"Kalau begitu, mulai sekarang kamu harus berhati-hati" peringat Deni dengan nada cukup serius.
"Kenapa?" tanyaku yang sedikit kaget karena mendengar Deni tiba-tiba berbicara seperti itu.
"Dia mungkin merasa jika identitasnya sudah terbongkar olehmu, maka cepat atau lambat ia pasti akan mendatangimu" balas Deni dengan pandangan sedikit kasihan padaku.
"Aku tidak takut dengannya." jawabku santai.
"Tenanglah, kau tidak sendiri" tambah Erka berusaha mencairkan suasana saat ini.
"Haha, iya juga ya" komentarku sambil melihat ke sekeliling.
***
#Skip time.
Sebelum gelap berhasil menutupi langit, kami semua sudah berpamitan kepada Deni karena sudah diizinkan untuk bermain sebentar di rumahnya. Dan aku sudah merasa jika ada seseorang yang mengikutiku dari belakang semenjak dari rumah Deni.
"Dia mungkin merasa jika identitasnya sudah terbongkar olehmu, maka cepat atau lambat ia pasti akan mendatangimu"
Perkataan Deni yang barusan membuatku terpaksa menjadi waspada setiap saat. Siapapun orang sialan ini, identitasnya harus segera kubongkar secepatnya. Aku juga harus segera menyusun taktik sekarang, pasti ada alasannya dia mengikutiku. Seperti ingin mengetahui dimana rumahku sekarang atau bahkan dia mungkin saja sudah mengetahuinya.
Jika aku menambah kecepatan motorku secara mendadak saat ini, dia pasti tahu jika aku sadar sedang diikuti tapi aku juga tidak bisa membiarkannya begitu saja mengikutiku.
Aku harus segera mengambil tindakan.
Jadi aku langsung menambah kecepatanku sambil memutar-mutar setiap gang yang ada. Beruntungnya, aku hapal jalan-jalan tikus yang ada di kotaku, jadi bisa dibilang ini akan terasa mudah. Tapi nyatanya tidak.
Dia masih bisa mengikutiku terus dengan kecepatan yang sama juga. Dan sialnya bensinku habis di tengah jalan karena aku sudah terlalu memaksakan mesinku ini.
Semakin lama keberadaan dia semakin dekat, terlihat dari lampu motor yang ia pakai. Dan mustahil jika aku meninggalkan motorku sekarang. Yang bisa kulakukan saat ini hanyalah mempersiapkan untuk hal yang tak terduga.
Hingga kedua motor kami cukup dekat, barulah dia memberhentikan motornya dan turun mendekatiku. Orang ini adalah seorang pria berumur tiga puluh tahunan jika dilihat dari wajah dan perawakannya.
"Tenanglah, jangan panik." ucapnya karena melihatku ancang-ancangku yang sedang waspada.
"Kenapa aku harus mendengarkanmu" balasku dengan nada dan mimik serius.
"Ayahmu yang menyuruhku" jawabnya.
"Buktikan" balasku singkat.
Setelah itu dia menunjukanku tanda pengenal yang memang dimiliki oleh anggota polisi. Barulah aku percaya setelah melihatnya karena ayahku adalah Kepala Satuan Polisi di bidang Kriminal.
"Baiklah aku percaya padamu, kenapa ayah menyuruhmu untuk mengikutiku?" tanyaku sedikit penasaran.
"Kalau soal itu, tanyakan sendiri padanya. Aku juga tidak tahu, yang jelas aku diberi tugas untuk mengawasi sambil melindungimu dari bayangan" jawabnya.
"Baiklah aku mengerti, dan nama om adalah?"
"Namaku Novanto, panggil saja Anto" balasnya.
"Motormu pasti sedang kehabisan bensin, tunggu disini sebentar dan biar kubelikan bensin." tambahnya sedangkan aku hanya mengangguk sambil berterima kasih.
Lima belas menit kemudian barulah Om Anto datang kembali sambil membawakan bensin, seperti yang ia janjikan. Setelah bensin motorku kembali terisi, aku berterima kasih kepadanya lalu menyarankannya untuk tidak mengikutiku saat ini karena sehabis ini aku akan kembali ke rumah. Untungnya dia menyetujuinya dan tak lupa mengingatkan kepadaku jika dia masih akan mengawasiku dari bayangan untuk kedepannya.
Aku tidak mempermasalahkannya, karena ayahku pasti memiliki alasan khusus untuk hal ini.
"Assalamualaikum" ucapku setelah memasuki rumah.
