"Tentu saja harus kita mulai dari awal.." balas Novanto sambil menghirup asap rokoknya panjang, dan niatnya ingin segera ia hembuskan secepatnya jika saja sekarang ini ia tidak terbatuk-batuk.
"Uhuk-uhuk"
"Makanya jangan kebanyakan ngerokok, Nov" balas Joni sambil menebuk bahu belakang Novanto untuk membantu.
"Nama kalian Zahlea Winda dan Tarisyka Alsa kan?" tambah Joni.
"Ya/ iya." timpal Lea dan Tari secara bersamaan.
"Kalian juga merupakan siswi dari SMA Cakrawala?" tanya Joni lagi hanya sekedar untuk basa-basi karena sebenarnya ia sudah tahu jawabannya berdasarkan dari data yang sebelumnya sempat ia lihat.
"Ya/ benar."
"Teman kalian yang lain, yang bernama Deni dan Erka. Kenapa kalian berempat datang ke rumah sakit malam-malam?" tukas Joni langsung to the point.
"Kami berempat mau menjenguk teman sekolah kami" balas Lea setengah berbohong dan memakai tatapan yang sangat meyakinkan bagi siapapun yang melihat.
"Teman kalian? siapa namanya?" timpal Novanto.
"Zafran, ketika kami sampai di ruangannya, entah kenapa ruangannya sudah bersih dan seperti sedang kosong." jawab Lea singkat dan sempat membuat Novanto agak terkejut beberapa detik dan setelah itu ia akhirnya dapat mengendalikan dirinya sendiri.
"Begitu, bukankah ketika kalian datang ke rumah sakit sudah di luar jam menjenguk pasien?" balas Novanto dengan tatapan menyelidik.
"Kami tidak tahu kalau ketika kami datang sebenarnya sudah diluar jam menjenguk pasien." tukas Tari yang mulai angkat bicara.
"Kami masih bisa memaklumi kalau itu, karena kalian masih anak muda, haha..." timpal Joni yang hanya ingin mencairkan suasana sedikit karena suasana saat ini bisa dibilang sedang tegang.
"Sebentar, tadi kalian bilang kalau kalian adalah teman sekolah Zafran? dari data ini saja udah keliatan kalau kalian dari kelas yang berbeda-beda semua. Jadi hubungan kalian dengan Zafran itu sebenarnya apa?" tambah Joni yang baru teringat dengan perkataan Lea.
"Hanya teman sepergaulan saja." balas Lea seperlunya saja.
"Begitu." timpal Joni sambil mencatat sesuatu di kertas yang sedang ia genggam saat ini.
(Suara pintu terbuka)
"Kedua orang tua mereka sudah disini." ucap Lisa tiba-tiba membuka pintu dari sisi luar.
"Bilang kepada mereka untuk menunggu sebentar lagi, kita juga hampir akan selesai disini." timpal Novanto.
"Baiklah." balas Lisa mengerti lalu menutup pintu kembali dengan rapat.
Hingga lima belas menit berlalu, akhirnya Joni dan Novanto memutuskan agar sesi tanya jawab mereka kali ini sudah cukup karena sebenarnya juga masih bisa dilanjutkan besok.
Mereka semua juga masih perlu istirahat, terutama Joni dan Novanto yang sudah merasa kelelahan dengan banyaknya tugas yang telah mereka kerjakan hari ini. Bekerja di waktu malam saja juga sudah hitungannya lembur.
Setelah mereka berdua diizinkan untuk pulang, Joni dan Novanto langsung terlelap di sofa tempat ia masih terduduk saat ini tanpa mengetahui berita terbaru apa yang membuat banyak petugas menjadi panas.
"Kembali lagi dengan Breaking News hari ini."
"Selamat malam Pemirsa, dan maaf kami harus memotong acara kesukaan anda tiba-tiba pada malam hari ini karena kami baru saja mendapat informasi yang menghebohkan masyarakat saat ini."
(Kamera reporter langsung menyorot mayat si kepala sekolah yang ditempelkan di gapura SMA Cakrawala tepatnya di bagian huruf A dengan cara dipaku hingga menembus tulang dan kulitnya hingga benar-benar bisa menempel di dinding secara sempurna)
"Malam ini, pada pukul dua pagi, telah ditemukan sebuah penemuan yang mengejutkan oleh para warga yang melewati SMA Cakrawala. Sebuah mayat yang entah ditemukan entah bagaimana bisa menempel di gapura tulisan SMA Cakrawala dan sangat mudah terlihat oleh orang-orang karena posisi ditemukannya sangat mencolok."
"Seperti yang dapat para pemirsa lihat, para petugas juga sedang berusaha sekeras mungkin untuk menurunkan sang mayat dari sana." kamera mulai menyorot beberapa petugas yang berlarian kesana-kesini.
