"Terus?" celetuk Erka yang sudah terlanjur penasaran dengan cerita Deni barusan.
"Aku sudah melihat Eka tergeletak dengan berceceran darah yang cukup banyak dan melihat Zafran sedang menusukkan pisaunya ke leher Widya saat itu. Semuanya terjadi begitu cepat dan aku juga tidak bisa banyak bertindak karena takut posisiku saat itu jadi ketahuan." sambung Deni panjang lebar.
"Tunggu, tadi kau bilang Zafran?" balas Tari tak percaya sambil menutup mulutnya saking terkejutnya. Tidak hanya Tari saja yang terkejut ketika mendengar ada kata Zafran di dalam cerita Deni barusan.
"Aku tidak bohong, yang kulihat saat itu memanglah Zafran. Tapi anehnya, Zafran saat itu terlihat memakai rok dan tampilannya juga sangat berbeda dari yang biasa kita lihat sehari-hari." timpal Deni.
"Berbeda, maksudmu?" ucap Lea tak mengerti.
"Dia seperti bukan Zafran yang biasanya, atau bisa dibilang bukan dirinya sendiri saat itu." tambah Deni.
"Aku masih tidak mengerti." jawab Erka masih berusaha untuk mencerna informasi-informasi yang Deni baru paparkan tadi sambil menggaruk-garukkan kepalanya yang tiba-tiba entah kenapa menjadi gatal
"Setelah melakukan banyak riset, mengumpulkan informasi dari segala koneksi yang kudapat dan penelitian yang tentunya kulakukan secara diam-diam. Aku yakin Zafran itu sebenarnya berkepribadian ganda." jelas Deni dengan tatapan serius.
"Berkepribadian ganda? sejak awal keputusan awalmu untuk membawanya kepada Grup detektif sebenarnya sudah membahayakan kita semua!" teriak Tari yang mulai emosi karena ingatan-ingatan tentang Vino sempat terlintas di benaknya.
"Aku harus melakukan itu! karena aku tau kalian tidak akan percaya kepadaku jika asal menuduh kepada Zafran tanpa mempunyai bukti yang jelas karena waktu itu aku hanya sendirian ketika melihatnya beraksi."
"Membawa Zafran kepada kita merupakan sebuah sandiwara dan taktik yang sengaja kubuat agar kita dapat lebih leluasa untuk mengamati aktivitas Zafran. Tapi benar-benar, Zafran itu memang sulit ditebak pergerakannya, kepribadian satu dengan yang lainnya sangat jauh berbeda menurutku." jelas Deni panjang lebar kepada Tari agar ia dapat memahami alasan Deni menyembunyikan rahasia miliknya selama ini kepada mereka semua.
Sedangkan Tari yang tak kuat setelah menerima penjelasan Deni barusan langsung meninggalkan dengan hanya diam seribu bahasa.
"Biarkan saja, dia lagi emosi" ucap Lea menahan Erka yang ingin menyusul Tari saat ini.
"Hm, baiklah.." balas Erka menurut yang mengerti situasi diantara mereka berempat saat ini.
"Jadi.....gimana?" tanya Lea meminta keputusan.
"Entahlah, kepalaku juga pening saat ini. Asal kalian tau saja. Pelaku pembunuhan berantai ini bukan cuma Zafran saja, aku menduga diluar sana masih ada satu pelaku lagi yang identatitasnya masih belum kuketahui." sambung Deni sambil memegang kepalanya.
"Pelaku lain? bagaimana kau bisa tau?" tambah Lea penasaran.
"Di salah satu kejadian pembunuhan, Zafran bersama kita ketika pembunuhan itu terjadi. Jadi tentu saja bukan dia yang membunuh korban itu." jelas Deni singkat.
"Hmmm....hari ini permasalahannya rumit sekali" keluh Erka sambil menendang batu kerikil yang ada di depannya.
"Kalau kau tau jika Zafran yang jadi si pembunuh, kenapa tidak laporkan saja dia ke kantor polisi?" tanya Lea agak bingung.
"Tentu saja nanti aku bakal dicurigai karena terlalu rinci ketika menjelaskan detail kejadian dan juga tidak semudah itu. Aku juga sempat menyewa beberapa orang yang khusus untuk menangani hal-hal seperti itu, tapi sampai saat ini, mereka sama sekali tidak ada kabar, maksudku mereka tidak kembali kepadaku karena kabur membawa uangku karena aku uang yang kubayarkan baru setengah dari isi perjanjian."
