Episode 2
Setelah aku berbicara "orang itu" atau suara asing yang tidak kenal, aku terbangun di kasurku dua tahun sebelum kematianku. Yang berarti, aku masih kelas dua SMA. Awalnya aku tidak percaya, aku benar-benar diberi kehidupan sekali lagi oleh "orang itu". Tapi setelah apa yang aku rasakan ternyata asli. Wajahku, kamarku, semuanya masih seperti dulu.
Hari ini, hari Serina masuk ke SMA-ku sebagai perwakilan murid baru. Sedangkan aku sebagai ketua OSIS. Serina sama sepertiku, pintar dan juga tapi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan sempurna. Itulah yang membuat iri kepadaku.
Tok...tok...tok...
Seorang wanita membuka pintu kamarku, lalu tersenyum kepadaku, "Erika, sarapan udah siap ayo turun," suruhnya. Wanita itu ibuku, Veronica Fredella, sebelum Serina menindas ku, ibuku adalah ibu yang paling baik kepadaku. Selalu adil kepadaku dan Serina. Kecantikan kami keturunan ibuku, sedangkan kepintaran kami keturunan ayahku.
"Baik, Bu," jawabku. Aku mengambil tasku, lalu turun bersama ibu.
"Nggak ibu sangka, Serina udah masuk SMA aja," seru ibu sambil tersenyum gembira.
"Iya, Bu," jawabku.
"Erika, bolehkah ibu minta tolong sama kamu?" Tanya ibuku dengan ragu.
"Minta tolong apa, Bu?" Jawabku. Tanpa aku bertanya, aku sudah tahu apa yang ibu minta. Karena di kehidupanku sebelumnya juga seperti ini.
"Tolong bimbing adikmu ya," pintanya. Aku terdiam sejenak dan tersenyum.
"Baik, Bu. Akan aku bimbing Serina disekolah nanti," jawabku dengan senyum tulus. Ibu langsung tersenyum puas mendengar jawabanku. Tentu aku bimbing dia dengan "sebaik mungkin", ibu, batinku.
Sampai di ruang makan, ayah dan Serina sudah di sana, berkumpul di ruang makan.
"Kakak!" panggil Serina dengan tersenyum. Aku langsung membalas senyumannya.
"Kak, liat deh seragamku! Aku senang banget bisa satu sekolah dengan kakak!" seru dengan bahagianya. Heh, saking bahagianya sampai-sampai ingin membunuhku ya, jawab batinku.
"Iya, kamu kelihatan cantik memakai seragam itu, Serina," jawabku dengan senyum tulus. Saking cantiknya sampai kecantikannya itu jadi racun bagiku, jawab batinku lagi.
"Mohon bantuannya ya, Kak!" aku mengangguk dengan tersenyum.
"Udah, waktunya sarapan nanti telat loh," sahut ibu. Ayah yang hanya melihat saja tertawa.
"Baik, Bu," jawab kami berdua dan melanjutkan sarapan kami.
Setelah sarapan, aku bergegas lebih dulu, dibandingkan Serina. Seperti kehidupanku sebelumnya, aku memilih jalan kaki ke sekolah ketimbang naik mobil. Menurutku, jarak antara sekolah dan rumahku tidaklah jauh, jadi lebih baik jalan kaki daripada naik mobil. Sekalian menghirup udara pagi.
Sampai disekolah, aku langsung menuju ruang OSIS untuk meletakkan tasku dan mempersiapkan untuk upacara nanti, seperti membuat pidato, dan lain-lain.
Setelah selesai, aku membawa sedikit berkas dan bergegas menuju aula untuk menge-cek lagi apa ada yang kurang atau salah. Saat menuju ke Aula, aku berpapasan dengan seorang laki-laki yang berkacamata.
"Ketua, seperti biasa selalu datang pagi ya," sahutnya. Orang ini...
"Oh iya, sengaja aku datang pagi karena ingin mempersiapkan dan menge-cek ulang untuk upacara nanti," jawabku. Orang itu tiba-tiba tersenyum kepadaku.
"Apa ketua mau ke Aula sekarang?" tanya laki-laki itu.
"Ahh, iya," jawabku. Aku tidak lupa denganmu loh, orang yang bersengkokol dengan Serina untuk menghancurkanku. Dulu, aku terlalu bodoh bisa percaya sama kamu, Riko, batinku.
"Apa mau saya bantu, ketua?" tanyanya lagi.
Aku tersenyum, "Tidak, terimakasih. Aku bisa sendiri, kamu urus saja yang lain, biar aku urus yang di Aula," jawabku. Untuk sekarang, aku akan membiarkanmu. Tunggu apa yang akan kamu lakukan padaku kalau kamu sudah bertemu Serina nanti, seruku dalam hati. Aku langsung pergi ke Aula meninggalkannya.
Sampai di Aula, aku langsung menge-cek semua keperluan untuk upacara nanti. Pembagian bangku, sudah, mic juga udah, semua, udah di siapkan. Berarti tinggal mulai aja ya, batinku. Aku memeriksa jam yang ada di tanganku, tidak kusangka akan memerlukan waktu yang cukup lama, setelah selesai sudah banyak murid yang datang. Aku kembali ke ruang OSIS, untuk mengambil tas dan pergi ke kelasku.
"ERIIIII!!!" panggil seseorang dari kejauhan. Aku langsung menoleh menuju suara tersebut berasal. Terlihat seorang perempuan yang sedang tersenyum lepas dan melambaikan tangannya sambil berlari ke arahku. Aku mengingatnya dia ...
