Mungkin ini jawaban kenapa Sabine berubah. Sabine mengalami perubahan menuju dewasa. Niko tersenyum selama menyetir menuju pulang. Dia lega. Masih ingat sikap Sabine yang di luar dugaannya akhir-akhir ini. Sabine yang kerap manja dan suka melihat-lihat wajahnya di cermin sambil senyum-senyum sendiri. Sabine yang tampak berusaha menarik perhatiannya. Sabine yang akhirnya menangis meminta dirinya memberinya kecupan. Niko menggelengkan kepalanya.
Kasihan juga Sabine. Periode pertamanya malah diketahui Niko, seharusnya keluarga terdekat, setidaknya mama-mamanya, Mama Lita atau Mama Carmen. Untung Niko sedikit tahu tentang perempuan. Karena selama berpacaran dengan Evi, Evi kerap memerintahnya untuk membelikannya pembalut hampir tiap bulan. Juga minuman pereda nyeri menstruasi. Evi juga menjelaskan ke Niko kenapa dia sering emosional saat datang bulan. Niko sangat memahaminya.
Tubuh Sabine digendong Niko saat tiba di rumah menuju kamar. Niko benar-benar ingin Sabine merasa nyaman.
"Aku kenapa, Om?" tanya Sabine ke Niko yang sedang membuka sebuah bungkusan berisi pembalut yang Niko beli di minimarket sebelumnya. Niko juga tidak lupa membeli minuman pereda nyeri.
"Kamu sedang beranjak dewasa," jawab Niko tersenyum. Dia lalu membuka lemari baju, mengambil sehelai celana dalam Sabine.
"Ini namanya pembalut. Kamu letak seperti ini ya? kalo udah nggak nyaman, ganti cepat. Jangan tunggu lama-lama."
Sabine hanya mengangguk-angguk patuh selama Niko menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan apa yang terjadi dalam dirinya.
"Jadi mulai besok aku harus mandi sendiri ya, Om?"
"Iya. Mandi sendiri, ganti baju sendiri, cebok sendiri. Om nggak boleh sentuh kamu lagi. Kamu sudah dewasa. Pergaulan dengan laki-laki harus mulai kamu batasi dari sekarang,"
Sabine sedikit kecewa. Sambil mendekap boneka lolnya dia tatap wajah Niko sendu.
Niko tersenyum melihat sikap Sabine.
"Malamnya, tetap Om bacain cerita. Tenang aja," katanya menenangkan.
________
"Oh…, kamu haid namanya itu. Udah gede,"
"Mbak Erni juga pernah?"
"Lah iya, setiap perempuan dapat gituan. Setiap bulan, selama seminggu,"
"Setiap bulan?"
Erni dan Sabine sedang dalam diskusi serius mengenai periode pertama yang baru saja dialamai Sabine.
"Eh, Sabine. Kamu jangan dekat-dekat dengan cowok mulai sekarang."
Dahi Sabine mengernyit. Kata-kata Erni mirip dengan apa yang dikatakan Niko semalam.
"Kalo dekat-dekat, trus terlalu dekat, kamu bisa hamil," jelas Erni selanjutnya dengan sorot mata tajam.
"Kalo kamu hamil, hiiii…, kamu nggak bisa sekolah. Kamu juga nggak bakal punya teman lagi. Sodara apalagi, nggak mau dekat-dekat kamu lagi. Kamu akan dikucilkan…"
"Nggak boleh dekat-dekat laki-laki? Termasuk Om Niko?"
Erni mengangguk cepat.
"Trus gimana? Kan Om Niko yang urusin aku,"
"Ya…, jaga jarak,"
Sejak diskusi hangat dengan Erni, sikap Sabine kembali berubah. Niko sempat sedikit merasa aneh dengan sikap Sabine yang terkesan menjauh darinya. Anak itu juga lebih banyak diam.
Sudah dua malam Sabine menyuruh Niko untuk tidak membacakan cerita sebelum tidur. Dan Niko sih asyik-asyik aja.
Tapi malam ini, Sabine kembali murung.
"Om…, baca cerita. Aku susah tidur…"
Niko pun menurut.
"Om duduk di situ aja ya bacanya?" perintah Sabine menunjuk kursi belajarnya.
Niko lagi-lagi menurut. Dia membacakan cerita malam itu dengan penuh hikmad.
"Om…," panggil Sabine ketika Niko mematikan lampu kamar Sabine dan menyalakan lampu tidur yang ada di sisi tempat tidur Sabine.
"Ya?"
"Kata Mbak Erni kalo deket laki-laki, aku bisa hamil ya? Karena sudah haid?" tanya Sabine dengan wajah takut-takut.
Niko tertawa. Kantuk yang sempat menderanya tiba-tiba hilang begitu saja.
"Geser…," Niko menyuruh Sabine memberinya ruang untuk duduk di sisinya.
"Ih, Om…, takut ntar aku hamil."
Niko tertawa keras kali ini. Dia langsung saja duduk selonjoran di samping Sabine yang masih takut-takut.
"Sabine…, bukan dekat-dekat yang begini yang membuat kamu hamil. Tapi kamu berhubungan badan dengan laki-laki." Niko lalu menjelaskan pelan-pelan mengenai hubungan badan yang dimaksud.
"Jadi Mbak Erni salah dong?"
"Nggak juga. Mbak Erni benar. Karena awalnya dekat-dekat, sayang-sayang, dan bisa saja terjadi sesuatu…,"
"Oh…,"
"Itu biar kamu jaga-jaga. Harus berusaha jaga diri,"
Sabine mengangguk mengerti.
"Jadi Om Niko masih bisa baca cerita tiap malam ya?"
Niko mengangguk.
"Ok, Om."
Sabine tampak lega.
***
Sepertinya Niko sukses membimbing Sabine lebih mandiri. Sabine sudah bisa melakukan yang dibutuhkannya dengan tangannya sendiri. Mandi sendiri, membersihkan tubuhnya sendiri, membersihkan dan merapikan tempat tidur sendiri, juga merapikan baju-baju sendiri.
Awalnya Sabine kesulitan. Tapi berkat bimbingan Niko yang sabar, akhirnya Sabine mampu melakukannya.
Hari-hari berikutnya pun dilalui Sabine dengan senang hati. Dia lebih percaya diri. Niko sangat lega. Karena tugas dan tanggung jawabnya pun berkurang. Hal ini cepat dia laporkan ke Bu Carmen, dan Bu Carmen sangat senang.
"Dia memang sangat berubah sejak diurus kamu, Niko. Meski saya jarang berdekatan dengannya, saya bisa amati kesehariannya sekarang. Jangan khawatir dengan tanggung jawab kamu yang berkurang. Gaji kamu tidak akan saya kurangi."
Niko tersenyum lega mendengar kata-kata Bu Carmen. Kata-kata yang membuatnya lebih semangat membimbing dan mengurus Sabine. Apalagi hari wisudanya semakin dekat. Tidak sabar rasanya Niko memakai baju kelulusan dan memamerkannya ke keluarga di kampungnya. Tidak sabar segera membuat lamaran pekerjaan ke beberapa perusahaan dan bekerja jika lamarannya diterima. Seperti yang dilakukan sahabat-sahabatnya, juga kekasihnya. Tidak sabar juga akan meminang Evi.
Impian Niko hanya sesederhana itu.
***