Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Seo Ji Eun vs Drama Korea

Oyiinnjie
--
chs / week
--
NOT RATINGS
5.6k
Views
Synopsis
Apa kamu adalah seorang penggemar Drama Korea? Nah, apa jadinya jika kamu bisa secara ajaib masuk, bahkan ikut ambil andil di dalam Drama yang pernah atau sedang kamu tonton? Hal ini di alami oleh Seo Ji Eun (IU). Seorang penggemar Drama Korea garis keras! Dan tentu saja, sama seperti kita juga, Seo Ji Eun punya aktor favoritenya sendiri, yaitu Yoo Seung Ho. Sampai suatu ketika, Seo Ji Eun membuka mata dan mendapati dirinya berada di tempat asing. Tapi bukan benar-benar asing karena ia merasa pernah melihat tempat itu sebelumnya. Dan akhirnya ia pun menemukan dirinya berada di salah satu Drama yang pernah di tontonnya. Kenyataan mengejutkan lainnya, ternyata Seo Ji Eun tidak hanya singgah di satu judul Drama saja. Sampai episode terakhir Drama itu, Seo Ji Eun kembali membuka mata dan lagi-lagi mendapati dirinya berada di Drama lain. Lebih daebaknya lagi, semua Drama yang di singgahinya adalah Drama-drama yang di perankan oleh aktor favoritenya, Yoo Seung Ho. Kurang beruntung apalagi coba gadis biasa yang satu ini? Tapi ternyata, meski sudah tahu alur cerita dalam Drama itu tidak sepenuhnya berguna ketika dirinya sendiri terjun langsung di dalamnya. Seo Ji Eun, justru beberapa kali mendapat masalah.

Table of contents

VIEW MORE

Chapter 1 - 1. Drama Pertama

Apa kamu adalah seorang penggemar Drama Korea, yang sangat tergila-gila dari berbagai aspek. Entah itu alur ceritanya, sinematografi, atau bahkan sampai bucin ke para aktor/aktrisnya. Itu hal yang wajar. Hal serupa itu juga yang sedang di lakonin oleh gadis ini, Seo Ji Eun. Dia juga lagi demen-demennya sama Drakor. Di waktu senggangnya, gak peduli biarpun lagi ngantor, Seo Ji Eun kerap kali buka hp buat nyetel drakor. Kalau drakor yang lagi di tontonnya baru update episode baru, buru-buru dia download terus tonton. Kalau belum ada yang baru, Ji Eun biasa marathonin drakor yang sudah tamat. Yah, hal-hal sederhana dan kurang lebih sama seperti kebanyakan penggemar Drama Korea lainnya.

Tapi hari itu, sedikit terasa berbeda bagi Ji Eun. Entah kenapa mood ngedrakor nya lagi menurun. Di tempat kerja pun tak ada satupun pekerjaannya yang terselesaikan. Ia hanya duduk menelungkupkan kepala ke atas meja. Layar komputer di biarkan menyala, menampilkan kursor yang masih berkedap-kedip. Ia harusnya sedang sibuk mengerjakan laporan yang di mintai atasannya. Tapi tampilan Microsoft Word pada komputernya masih saja kosong. Pemandangan itu pula yang akhirnya menarik perhatian Han Seo Yi, teman kerja yang mejanya persis berhadapan dengan Ji Eun.

"Ya, Ji Eun-ah! Seo Ji Eun!" Seo Yi setengah berbisik saat memanggilnya. Takut-takut kalau menarik perhatian leader mereka yang mejanya berada di ujung ruangan. "Ya!" Kali ini Seo Yi menggunakan pulpen untuk menepuk kepala Ji Eun. Berhasil, Ji Eun pun mengangkat kepalanya.

"Wae?" Tanya Ji Eun dengan tanpa bersalahnya.

Seo Yi menggunakan gerakan menunjuk jam tangannya untuk memberitahukan waktu pada Ji Eun. Isyarat yang di tangkap sempurna oleh Ji Eun karena ia juga langsung refleks melihat jam tangannya sendiri.

"Ah, sial. Deadline!" Ji Eun langsung sibuk kembali pada komputernya. Ia harus memberikan laporannya kurang dari setengah jam yang tersisa.

"Kau sakit?" Tanya Seo Yi.

"Ani." Ji Eun menjawab sambil tetap berkutik pada kerjaannya. Seo Yi enggan menanggapi lagi. Ia pun punya deadlinenya sendiri.

.

.

.

