Sebuah ritual untuk membangkitkan Intan bukanlah perkara yang mudah. Ia masih harus menunggu selama lima belas hari lebih lama karena sang tumbal harus dibunuh dan dikorbankan pada hari yang sama tepat dimana bulan purnama muncul secara penuh di langit malam.
Dan hari yang dinanti itu adalah hari ini.
Joseline saat ini terlihat memakai baju hitam polos ditambah dengan kemeja kotak-kotak berwarna biru yang tidak dikancing karena sengaja ia biarkan dan celana jean ketat berwarna hitam serta sepatu sneaker biru polos sebagai pelengkap.
Cara berpenampilannya terlihat seperti anak muda pada umumnya dan sama sekali tidak terlihat mencurigakan bagi orang yang belum mengenalnya. Tidak akan pernah ada yang menyadari jika yang mereka lihat saat ini adalah seorang pembunuh professional.
Sekarang jam menunjukkan tepat pukul tiga sore dan masih tersisa tiga jam lagi sebelum malam mulai menerjang.
Joseline sengaja memaksa Intan untuk tetap di villa agar tak merepotkan dirinya. Selain itu, jika sesama roh jahat saling bertemu, maka sama sekali tidak ada hal baik yang akan terjadi, justru sebaliknya.
Berbicara tentang Villa. Villa itu terletak di sebuah pegunungan yang masih bisa dikatakan cukup dekat dengan kota yang didalamnya ada SMA Cakrawala. Udara yang ada di tempat itu cukup dingin, apalagi ketika kabut pegunungan turun ke bawah. Alasan Joseline memilih Villa itu adalah tempatnya yang aman dan terutama jauh dari sinyal penyedia layanan apapun.
Selain itu, bisa dibilang Villa itu juga memiliki arsitektur yang cukup bagus dan memiliki fasilitas yang lengkap untuk sekelas selera orang kaya.
Memang Villa itu sebelumnya bukan milik Joseline, tapi milik seseorang yang kaya dan cukup jarang mengunjungi tempat itu. Untuk waktu berkunjung, biasanya cukup sekali dalam satu tahun. Tapi beberapa tahun ini, sang pemilik juga jarang mengunjungi villa itu, entah apa alasannya.
Awalnya Joseline berniat untuk menguasai villa itu dengan cara membunuh semua orang yang ada disitu, termasuk sang pemilik. Tapi setelah mengetahui jika di tempat itu hanya ada tiga orang yang dua diantaranya hanyalah sebagai tukang kebun, seorang satpam dan juga seorang pembantu.
Pikiran Joseline langsung berubah, ia tidak membunuh mereka bertiga, tetapi hanya merasuki isi kepala mereka. Bagaikan tercuci otak, mereka bertiga langsung menuruti dan melakukan apa yang Joseline perintah entah itu wajar ataupun tidak. Ujung-ujungnya, mereka bertiga malah menjadi budak Joseline itu sendiri.
Ya, kemampuan itu juga termasuk kemampuan baru milik Joseline, yaitu mempengaruhi pikiran orang lain. Itu termasuk salah satu tanda jika dirinya semakin lama semakin kuat.
(Suara pintu mobil tertutup dan mesin mobil menyala)
"Kak, aku pengin ikut.." pinta Intan lewat telepati.
Tak diduga dan ditunggu, suara Intan yang barusan lebih mirip suara seorang kunti karena saking halusnya juga menjadi terdengar agak mengerikan.
"Ga usah, biar aku aja."
"Tapi aku pengin liat siapa yang bakal jadi calonku." timpal Intan sambil sedikit terkekeh.
"Ga boleh." tukas Joseline lalu memutuskan koneksi telepati mereka berdua dengan sepihak.
Mobil yang sedang Joseline pakai saat ini bukan hasil curian, tapi memang pada awalnya memang sudah ada di villa itu sebelum ia datang. Lebih tepatnya milik sang pemilik. Selain mobil yang sedang ia pakai saat ini, masih ada dua mobil lain yang menganggur disitu dan katanya cuma dijadikan oleh cadangan saja oleh pemilik sebelumnya.