"Saat ini, saya sedang bersama bapak Asep, salah satu orang yang sempat menemukan mayat tersebut berada di atas sana." tambah reporter dan sudut pandang kamera mulai beralih menuju mereka berdua.
"Baik bapak Asep, kira-kira bapak bisa mengetahui ada mayat yang bisa menempel disitu sekitar pada pukul berapa?" tanya si reporter dan mulai menyodorkan mikrofon ke arah narasumber.
"Mungkin sekitar pukul dua pagi kalau tidak salah." balasnya.
"Bagaimana bapak bisa mengetahui ada mayat di atas sana?" tanya si reporter lagi sambil menunjuk arahnya.
"Tadi saya sebenarnya dalam perjalanan pulang menuju rumah karena shift malam saya sudah berakhir. Awalnya saya kira yang di atas sana itu hantu karena jalanan juga masih terasa sepi dan cuma sedikit yang lewat."
"Antara ngantuk dan takut, saya mencoba untuk memastikan apakah yang saya lihat itu benar-benar hantu atau bukan, dan ketika saya mendekatinya, saya seperti melihat ada orang yang menempel di atas sana. Setelah itu saya sempat bingung untuk menelpon siapa pada jam segitu, hingga akhirnya saya memutuskan untuk menelpon ke kantor polisi" jelas Pak Asep panjang lebar.
"Jadi, Pak Asep adalah yang menemukan mayat tersebut pertama kali?" timpal si reporter penasaran.
"Bisa dibilang begitu, karena yang lainnya juga mulai berdatangan setelah banyak petugas sampai di Tempat Kejadian Perkara." tukasnya
"Baiklah Pak Asep, terima kasih atas waktunya." balasnya.
"Sama-sam--" belum selesai si reporter mengakhiri kalimatnya, ia sama sekali tidak menyadari kalau beberapa detik berikutnya ia akan terhempas jauh karena SMA Cakrawala meledak dengan dashyat.
Setelah itu, tidak ada yang tahu apa yang terjadi selanjutnya disana karena kamera yang dipegang kameramen telah mati dan saluran tv langsung dialihkan menjadi warna pelangi.
#Di suatu tempat yang tidak diketahui...
"Hahahahahaha" tawa Joseline dengan nada seorang psikopat sejati sambil melihat ke arah tv. Menurutnya, bagian yang paling ia sukai adalah detik-detik waktu SMA Cakrawala meledak dengan hebat.
"Ide Intan luar biasa kan, kak?" celetuk Intan yang berada disamping Joseline sambil nyengir.
"Tentu saja, itu merupakan salah satu karya terhebat kita selama ini." timpal Joseline dengan nada sangat senang.
"Haha, sekarang Intan bebas melakukan apapun seperti yang Kakak bilang kan?" tanya Intan berusaha memastikan keinginannya.
"Tentu saja, kakak sudah berjanji." balas Joseline.
"Kalau begitu, Intan pengin nyusul kakak." tukasnya lalu mengeluarkan pistolnya dan langsung menempelkannya ke kepala dari kanan.
Hitungan detik kemudian
Dor.
#Beberapa hari kemudian...
Semenjak kejadian meledaknya SMA Cakrawala, membuat situasi di kota menjadi memanas. Karena rentetan peristiwa pembunuhan, sabotase, dan hal-hal yang tidak terduga lainnya menjadikannya topik berita terpanas minggu ini.
Perhatian seluruh masyarakat Indonesia langsung terpusat di SMA Cakawala. Bahkan, bukan hanya diliput dari media lokal saja, banyak dari media asing juga penasaran dengan hal-hal yang terjadi di SMA Cakrawala.
Di hari kedua semenjak kejadian meledaknya SMA Cakrawala, Erka, Tariyska, Lea menghilang secara misterius di hari yang sama menyisakan Deni sendirian. Tidak ada saksi, bukti, catatan jejak yang bisa menjelaskan kemana mereka menghilang saat ini.
Erka menghilang di rumah sakit, padahal Erka dan Deni masih berada dalam ruangan yang sama dan hanya dibatasi oleh tirai yang menutupi ranjang satu dengan ranjang lainnya. Tetapi Deni sama sekali tidak tahu bagaimana Erka bisa pergi begitu saja dan langsung menghilang.
Sedangkan Tariyska dan Lea menghilang saat mereka berdua sedang dalam perjalanan menuju Kantor Polisi untuk ditanyai beberapa hal.
"Sialan kau Zafran!" ucap Deni yang merasa marah saat ini.
Ia sangat yakin betul kalau yang menyebabkan semua kejadian yang menyangkut dengan sekolahnya itu ulah Zafran seorang.