Hari-harinya di kantor akhirnya berlalu. Ji Eun pulang kerja, masih dengan mood yang sama saat berangkat tadi. Seperti lelah tapi tidak ada pekerjaan yang benar-benar melelahkan. Sembari berjalan menuju halte bus, dia mengingat-ingat lagi kegiatannya sejak kemarin. Ngantor, nyusun laporan, bikin jadwal meeting dengan klien, lalu pulang kerja lanjut ngedrakor. Malah tidak seperti biasa yang bisa sampai jam tiga pagi. Kemarin Ji Eun tidur lebih awal. Tapi kenapa seharian ini ia merasa lelah?

Ji Eun menghembuskan napas panjang dari mulutnya. Ia melirik jam tangan yang sudah menunjukan pukul delapan malam. Sampai di halte, dia duduk menunggu busnya datang. Handphone di genggamannya bergetar pendek, tanda ada sebuah notifikasi. Ji Eun membukanya yang ternyata adalah pemberitahuan update episode terbaru drakor yang lagi di tontonnya. Jika biasanya Ji Eun langsung buru-buru download, kali ini tidak. Dia mematikan layar Handphonenya. Tubuhnya serasa ingin ambruk. Kelopak matanya pun beberapa kali memaksa ingin terpejam. Benar-benar bukan seperti hari yang biasa bagi Ji Eun.

"Apa hari ini terlalu berat untukmu, Anak muda?" Tiba-tiba saja seseorang berbicara padanya. Ji Eun menoleh ke sebelah, tepat pada seorang nenek yang tengah tersenyum padanya. Tapi dia tidak langsung menjawab si nenek itu, melainkan mengedarkan pandangannya ke berbagai arah untuk memastikan tidak ada orang lain disana selain dirinya. Berarti benar, nenek itu sedang berbicara padanya.

"Aniyo." Ji Eun akhirnya menjawab setelah yakin. "Halmoeoni juga sedang menunggu bus?" Tanyanya kemudian.

"Ah, tidak." Jawabnya.

"Kalau begitu....ah, lagi nunggu seseorang, yah?" Tanyanya lagi sok tahu. Si nenek ternyata menggeleng. "Lalu, Halmoeni sedang apa disini?"

"Menunggumu." Jawab si nenek. Ji Eun senyam-senyum tak mengerti. Menganggap si nenek sedikit tidak waras. Jelas saja, mereka bahkan tidak saling kenal. "Kau kelihatan lelah sekali. Halmoeni khawatir kau ketiduran disini dan jadi sasaran orang jahat. Itu sebabnya Halmoeni disini." Si nenek pun inisiatif menjelaskan. Rupanya ia sudah membaca dari raut wajah Ji Eun.

"Aah, jadi begitu." Ji Eun langsung merasa tidak enak sudah berpikiran buruk. "Gamsahamnida, Halmoeni." Ungkap Ji Eun.

"Banyak sekali anak muda yang suka ketiduran selagi nunggu bus. Beberapa sampai ada yang terlewat dan akhirnya tidak bisa pulang. Jika hanya itu saja masalahnya maka bukan apa-apa. Beberapa yang lainnya sampai ada yang kehilangan dompet dan tas mereka."

"Joengmal-yeo? Beruntung sekali aku bertemu dengan Halmoeni yang langsung mengingatkanku. Sekali lagi, terima kasih banyak, Halmoeni."

"Sekarang sudah tidak apa-apa. Jika kau lelah, kau boleh bersandar sebentar dan memejamkan mata. Halmoeni akan tetap disini sampai busmu datang."

"Ah,aniyo. Tidak perlu, Halmoeni. Aku sudah baik-baik saja sekarang."

"Gwaenchana. Halmoeni tahu betapa melelahkannya hari ini untukmu. Kamu boleh istirahat sebentar selama Halmoeni disini."

"Sungguh aku sudah tidak apa-apa. Aku tidak mau merepotkan." Ji Eun masih berusaha menolak. Meski sebenarnya ia memang ingin memejamkan mata sebentar.

"Halmoeni bilang tidak apa, berarti tidak apa. Kau istirahatlah sebentar disini. Akan Halmoeni bangunkan kalau busmu sudah datang." Si nenek terus memaksa bantuannya. Ia mengelus punggung Ji Eun yang makin membuat Ji Eun terlena untuk tidur. Akhirnya dalam hitungan beberapa detik, Ji Eun pun memejamkan mata. Kepalanya jatuh ke samping, mendarat tepat di pundak si nenek. Selama itulah si nenek tetap mengelus-elus pundak Ji Eun yang semakin me-ninabobokan.