"Selamat sore, tuan Zafran." ucap salah satu satpam yang bernama Joko. Karena Joseline sudah mencuci otaknya, Joko hanya mengetahui jika ia adalah Zafran, bukan Joseline sang pemilik identitas palsu.
"Sore, buka gerbangnya.." perintah Joseline.
"Siap tuan." ucapnya lalu langsung menuruti perintah Joseline untuk membuka gerbang.
Setelah gerbang terbuka, barulah Joseline keluar dari villa secara perlahan-lahan dan menyetir seperti orang biasa. Ia tidak sedang terburu-buru saat ini karena Joseline sendiri sudah mengetahui siapa yang akan menjadi targetnya hari ini setelah melakukan beberapa kali pengamatan.
Namanya adalah Intan, sebuah kebetulan jika namanya sama dengan nama adiknya. Seorang gadis berumur enam belas tahun, bertubuh cukup proporsional, berkulit coklat tapi malah terlihat anggun dan memiliki tinggi sekitar seratus enam puluh tujuh centimeter.
Joseline memilihnya karena sesuai dengan keinginan Intan. Ia tidak perduli jika Intan itu hanyalah seorang anak gadis biasa dari desa kecil.
Maka dari itu, Joseline sedang menuruni pegunungan dan menuju ke arah rumah Intan yang hanya membutuhkan sekitar sepuluh menit lagi jika jalanan masih tidak terlalu ramai.
Selama itu pula, sengaja Joseline membuka jendela yang ada disampingnya hanya untuk menghirup udara yang berada di pegungungan. Menurutnya, udara yang ada disekitar situ masih bisa dibilang cukup segar dan enak dihirup ketimbang menghirup udara busuk yang ada di kota.
Ketimbang mendapat udara bersih, hanya racun yang melayang-layang jika menghirup udara disana. Itulah yang membuat Joseline suka tinggal disitu.
"Sampai.." batin Joseline yang mulai memarkirkan mobilnya tidak jauh dari rumah Intan karena rumahnya yang ada diatas dan harus menaiki beberapa anak tangga untuk kesana. Jadi Joseline memarkirkan mobilnya dibawah.
Joseline yang saat ini sama sekali tidak membawa senjata apapun, bahkan pisau pun tidak ia bawa. Ia cukup percaya diri untuk melakukan hal ini dengan tangan kosong.
Bahkan Joseline masih bisa berjalan santai sambil menyapa orang-orang sekitar yang terkadang lewat di dekatnya.
Tok
Tok
Tok
Joseline sempat mengetuk pintu depan beberapa kali karena pintu depan masih tertutup dan sama sekali tidak ada menjawab. Dari segi arsitektur, rumah itu lebih terlihat seperti rumah-rumah orang jawa tempo dulu, diliha
"Iya?" ucap suara seorang wanita yang jika ditafsirkan umurnya sudah sekitar empat puluh tahun keatas.
"Siapa ya?" tanyanya setelah membuka pintu dan melihat Zafran yang ada di depannya.
Seketika itu juga Joseline mulai mempermainkan pikiran wanita tua itu. Ia mulai menanamkan identitas baru jika dirinya adalah pacar dari Intan dan ia akan mengijinkannya untuk keluar bersamanya setelah ini.
Disaat yang sama juga, Joseline bisa pula membaca semua ingatan yang ada di wanita tua itu. Tapi yang membuatnya tertarik adalah sebuah fakta jika Intan bukanlah anak kandungnya. Lebih tepatnya, lima belas tahun lalu, ia membeli Intan dari seseorang karena ia tak bisa mempunyai anak bersama suaminya.
Sedangkan untuk orangtua Intan yang asli sendiri sebenarnya sudah mati pada suatu kecelakaan lima belas tahun lalu dan pada akhirnya Intan dititipkan kepada panti asuhan, sebelum akhirnya orang-orang tak bermoral disana malah menjual Intan tepat setelah sehari ia dititipkan.
Selama lima belas tahun pula, bukan berarti hidup Intan bisa dikatakan cukup enak. Entah mengapa Intan sendiri disitu sering disiksa oleh mereka berdua yang bisa dikatakan sudah tidak waras lagi semenjak mengetahui jika mereka berdua tidak bisa memiliki anak.