibu ini Rose!!!"
"Kenapa pintu Rose terkunci!!"
"Ibu!!"
15 menit sudah dia mencoba peruntungannya dengan memanggil Marry namun ternyata gagal, tidak ada suara sahutan diluar sana, bahkan dia hampir saja mendobrak pintu kamarnya namun tidak berhasil.
Tidak habis akal, dengan tangan gemetar Rose menuju nakas samping kasur dan mencoba mencari kunci cadangan namun sekali lagi nihil. Rose semakin ketakutan, pasti ada seseorang yang mengambil kunci yang terpasang dipintu kamarnya, sehingga dia tidak bisa keluar.
Peruntungan terakhirnya hanya satu, tangan gemetarnya mengambil ponsel yang berada di kasur mencoba menelpon sang Ibu, namun ternyata tidak aktif, hanya satu nama lagi dikepalanya.
Gerald, lelaki itu pasti berada di Kafe bersama bandnya yang lokasinya tidak jauh dari kompleks tempat tinggalnya. Bunyi nada sambung sudah terdengar,
satu detik...
dua detik...
sampai lima detik...
"Kenapa Rose?". Akhirnya, "Gak usah banyak ngomong, sekarang lo kerumah gue sekarang!! Pokoknya lo langsung kekamar gue naik ke lantai dua pojok kanan dobrak pakai apapun, gue kekunci Gerald!!"
Rose terengah setelah berhasil menyampaikan keadaannya kepada Gerald, namun ia pun juga merasa sedikit lega.
"Kok bisa kekunci gimana sih Rose?" Tanya Gerald disebrang sana. "Udah deh, jangan banyak tanya lagi Ral!!!" Rose rasanya ingin menangis saat ini juga, lututnya terasa kelu, tubuhnya merosot kelantai bersandar ke nakas dengan tidak berdaya, ponselnya pun sudah tergeletak. Menunggu Gerald terasa sangat lama baginya sekarang.
Bibirnya hanya mampu merapalkan doa, tidak ada yang bisa dilakukannya sekarang. Kondisi rambut serta piyama basah sudah tidak dihiraukan Rose.
Sekitar dua puluh menit kemudian suara alat berat menghantam handle pintu kamar Rose. "Pasti itu Gerald" Rose segera berdiri menuju pintu, "Gerald itu lo kan?" Rose sengaja bertanya untuk memastikan.
"Iya, lo menjauh dulu Rose, ini mau gue dobrak pakai linggis, ada Roy juga"
Dengan tampang cemas, Rose pun menggeser tubuh nya untuk menjauh dari pintu.
Dyaarr
Rose segera mendekat saat pintu kamarnya berhasil dibuka paksa. "Lo kenapa bisa kekurung begini sih?" Roy membuka pembicaraan setelah beberapa detik pintu berhasil terbuka dan menampilkan sosok Rose dengan rambut basah dan wajah shock tentunya. "Gue gak tau"
"Oke-oke Rose sekarang kita kebawah dulu yaa" Gerald segera menuntun Rose menuju lantai satu dengan Roy berjalan dibelakang mereka.
"Makasih ya, gue gak tau kalau gak ada kalian" ucap Rose tulus. Namun detik berikutnya ia kembali mematung.
Seperti mendapat pencerahan setelah mengatakan hal tersebut, Rose tersadar jika dirumah ini bukan hanya ada dirinya, namun juga Ibunya.
"Ibu..." meninggalkan kedua temannya Rose segera berlari menuju kamar ibunya yang berada di lantai satu, langkahnya ia buat lebar-lebar.
Hingga pandangannya menangkap sesuatu hal yang lebih mengerikan daripada hantu sekalipun. "Ibuuu!!!!" Teriakan Rose memenuhi kamar Marry, dengan kaki seperti jelly dan tidak punya tenaga banyak, dia menangkap Marry yang sudah terkapar tidak berdaya dilantai dengan gelas pecah yang berada di tangan.
Gerald dan Roy terbelalak menyaksikan kondisi Marry yang begitu mengenaskan, mereka seperti kehilangan kendali diri dan bingung harus bagaimana.
"Kenapa lo malah diem disitu, cepet panggil ambulan goblokk!!!" teriakan Rose menyadarkan mereka untuk segera memanggil bantuan sekarang juga.
"Jangan panik Rose, Ibu masih hidup"
*****