"Geurae, istirahatlah sebentar seperti ini." Ucap si nenek sembari menyunggingkan senyum. Lima menit berlalu, kemudian sepuluh menit, lima belas menit dan bahkan sudah sampai tiga puluh menit. Beberapa bus sudah ada yang datang dan pergi. Tapi si nenek tidak membangunkan Ji Eun seperti yang di janjikannya. Ji Eun justru makin jatuh terlelap dan terus terlena dalam tidurnya. Mengetahui itu, si nenek mengembangkan senyum penuh arti yang tersirat di baliknya. Barulah setelah beberapa lama kemudian, si nenek bersuara lagi.

"Nah, sekarang kau sudah boleh buka matamu, anak muda." Ucap si nenek.

Ucapan nenek itu seperti terdengar jelas di telinga Ji Eun. Maka Ji Eun pun langsung membuka mata.

.

.

.

"YA, MAU KEMANA KAU! JANGAN LARI!"

Suara dua langkah kaki yang saling kejar-kejaran seperti sedang menuju ke arahnya. Dan...Buk! Tepat ketika Ji Eun membuka mata, seseorang menyenggol bahunya dan membuatnya terjatuh duduk ke lantai. Lalu si penyenggol tetap berlari. Di belakangnya ada seorang pria yang mengejar. Ji Eun, meski terjatuh cukup keras, ia tetap melongo tak berkutik di tempatnya jatuh tadi. Ia mengedip-ngedipkan matanya beberapa kali sembari menggeleng-gelengkan kepala. Lalu melihat ke sekitarnya. Masih setengah tersadar, Ji Eun mencoba mengenali tempat itu. Jika sebelumnya yang di ingat dirinya berada di halte bus pada malam hari yang gelap, kini ia menemukan dirinya berada di tempat asing, dengan sinar matahari yang masih sangat terik menyorot ke wajahnya.

"Ji Eun Seonsaeng?" Seru sebuah suara memanggil namanya. Tapi Ji Eun masih kurang yakin apakah panggilan itu untuknya atau bukan? Jelas-jelas dia menyebut 'Seonsaeng', yang pasti bukan dirinya. Sejak kapan Ji Eun berubah gelar jadi seorang guru? Tapi berikutnya, seseorang yang tadi memanggil berhenti tepat di depannya. Seorang wanita, dengan blouse putih dan rok span mini, sepatu higheels bercorak loreng-loreng. Penampilan yang cukup nyentrik. Ji Eun beralih melihat wajahnya yang ternyata tidak begitu asing. Ji Eun pernah melihatnya. Tapi....dimana? Ji Eun berpikir keras mengingat itu.

"Ji Eun Seonsaeng, bukankah hari ini giliranmu yang piket? Kenapa bisa sampai ada siswa yang membolos? Kau tidak berjaga dengan benar?" Celoteh Si wanita nyentrik itu. Ji Eun tidak menanggapi. Dia mencoba membaca situasinya saat ini. Berada di tempat asing, di sebuah koridor sekolahan, sepertinya. Pada siang hari yang terik, yang sebelumnya dia ingat terakhir kali adalah malam hari di halte bus. Kemudian seorang yang menabraknya, seorang lagi yang sedang mengejar di penabrak tadi, dan seorang wanita yang tidak asing berbicara padanya dan memanggilnya 'Ji Eun Seonsaeng'.

Situasi macam apa ini?---Ji Eun mencoba mencernanya dengan akal sehat.

"Ya, Ji Eun Seonsaeng, kau tidak menjawabku?" Si wanita itu terus saja nyerocos.

"Jamkkanman-yo." Ji Eun menginterupsi sejenak. Ia memperhatikan sekali lagi keadaan sekitarnya. Saat itulah ia melihat dirinya sendiri di pantulan jendela ruangan yang berada tepat di belakangnya. Ia memakai pakaian yang tidak di kenalinya. Bahkan bukan seperti stylenya sama sekali. Mengenakan kemeja garis-garis putih hitam, blazer navy, dan rok span sebatas lutut.

"Jogyo, kau memanggilku apa barusan?" Tanya Ji Eun pada si wanita nyentrik tadi.

"Ji Eun Seonsaeng?"

"Seonsaeng?" Ji Eun mencoba memperjelas sekali lagi yang di dengarnya.

"Waeyo? Kau masih kurang sehat? Kalau begitu ngapain masuk kerja hari ini? Kau bisa istirahat beberapa hari lagi."