"Waalaikumsalam" jawab ibuku duluan yang sedang berada ruang keluarga sambil menonton tv dengan abangku.
"Dari tadi kemana aja? di telpon ga diangkat-angkat. Ibu jadi khawatir setelah mendengar berita tentang sekolahmu itu" keluh ibuku.
"Tadi Zafran ke rumah teman untuk main sebentar" jawabku yang tidak sepenuhnya berbohong.
"Yasudah, ganti baju dulu sana" balasnya.
"Iyaa" setelah itu aku menuju kamarku.
Aku juga sempat mendengar ketika abangku menganti chanel tv ke chanel lain, berita tentang sekolahku masih hangat hingga saat ini.
Mendengar para penyiar tv itu membicarakan para korban mulai membuatku merasa jenuh.
*Normal POV*
Sama sekali tidak ada yang menyadari jika ada orang asing yang berhasil menyelinap ke rumah Zafran. Dia sengaja mencari tempat yang pas baginya untuk mengintai para penghuni rumah yang menjadi targetnya.
Karena dia mendengar suara langkah kaki Zafran di tangga yang semakin dekat dengan keberadaannya, dia memposisikan dirinya dengan sempurna. Tempat dia berpijak saat ini adalah kamar Zafran yang lampunya belum dinyalakan.
Bisa dibilang kamar itu cukup gelap jika dilihat hingga Zafran membuka pintu kamarnya dari luar. Orang itu langsung menerjang Zafran yang masih belum siap dengan serangan dadakan. Tak lupa, ia juga masih sempat membanting pintu kamar Zafran dengan keras lalu meraba-raba lubang kuncinya untuk mencari anak kuncinya dan dengan cepat dia menguncinya dengan paksa lalu dibuang dengan sembarangan dalam keadaan gelap.
Perkelahian masih berlanjut, bisa dibilang tenaga Zafran tidak bisa dianggap remeh oleh si pembunuh dan juga Zafran telah mengira jika dari segi fisik ia sudah lebih unggul.
Zafran sempat mendengar ada suara pisau lipat di dekatnya, dan dia langsung mencegah orang yang menjadi lawannya saat ini untuk menusuknya dengan cara menahan tangannya lalu merebut pisaunya secara paksa.
Cara yang ia pakai juga berhasil, tapi tubuhnya juga terkena beberapa goresan oleh pisau tadi. Terasa dari luka dan darah yang masih membuka di tubuhnya.
Dari kamar Zafran, abang dan ibunya sudah khawatir dengan Zafran sambil menggedor-gedor pintu kamarnya karena sedari tadi terus mendengar suara gaduh di kamarnya.
"Zafran, kenapa dikunci sih??" teriak abangnya sambil menggedor-gedor pintu.
"Buka pintunya!" tambah ibunya.
Sedangkan Zafran yang berada di dalam tidak sempat menjawab karena masih beradu tinju dengan orang yang sedang menjadi lawannya saat ini. Pukulan demi pukulan terus dilayangkan Zafran kepada lawannya, ia tidak memukulnya dengan sembarangan karena ia hanya memfokuskan titik-titik rawan tubuh seperti kepala.
Hingga akhirnya Zafran terpojok di dekat jendela, karena barusan dadanya ditendang paksa oleh lawannya. Ia tidak menyadari jika dirinya akan ditendang karena memang situasinya sedang gelap gulita.
Kondisinya saat ini bisa dibilang kacau, kelelahan karena terlalu banyak mendapatkan luka, ditambah lagi bajunya sudah banyak yang sobek.
"Mati kau" teriaknya sambil yang sudah berada dalam posisi menusuk Zafran setelah mengambil pisau yang entah darimana ia dapatkan.
Merasa bahaya sudah berada di depan mata, Zafran langsung menghindar dengan tenaganya yang masih tersisa ke arah kanan.
Orang itu tidak menyadari jika Zafran sudah menghindar duluan sebelum berhasil ia tusuk dan yang hanya ia dapatkan hanyalah menabrak dinding dengan keras. Belum selesai ia untuk mengambil nafas tiba-tiba dirinya sudah dicengkram kuat oleh Zafran yang bisa dibilang adalah tenaga terakhirnya lalu tubuhnya yang sedang dicengkram langsung banting ke arah jendela
(Suara kaca pecah)
Karena gelap gulita, Zafran tidak tau apa yang terjadi. Tapi yang terjadi sebenarnya adalah orang itu jatuh hingga menabrak atap lantai satu yang tipis lalu barulah jatuh ke tanah dengan keras.