Sekarang Deni tidak lagi berada di rumah sakit, meskipun seharusnya ia memang tidak boleh keluar karena keadaannya saat ini masih harus dirawat disana, tapi Deni masih bersikeras untuk segera keluar dari rumah sakit.
Dan sekarang, disinilah dia, di jalan raya dengan kecepatan tinggi menggunakan motor sport miliknya.
Kenapa Deni sangat marah kali ini? itu semua karena dia tiba-tiba mendapatkan sebuah pesan singkat yang isinya begini:
"Jika kau ingin ketiga temanmu kembali dengan hidup-hidup, temui aku di alamat ini..."
Dan setelah Deni sempat menyelidiki kemanakah alamat itu berada, tempat itu berada di pinggiran kota Madiun.
"Disini kah?" batin Deni sambil melihat-lihat keadaan yang ada disekitarnya yang mulai memelankan laju motornya.
Di depannya saat ini, tidak ada bangunan lain kecuali sebuah gudang berukuran besar yang ada di depannya karena disekitarnya saat ini hanyalah hutan yang bisa dibilang masih lebat. Jika dilihat dari luar, keadaan di dalam gudang itu juga tidak terlalu jelas karena lampu-lampu yang ada di sana juga pencahayaannya masih remang-remang.
Merasa jika ia sudah berada di tempat yang tepat, Deni mulai memarkirkan motor miliknya di tempat yang menurutnya cukup aman.
Handphone milik Deni yang ada di sakunya tiba-tiba bergetar, tanda jika ada sebuah notifikasi baru yang muncul didalamnya. Ketika Deni mengeceknya, terlihat sebuah pesan singkat misterius tanpa identitas pengenal yang tertulis:
"Ikuti petunjuk yang akan kuberikan setelah ini, dan kujamin kau akan menemui teman-temanmu setelahnya.."
Dan tepat setelah Deni selesai membaca di kata terakhir. Suasana yang ada disitu tiba-tiba menjadi gelap gulita. Terutama gudang, yang tadinya lampu yang ada disana masih menyala, sekarang dimatikan dengan sengaja oleh seseorang entah darimana.
"Hm?" ucap Deni bingung karena tiba-tiba ada beberapa tempat yang lampunya menyala kembali.
Merasa petunjuk yang dimaksud oleh pesan singkat terakhir yang ia dapat, mau tidak mau Deni mulai mengikuti permainannya. Dengan berjalan sambil waspada dengan ancaman apapun yang mungkin sedang mengintainya saat ini, Deni terus mengikuti sebuah jalur dimana lampu menyala sedang tempat yang lain gelap gulita.
Ia terus mengikuti jalur yang memang sudah diatur oleh seseorang tanpa menyadari jika dirinya saat menjadi terbawa dengan alur permainan.
Deni memang tidak tahu tempat apa yang sedang ia masuki saat ini, tapi menurut perkiraannya sendiri setelah sempat mengamati banyak hal yang ada disitu, sepertinya, bangunan yang ada di dekatnya saat ini juga masih dimiliki oleh Perhutani, terlihat dari banyaknya tumpukan kayu yang telah dipotong dan tersusun rapi disekitar gedung.
"Entah kenapa, firasat gue jadi buruk." batin Deni ketika melihat sebuah pintu yang berwarna orange di depannya saat ini.
Perjalanannya semenjak tadi menuntunnya hingga akhirnya ia harus berhadapan dengan sebuah pintu yang ada di depannya, sebuah pintu yang sepertinya merupakan pintu masuk kedalam bangunan dan sekaligus pintu keluarnya juga, sejauh ini.
Dengan perlahan-lahan meskipun agak ragu, Deni mulai mencoba untuk membuka pintu. Dan nyatanya pintunya memang tidak terkunci dan bisa terbuka.
Suasana di dalam yang masih gelap gelita sebelum Deni membuka pintu tiba-tiba menjadi terang benderang setelah Deni melangkah beberapa kali ke dalam bangunan.
Kedua kakinya langsung menjadi lemas seketika dan membuatnya terduduk ke bawah ketika menyadari jauh diatas sana, tepatnya di bagian langit-langit gedung terpampang Erka, Lea, dan Tari yang lehernya sudah terjerat dengan tali dan sekarang ini tergantung lemas diatas sana.
Tubuh mereka bertiga saat ini sudah lemas, kedua mata masih melotot, lidah mereka juga masih menjulur keluar mulut karena tak kuat kehilangan nafas dengan paksa akibat terjerat dengan tali hingga ajal mereka menjemput.
"Kenapa?" tanya Deni masih tak percaya dengan apa yang sedang ia lihat saat ini.
"Karena kau bodoh"
Dor.