"Istirahat beberapa hari lagi?" Ji Eun masih tidak bisa mengerti apa-apa. Istirahat bagaimana? Dia saja bahkan kemarin masih masuk kerja.

"Ya, Ji Eun Seonsaeng!" Sebuah suara lain menyerukan lagi namanya dengan memakai gelar yang sama. Kali ini suara pria. Berikutnya, si pria itu menghampiri. Ji Eun mengenali wajahnya juga. Tapi entah siapa dan dimana ia pernah melihatnya. "Kenapa jika giliranmu yang piket selalu saja ada siswa yang berhasil bolos, sih?" Ocehnya. "Hari ini saja aku sudah mendapati tiga orang yang meloncat keluar dari tembok. Aku lelah jika harus mengejar mereka semua. Berjagalah yang benar! Ye?"

"Tunggu sebentar, sebenarnya situasi macam apa ini?" Tanya Ji Eun pada mereka berdua.

"Iya, iya, aku tahu kau mencoba mengelak dari kesalahanmu lagi. Tapi tidak bisa kali ini. Aku tidak mau lagi mengejar mereka. Kau urus sendiri siswa-siswa yang bolos itu. Aku pergi." Pria itu lantas melengos pergi entah kemana. Tersisalah si wanita nyentrik barusan dan dirinya sendiri.

"Ji Eun Seonsaeng, kali ini aku masih memaklumi karna kau baru sembuh sakit. Lain kali tolong berjaga yang benar. Periksalah seluruh kelas, cari tahu siapa yang bolos barusan." Perintahnya.

"Maksudmu, aku seorang guru?"

"Jika bukan, lalu kau siapa? Presiden?"

"Tapi sepertinya kau salah orang. Aku bukan guru. Aku saja bahkan tidak tahu ini dimana? Kalau begitu....aku permisi."

"Seo Ji Eun Seonsaengnim!" Wanita itu menggertak, memanggilnya dengan nama lengkap. Jelas itu memang namanya. Tapi kenapa dan bagaimana mereka bisa salah paham bahwa Ji Eun bukanlah guru disana?

"Jogyo, aku tidak mengenalmu. Aku tidak tahu mengapa aku bisa ada disini. Seingatku, aku sedang tertidur di halte bus. Tapi saat terbangun, aku ada disini. Seseorang menabrakku dan kalian salah mengenaliku. Aku bukan guru. Aku tidak bekerja disini. Jadi, permisi. Aku akan pergi."

"Kau benar-benar sakit rupanya." Wanita itu berdecak sembari menggeleng-geleng pelan.

"YA, HWANG BAEK HYUN! MAU KEMANA KAU! YA!!!" Suara pria tadi kembali menyeruak sepanjang koridor. Ji Eun menoleh ke sebuah arah setelah mendengar suara langkah kaki yang saling kejar-kejaran.

"Ya, Ji Eun Seonsaeng, cepat kejar! Dia pasti mau bolos juga! Palli palli!" Si wanita nyentrik tadi terus mendesak Ji Eun untuk ikut mengejar siswa yang mau bolos itu.

"Kenapa harus aku yang mengejarnya? Sireo-yo!" Ji Eun menolak.

"Tentu saja ini tugasmu. Palli!" Si wanita terus mendesak sembari mendorong-dorong Ji Eun agar bergerak. Ji Eun pun tak punya pilihan karna terus-terusan di paksa. Ia akhirnya berlari mengejar siswa tadi.

"YA, BERHENTI DISANA!" Ji Eun berteriak tepat sebelum siswa tadi berhasil meloncati tembok. Tapi rupanya Ji Eun yang memang tabiat aslinya sedikit ke-laki-lakian, ikut memanjat tembok itu. Tanpa sadar dirinya sedang memakai rok span yang akhirnya membuatnya robek tepat di bagian jahitan belakangnya. Ji Eun yang menyadari suara sobekannya lantas hilang fokus dan terjatuh saat dirinya sudah sampai di atas tembok. Mendarat lebih dulu di lutut yang menyebabkan luka goresan disana.

"Aaaaww, sshhh sial." Dia pun memekik kesakitan. Siswa yang barusan di kejarnya lalu berhenti dan berbalik. Melihat Ji Eun terluka, ia akhirnya mengurungkan niat untuk melarikan diri dan menghampirinya.

"Ssaem, gwaenchanayo?" Tanya si siswa, memperhatikan luka di lutut Ji Eun.

