Chereads / I'm Coming / Chapter 14 - #13

Chapter 14 - #13

Sementara itu, mereka semua masih terus beraksi dan perlahan-lahan, tiap kamera yang ada mulai terputus dari jaringan pusat. Dan jika ditotal-total, mereka sudah membunuh sekitar sembilan orang saat ini.

Mereka berdua beraksi dalam diam tanpa mengucapkan satu patah kata pun untuk menghemat waktu.

Dan karena tidak ingin menambah saksi yang akan melihat mereka lagi, Dark Zafran memutuskan untuk segera mendekati ruang otopsi bersama Intan. Di perjalanan mereka juga sempat menemui satu orang dokter, dan dua orang perawat yang ada dibelakangnya.

Nasib mereka setelahnya?

Sudah jelas nyawa mereka sudah tidak akan bertahan lama lagi. Mereka bertiga hanya bisa terkejut dan pasrah ketika ada dua orang bertopeng putih polos sedang menodong mereka dengan pistol.

Dor

Dor

Dor

Mereka tumbang.

Setelah itu perjalanan mereka tetap berlanjut hingga akhirnya sampai di Ruang Otopsi. Jika dari luar, sama sekali tidak ada orang yang berlalu lalang di lorong itu. Lorong itu tampak sepi kecuali kehadiran mereka berdua.

Dark Zafran yang memutuskan pertama kali untuk membuka pintu sambil mempersiapkan pistol miliknya. Ia membuka pintu secara perlahan-lahan sambil mengamati apakah ada orang di dalam, tentu saja di dalam ada orang (mayat), maksudnya yang masih hidup.

Ketika Zafran mengamati apa yang ada di dalam, terlihat ada dua orang yang sedang melakukan Otopsi entah kepada mayat siapa mereka berdua tidak tahu. Karena Dark Zafran tidak ingin ada saksi yang lolos dari mereka berdua, otomatis mereka berdua harus mati!

Hanya dengan dua tembakan dari mereka berdua saja sudah berhasil membuat mereka tumbang begitu saja karena tak siap menerima serangan mendadak.

Dark Zafran dan Intan langsung menutup pintu dengan rapat agar tidak ada yang mengetahui apa yang mereka berdua sedang lakukan.

Ketika Intan mendekati, mayat yang tadinya sempat diotopsi petugas yang ada rumah sakit ini. Mayat itu bukanlah si Kepala Sekolah melainkan hanya mayat seorang kakek-kakek yang sudah tua.

Setelah itu, Intan mencarikan kain yang tidak dipakai lalu ia menutupi wajah kakek itu dengan kainnya.

"Aku sudah menemukannya." ucap Dark Zafran sambil menunjuk ke sebuah kantong mayat yang berada di atas meja yang bisa didorong. Dan disitu juga tertulis nama si Kepala Sekolah.

"Baiklah, Kak. Sekarang kita hanya harus ke bawah lalu langsung menuju ke mobil." balas Intan singkat.

"Nanti dulu, mungkin akan terasa susah jika kita berpenampilan seperti ini. Saatnya memakai plan B." timpal Dark Zafran.

"Emm, oke." ucapnya sambil mengangguk-angguk.

Dark Zafran dan Intan langsung mencari-cari cadangan pakaian petugas yang seharusnya pasti ada di ruangan ini. Setelah menemukannya meskipun agak lama mencarinya, mereka berdua langsung melepaskan semua pakaian (termasuk topeng) yang mereka pakai dan menggantinya dengan pakaian petugas yang mereka menemukan.

Berseragam bak seorang petugas di rumah sakit dan ditambah dengan masker yang menutupi mulut mereka membuat kamuflase mereka berdua menjadi sempurna. Mereka berdua terlihat agak susah dikenali ketika memakai pakaian itu.

Untuk pakaian lama mereka (kecuali senjata) langsung mereka berdua taruh di tempat pensterilan yang ada disitu, maksudnya tempat pensterilan adalah tempat pembakaran, biasanya dipakai rumah sakit untuk membakar jarum suntik yang tidak dipakai dan barang-barang lain yang berbahaya jika dipakai lebih dari satu kali.

"Sembunyikan senjatamu, kita harus terlihat tidak mencurigakan." perintah Dark Zafran sambil menyembunyikan senjata miliknya sendiri.