"Lin, sudah kubilang jangan berteriak memanggil namaku seperti itu," omelku. Linka pun tersenyum lebar padaku. Dia adalah Linka Jolicia, sahabat karibku sejak SMP yang selalu aku sayangi. Dulu di kehidupanku yang sebelumnya, kami selalu bersama, lalu setiap aku mengomelinya karena memanggil namaku dengan keras, Linka selalu tersenyum puas kepadaku. Waktu itu, aku selalu kesal dengannya kalau saat aku sedang mengomelinya, dia malah tersenyum lepas dan tertawa. Lalu, hubungan aku dan Linka masih baik-baik saja sampai muncul rumor yang merusak semuanya. Rumor yang berasal dari adikku sendiri. Di kehidupanku kali ini, tidak akan aku biarkan adikku melakukan seenaknya.
"Nanti kita sekelas lagi ya, Erika?" Serunya.
"Iya, kita sekelas lagi," jawabku dengan senyum tulus.
"Bagus deh, nanti kalau ada yang nggak aku ngerti tinggal tanya kamu aja," serunya dengan tersenyum yang seperti mengandalkanku.
"Kebiasaan," jawabku dengan singkat dan Linka menjawab dengan tertawa kecil.
Karena tahun pelajaran baru, murid dibebaskan duduk dimana saja. Kecuali, saat naik kelas tiga. Diwajibkan untuk duduk sesuai absennya. Ternyata di kelasku sudah lumayan banyak yang datang dan mengambil tempat duduk sesuai keinginan masing-masing.
"Erika, aku duduk di samping kamu, ya," pintanya dengan mata berbinar-binarnya, seperti mata anjing yang menginginkan sesuatu. Dulu aku menolak untuk duduk di samping Linka, karena aku ingin lebih fokus dengan studiku dan ingin duduk di tempat yang Linka kurang sukai. Tapi sekarang akan aku ubah semuanya.
Aku langsung tersenyum, "Baiklah," Linka langsung cepat menuju tempat duduk yang di sukainya, yaitu dibelakang dekat jendela. Lalu, melambaikan tangannya kepada ku, seakan dia memberitahuku untuk duduk disana.
Akhirnya aku langsung menuju ketempat duduk pilihan Linka. "Kamu ya, suka banget sama yang namanya duduk dibelakang," ucapku dengan heran. Tanpa jeda, dia langsung menjawab ucapanku, "Karena dibelakang, aku bisa tidur tanpa ketahuan, hahaha," dengan sambil tertawa puas.
Tidak lama kemudian, datang seorang laki-laki yang menurutku lumayan tampan parasnya. Laki-laki itu berambut putih, lebih tepatnya berwarna perak yang indah dengan tas yang digandeng dibahunya. Laki-laki itu melihat ku sejenak dan berjalan ke arahku. Siapa dia? Perasaan ku, di kehidupanku sebelumnya tidak ada laki-laki seperti dia, ucap batinku. Ternyata laki-laki itu berjalan ke arahku karena ingin duduk tepat didepanku. Tanpa sadar, aku terus menatapnya dan Linka menyadarinya. Dia tersenyum jahil dan memukul pelan pundak laki-laki itu.
"Hey, sepertinya aku baru melihatmu, kamu anak pindahan, ya?" Tanyanya. Laki-laki itu menoleh ke belakang.
"Ya, aku anak pindahan. Emang kenapa?" Tanya balik laki-laki itu.
"Hmm, pindahan dari mana?" Tanya lagi Linka. Aku yang melihat wajah Linka, aku sadar bahwa dia sengaja melakukan itu demi aku.
"Kota Forest," jawabnya dengan singkat.
"Kota Forest? Kota Forest yang itu?" Kejut Linka. Kota Forest, tidak ada yang tidak tahu dengan kota forest. Kota Forest adalah kota yang terkenal maju dan asrinya yang di penuhi pohon-pohon indah, tidak itu saja. Kota itu terkenal karena kota itu dikenal sebagai surga tanaman herbal. Kota yang sangat sejuk dan indah, surga bagi dokter tanaman herbal dan pencinta tumbuhan. Seumur hidupku, aku belum pernah ke Kota forest. Laki itu mengangguk.
"Namamu siapa?" tanya lagi Linka. Jujur, aku merasa Linka seperti sedang mengintrograsinya, dipenuhi dengan pertanyaan.
"Rai Alexei Findlay," jawabnya. Linka langsung menoleh kearahku, lalu menyenggol lenganku sambil tersenyum kearahku. "Apasih?" bisikku ke Linka.
"Namaku Linka, Linka Jolicia. Panggil aja Linka atau Lin juga boleh yang disebelahku namanya Eri, Erika Fredella, Dia ketua OSIS, sekaligus orang yang dijuluki dengan perfect girl,"
"Kamu terlalu berlebihan, Lin. Salam kenal, Rai,"
"Salam kenal juga,"
Rai Alexei Findlay, dikehidupanku sebelumnya aku tidak terlalu kenal dengannya karena saat itu aku sudah tidak terlalu dekat dengan Linka. Tapi satu hal yang aku tahu, dia adalah orang yang dekat dengan Linka, bahkan dia menjadi pacarnya saat naik kelas tiga. Pasangan yang serasi. Di kehidupan ini, aku harus mendukung mereka.
Setelah lumayan lama berbincang, tidak terasa sekolah sudah ramai dan tinggal lima belas menit lagi untuk memulai upacara penerimaan murid baru.
"Lin, bentar lagi mau mulai upacara. Aku harus ke aula sekarang. Jangan lupa untuk ke Aula, ya. Jangan telat, Ingat!"
"Iya, Eri. Semangat, ketua," seru Linka dengan senyum manisnya.
Aku menjawab senyumannya dengan senyumanku yang tulus, "Makasihh, Lin," Aku langsung bergegas menuju Aula.
Bersambung...