"Ya, ini semua karena kau! Karena---" Ji Eun berhenti untuk mengucapkan sumpah serapahnya ketika melihat wajah si siswa. Wajah yang tidak asing baginya. Yang sangat di kenalinya. Yang juga sangat di puja-pujanya. Wajah aktor Drama favoritenya, Yoo Seung Ho.

"Lagipula kenapa juga Ssaem harus mengejarku sampai ikut-ikutan manjat tembok segala?"

"Yoo Seung Ho?" Ji Eun sampai tak berkedip saking tak percayanya. Yoo Seung Ho idolanya, di hadapannya sekarang. Dia sampai lupa akan luka di lututnya. Bahkan lupa sebab musabab kenapa dirinya bisa berakhir disini.

"Ssaem? Kau baik-baik saja?" Si siswa bertampang bingung karena wanita yang ia kenal sebagai gurunya itu sedang memandanginya dengan mata berbinar-binar. Seperti jatuh cinta pada pandangan pertama.

"Ya, kau Yoo Seung Ho, kan? Bagaimana kau bisa ada disini? Ani, bagaimana ini terjadi? Boleh aku berfoto denganmu? Aku sangat mengidolakanmu."

"Ssaem, kau bicara apa? Siapa Yoo Seung Ho? Ini aku, Hwang Baek Hyun. Kau tidak mengenaliku?" Si siswa bernama Hwang Baek Hyun itu mendongakan kepalanya ke atas, tepat pada tembok yang barusan mereka loncati. "Apa kepalanya terbentur saat jatuh tadi?" Ia pun bergumam sendirian, mencari-cari kemungkinan yang terjadi karena gurunya bertingkah aneh.

"Hwang Baek Hyun? Bukan, kau adalah Yoo Seung Ho. Aku yakin sekali. Bagaimana mungkin aku tidak mengenali idolaku sendiri. Aku sudah menonton semua Drama yang kau bintangi. Tunggu, kau bilang siapa namamu tadi?"

"Hwang Baek Hyun."

"Hwang Baek Hyun?" Ji Eun mencoba mengingat-ingat nama itu. Terdengar tidak asing. "Hwang Baek Hyun?" Ia pun mengulangi. "Itu, kan, peranmu di Drama Master of Study. Kau pikir aku tidak tahu? Disitu kau berperan sebagai siswa sekolahan yang nakal dan---" Ji Eun berhenti setelah melihat seragam sekolah yang di kenakan Baek Hyun. Persis seperti seragam yang juga ada di Master of Study itu. "Daebak!" Ji Eun menutup mulutnya dengan kedua tangannya sendiri. Kemudian teringat si wanita nyentrik dan pria barusan yang marah-marah padanya. Pantas saja dia merasa dua wajah tadi juga tidak asing. Mengingat Drama Master of Study yang pernah di tontonnya, maka dua orang tadi juga berperan di Drama itu. Si wanita adalah Oh Yoon-Ah, yang berperan sebagai Jang Ma Ri, Ketua di sekolah itu. Sedangkan si pria adalah Kim Ha Kyun, yang berperan sebagai salah satu guru. Ji Eun di antara terkejut, bingung, dan kagum. Entah apa yang di hadapinya sekarang.

"Ssaem?" Baek Hyun juga ikut terbingung-bingung dengan kondisi gurunya.

"Kau sungguh bukan Yoo Seung Ho?" Ji Eun masih mencoba meyakinkan.

"Ini aku, Hwang Baek Hyun."

"Jinjja? Ani---jeongmal-yo?" Ji Eun mengkoreksi kalimatnya menjadi lebih sopan. Yang mana malah di anggap aneh oleh Baek Hyun.

"Ssaem, tidak perlu bicara sopan padaku. Ayo, aku antarkan ke ruang kesehatan." Baek Hyun menenggerkan tangan Ji Eun di pundaknya untuk membantunya berdiri.

"Ani, tidak usah." Ji Eun menarik dirinya. Dia memandangi siswa yang mengaku bernama Hwang Baek Hyun itu. Ia yakin betul itu adalah Yoo Seung Ho. Dan dia berada di situasi dimana dirinya sedang memainkan peran sebagai Hwang Baek Hyun. "Apa kalian sedang syuting disini?" Tanyanya. Ia kemudian mengedarkan pandangannya ke berbagai area, mencari para crew syuting, kamera dan lain sebagainya. Tapi tidak ada apapun.

"Kau membuatku takut jika begini terus, Ssaem!" Ujar Baek Hyun.