#Note:

Joseline adalah nama asli dari entitas lain yang menghigapi tubuh Zafran, kalian bisa menyebutnya Dark Zafran ataupun Joseline itupun terserah kalian, karena pada dasarnya itu merupakan nama dari entitas yang sama.

"I iya kak" ucap Intan menurut dengan perintah Dark Zafran atau bisa dibilang nama aslinya adalah Joseline.

"Dengarkan aku, untuk bisa keluar dari tempat ini dengan mudah, kita harus bersikap tenang dan profesional agar tidak ada yang curiga." balas Joseline sambil menatap Intan lekat-lekat dengan pandangan serius.

"Intan paham kak." tukasnya sambil mengangguk-anggukan kepala tanda telah mengerti dengan perkataan Joseline.

"Baiklah, ayo kita lakukan" titah Joseline sambil menarik meja roda yang diatasnya ada mayat si Kepala Sekolah.

Kali ini, Joseline dan Intan mulai bergerak menuju pintu keluar. Mereka berdua telah berganti tugas, jika tadi Joseline yang mengurus saksi, sekarang tugas itu sudah berganti kepada Intan.

Pergerakan mereka berdua begitu rapi dan tanpa menimbulkan kecurigaan terhadap orang-orang yang berada di sekitar mereka karena orang-orang berpikir jika mereka berdua adalah para petugas yang sedang memindahkan mayat menuju ruang otopsi atau ada yang sempat berpikir mereka akan mengembalikan mayat itu ke keluarga yang ada di rumah.

Di tengah-tengah perjalanan misi melarikan mayat si Kepala Sekolah, mereka berdua sempat berpapasan dengan para anggota Grup Detektif yang sudah lengkap. Mereka semua terlalu tergesa-gesa ketika berjalan hingga tidak memperhatikan kalau mereka semua sempat berpapasan dengan Joseline dan Intan.

Tapi berbeda dengan yang lainnya, Deni memang tidak menyadari jika ia sempat berpapasan dengan Joseline dan Intan, tapi yang ia sadari hanyalah nama mayat yang tadi ia lihat itu bertuliskan nama Si Kepala Sekolah.

Ia merasa ada ada yang aneh dengan orang-orang yang sedang membawa mayat si Kepala Sekolah, jadi sekarang ini juga Deni memutuskan untuk membagi tugas mereka berempat.

Deni mengajak Erka untuk segera menyusul orang-orang yang tadi sempat mereka lihat karena lokasi mereka berdua saat ini masih belum terlalu jauh. Sedangkan tugas Tari dan Lea adalah mengecek keadaan Zafran di kamarnya saat ini.

"Kalian semua berhati-hati lah" tukas Deni terakhir kali sebelum mereka semua berpencar.

"Ya/iya/ok" balas mereka semua bersamaan.

"Ayo, Ka" ajak Deni terburu-buru karena tak mau kehilangan sasaran mereka berdua.

Tak ingin membuang waktu lebih banyak lagi, Deni terlihat lari terlebih dahulu mendahului Erka yang sempat tertingggal di belakangnya. Karena Erka juga tak ingin kehilangan jejak Deni, terpaksa ia juga ikut-ikutan berlari mengejak Deni di sepanjang lorong rumah sakit malam ini.

"Itu dia" ucap Deni dalam hati yang sedang melihat Joseline dan Intan yang sedang mendorong meja roda dengan santainya.

"Permisi, tuan." panggil Deni sambil menyentuh pundak kanan Joseline dari belakang.

Tanpa melihat wajah orang yang memanggillnya pun Joseline sudah tahu siapa orangnya. Dan Intan kini juga masih belum berkutik sebelum Joseline yang mengintruksi.

Setelah itu, waktu seakan melambat bagi Joseline sendiri. Ia langsung membanting tubuh Deni ke lantai dengan keras dengan memanfaatkan tangan Deni yang masih memegang pundaknya. Sedangkan Intan langsung mengurus Erka sebagai bagiannya.

Tentu saja Deni sempat melakukan perlawanan, dia bukanlah seorang pemuda yang lemah karena ia juga bisa ilmu bela diri.

Deni yang saat ini masih berada di dalam detik-detik sebelum badannya benar-benar terbanting ke lantai, langsung memposisikan kakinya agar menahan badannya terlebih dahulu, bukan kepalanya.