"Entah kenapa mereka menghilang begitu saja." tambah Deni.
"Hilang ya?" balas Erka heran.
"Baiklah kita harus menemui Zafran langsung, malam ini.." tambahnya.
#Malam harinya...
Entah darimana Dark Zafran mendapatkannya, yang jelas saat ini dia sudah memakai setelan hitam lengkap dengan hodie yang juga berwarna sama.
Kali ini dia tidak sendiri, ada seseorang yang ikut menemaninya dengan memakai setelan yang mirip dengan Dark Zafran malam ini. Dia bukanlah seorang lelaki dan tingginya hampir sama dengan pundak Zafran sendiri.
Mereka berdua, sekarang berada di atap (lebih tepatnya di tepi atap rumah sakit tempat Zafran yang sedang koma dirawat) masih memandangi pemandangan hiruk pikuk kota yang tidak ada habisnya serta lampu-lampu yang ikut menghiasi pemandangan malam ini menambah dinginnya suasan malam.
"Kak Joseline...." panggil si cewek yang berada di dekat Dark Zafran.
"Sudah saatnya ya? adikku..." timpalnya menoleh sebentar lalu kembali ke pemandangan kota.
"Setelah kita berhasil membalaskan dendam ibu, masih ada satu hal lagi yang harus kita lakukan kan kak?" balasnya sambil mengokang pistol semi otomatis yang sudah ada di genggaman tangannya.
"Yahh, tentu saja..." ucap Dark Zafran lalu mulai berdiri dari tempatnya duduk sejak tadi.
"Ayo kita lakukan." tambah Dark Zafran sambil memasang topeng berwarna putih polos ke wajahnya.
"Intan juga pasti akan membantu kakak malam ini!" balasnya lalu juga ikut-ikutan memakai topeng yang berwarna hitam polos.
Setelah itu mereka berdua mulai bergerak. Satu-satunya alasan mengapa Dark Zafran tidak meningggalkan rumah sakit tempat ia koma adalah sejak awal semuanya merupakan rencananya.
Dark Zafran memanfaatkan Intan untuk mengatur mayat si kepala sekolah akan di otopsi di rumah yang sakit sama dengannya entah bagaimana pun caranya. Dan Intan berhasil menyanggupi keinginan Dark Zafran dan rencana yang sebenarnya barulah dimulai.
Mereka berdua mulai turun kebawah menggunakan tangga darurat dan tujuan mereka berdua kali ini adalah langsung ke lantai tiga, karena ruang otopsi mayat ada disana.
Tangga demi tangga terus mereka berdua turuni dengan mudah tanpa mengalami kendala. Ketika mereka sampai di depan pintu yang bertuliskan lantai tiga mereka berdua mengambil nafas sebentar lalu mempersiapkan pistol masing-masing di tangan.
Beberapa detik kemudian barulah Intan yang membuka pintu pertama kali. Semua sudah direncanakan dengan baik. Mereka berdua memiliki tugas masing-masing.
Untuk urusan kamera keamanan, itu adalah tugas Intan untuk mengurusnya menggunakan pistol yang sudah ia pasangi peredam agar tidak terlalu menimbulkan suara yang memancing perhatian.
Sedangkan untuk urusan saksi yang sempat melihat mereka berdua, itu adalah bagian Dark Zafran. Ia menembaki semua saksi yang melihat mereka berdua, entah itu ibu-ibu, anak-anak hingga seorang pasien nenek-nenek pun juga tak luput dari sasarannya.
Hingga saat ini, di ruang kendali kamera keamanan juga sama sekali tidak ada yang menanggapi karena yang terjadi sebenarnya adalah hanya ada seorang penjaga yang kebetulan bergiliran saat itu dan saat ini terlihat sedang menikmati nasi goreng yang baru ia beli dari luar.
Ia menikmati nasi goreng miliknya sambil menikmati acara sepak bola melalui tv butut yang arahnya berkebalikan dengan komputer pusat kamera. Ditambah lagi acara tv yang sedang ia lihat sedang memperlihatkan Timnas Indonesia yang sedang bermain dengan seru membuat si penjaga itu malah menjadi lupa dengan tugasnya malam ini.
Disitu tidak ada telpon yang menghubungkan ruang keamanan?
Sebenarnya ada, cuma karena si penjaga lagi kepingin nonton tv kesayangannya, jadi kabel yang menghubungkan telepon terpaksa dicabut karena cuma ada satu lubang stop kontak.