"Ya, justru akulah yang lebih takut. Aku cuma tidur sebentar di halte dan terbangun disini. Semua orang tiba-tiba memanggilku 'Seonsaengnim'. Aku saja bahkan tidak hapal rumus phytagoras, bagaimana mungkin aku bisa jadi guru?"

"Tentu saja kau tidak akan hapal rumus phytagoras. Ssaem, kan guru fisika, bukan guru matematika."

"Itu malah lebih menakutkan. Bunyi hukum newton saja tidak tahu. Ya, bagaimana aku bisa berakhir disini? Pertemukan aku dengan sutradaranya. Aku harus bicara dengan mereka."

"Ssaem, berhentilah bercanda. Jika kau mau begini terus, aku akan lanjut membolos saja."

"Ya, mau kemana kau? Kerja paruh waktu sebagai tukang antar jjajangmyeon itu?"

"Bagaimana Ssaem bisa tahu? Teman-teman di kelasku tidak ada yang tahu. Bahkan nenekku saja tidak tahu."

"Itu karena aku sudah menonton Drama ini."

"Drama? Drama apa?"

"Master of Study ini. Drama yang sedang kau kerjakan."

"Whoa, aku bisa gila jika begini terus." Baek Hyun mengacak-acak rambutnya sendiri karena frustasi dengan yang di katakan gurunya.

"Justru itu, aku juga bisa gila. Ya, bagaimana kau bisa mengerjakan Drama ini lagi? Bukankah Dramanya sudah tamat? Ah, apa ini Season dua?"

"Ssaem, apa ini karena aku ketahuan mau bolos maka kau jadi begini? Baiklah, baik, aku tidak akan bolos hari ini. Ayo, kita kembali dan obatimu lukamu."

"YA, HWANG BAEK HYUN! KEMARI KAU!" Seru si guru pria yang tadi. Ia menghampiri Baek Hyun dan langsung memelintir daun telinganya. Baek Hyun pun meringis. "Kau mau bolos lagi, huh? Kemari kau!"

"Aahh, Ssaem, sakit Ssaem!" Rintihnya.

"Ji Eun Seonsaeng, kerja bagus. Tapi...kau terluka?" Dia beralih pada Ji Eun yang masih terduduk di aspal karena luka di lututnya.

"Ssaem, bantu Ji Eun Ssaem dulu. Dia terluka saat mengejarku." Ujar Baek Hyun.

"Iya, ini memang karena kau! Seharusnya berhenti berbuat masalah di sekolah. Ji Eun Seonsaeng, kau tidak apa-apa? Mau saya bantu berdiri?"

"Aniyo, aku bisa sendiri." Ji Eun tergopoh mencoba mengangkat tubuhnya sendiri. Tapi saat itu dia memang terlalu lemah, di tambah dengan segala kondisi yang membingungkan dan perih di lututnya. Ji Eun kesulitan mengimbangi badannya hingga akhirnya ia pun oleng, lekas jatuh kembali ke aspal ketika Baek Hyun dengan sigap buru-buru memegangnya.

"Ssaem, gwaenchanayo?" Tanya Baek Hyun, panik. Dilihatnya wajah Ji Eun memucat.

"Ya, Hwang Baek Hyun, naikan dia ke punggungku, Ssaem akan membawanya cepat ke ruang kesehatan."

"Aniyo, aku bisa lebih cepat." Baek Hyun menolak, alih-alih memilih dia sendiri yang menggendong Ji Eun dan setengah berlari kembali masuk ke area sekolah.

"Yoo Seung Ho?" Ji Eun berbisik dengan suara parau saat dirinya sedang di bawa.

"Berhenti mencari-cari orang bernama Yoo Seung Ho itu!" Ujar Baek Hyun, ditengah napasnya yang memburu-buru akibat berlari.

"Kau....benar-benar Hwang Baek Hyun? Bukan Yoo Seung Ho?"

"Ne, ini aku, Ssaem! HWANG. BAEK. HYUN!" Jawab Baek Hyun sampai menekan kuat tiap suku kata pada namanya.

"Lalu, jika kau Hwang Baek Hyun di Master of Study, kenapa aku bisa ada disini?" Gumam Ji Eun, kalimat terakhirnya sebelum dirinya hilang kesadaran. Ia tidak tahu lagi apa yang terjadi padanya setelah itu. Sejenak sempat berpikir tentang mimpi yang kemudian akan berakhir saat dirinya bangun nanti.

Semoga...

...Bersambung...