Chereads / I'm Coming / Chapter 6 - #5

Chapter 6 - #5

Hingga Nabila selesai dengan urusannya di ruangan perpustakaan, masih belum ada tanda-tanda dari "dia" menurutku.

"Sudah?" tanyaku.

"Sudah, makasih fran"

"Yaudah, aku anterin kamu sampe ke kelas baru pisah habis itu" balasku yang langsung dijawabnya dengan anggukan kepala.

Daripada diam dan terasa canggung dengan Nabila, aku mengajaknya mengobrol di perjalanan untuk memecah keheningan. Dan setidaknya dia sudah mulai melunak dan tidak terlalu ketus dari nada bicaranya.

Dug

"Apa-apaan ini?????" teriakku panik.

Bagaimana tidak?? tiba-tiba ada sebuah mayat yang sudah digantung dan dilemparkan dari lantai dua ke bawahnya. Dan itu terjadi tepat di mata kami berdua, jaraknya juga sangat dekat. Wajah Nabila sudah pucat duluan saat ini, dia sudah gemetaran dan hampir ingin muntah karena kejadian ini terjadi terlalu tiba-tiba.

Selain kami, juga ada beberapa orang lain dan termasuk seorang guru matematika yang mengajar di kelasku juga melihat kejadian barusan.

Aku tidak mengenali siapa yang menjadi korban, tapi yang jelas dia adalah seorang cewek bertubuh pendek dan berkulit putih. Daripada itu, yang menjadi fokusku adalah si pembunuh. Aku tidak akan melepaskannya kali ini, dia pasti masih berada di sekolah ini.

Aku dihadapkan dengan dua pilihan kali ini. Mengejar si pembunuh dan meninggalkan Nabila sendirian. Ataupun tidak mengejar, dan tetap bersama Nabila. Dan itu semua harus kuputuskan segera dalam waktu tujuh detik dari sekarang.

Pada akhirnya aku lebih memilih opsi kedua, karena aku kasihan dengannya. Mental seseorang yang sedang shock sangat rawan sekali untuk diganggu. Dan juga, tadi aku juga sudah berjanji untuk mengantarkannya.

Setelah itu aku mengajak Nabila untuk menjauh dari TKP terlebih dahulu, ini adalah hal pertama yang harus kulakukan. Bahkan hingga saat ini Nabila masih gemetaran ketika kupegang tangannya.

Sengaja aku tidak membawanya ke UKS karena tempat yang sepi sangat tidak aman untuk saat ini. Jadi aku memutuskan untuk membelikan minuman untuknya agar setidaknya dia bisa lebih tenang.

Tentu saja, situasi di sekolah saat ini juga sudah heboh. Orang-orang berlarian kesana kemari entah sedang ingin menuju kemana. Grup Detektif juga sibuk menanyakan dimana keberadaanku saat ini, padahal kejadian besar telah terjadi. Dan aku hanya sempat membalas jika "Aku berada di TKP saat itu, dan informasi selanjutnya akan kuberitahu nanti karena sedang berada urusan darurat"

Setelah Nabila merasa sedikit tenang, aku mengantarnya keluar gerbang karena ia sudah dijemput oleh orang tuanya yang memang sebelumnya sudah kuhubungi. Untuk tasnya akan dia ambil lain hari karena situasi di sekolah saat ini sedang panik semuanya.

Dan tentu saja yang terjadi selanjutnya adalah mobil-mobil polisi dan ambulan disertai sirene yang melengking menghiasi siang hari ini, kami juga dipulangkan lagi ketika kejadian ini terjadi.

Untuk mencari "si pembunuh" pun juga susah saat ini, karena orang-orang sedang tersebar di segala penjuru.

Tidak seperti yang lainnya yang akan pulang. Aku mulai ikut bergabung dalam penyelidikan klub detektif yang sudah lengkap dari tadi kecuali aku.

"Maaf terlambat, tapi aku juga membawa informasi penting tentang kejadian kali ini" ucapku ngos-ngosan karena sehabis berlari.

Mendengar hal itu langsung membuat Deni tertarik dan berkata " informasi apa?".

"Aku sempat melihat wajahnya, meskipun sekilas." jawabku.

"Benarkah?" balas Tari dengan nada serius.

"Ya, aku sempat melihatnya meskipun agak kurang sedikit jelas karena mataku minus" jawabku.

"Tidak apa-apa, informasi yang barusan bisa sangat berguna kali ini" balas Deni sambil menyeringai.

"Jadi?" tanya Erka menunggu keputusan.

"Kita tidak akan memulai penyelidikan di sekolah, polisi yang ada di dalam cukup banyak sekarang" jawabnya.

"Ayo kembali menuju basecamp" tambahnya.

"Loh, kita punya basecamp?" komentar Lea sedikit terkejut.

"Tentu saja punya, kita nanti akan mengambil kendaraan dulu, dan akan berkumpul di gerbang depan." jawab Deni.

"Baiklah" jawabku.

Setelah itu kami berpisah sebentar, karena akan mengambil kendaraan milik masing-masing di parkiran. Meskipun aku berjalan sendiri, tapi aku juga masih dalam posisi waspada karena aku sama sekali tidak merasa aman sekarang.

Dan dari tadi aku juga banyak melihat banyak petugas polisi serta ambulan sibuk keluar masuk ke dalam sekolah. Harusnya mereka malu, padahal sudah menaruh banyak petugas sebelum pembunuhan yang terakhir terjadi untuk mengantisipasi, tapi tetap saja mereka masih kecolongan lagi.

***

#Skip time.

Setelah semua anggota berkumpul, kami mengikuti Deni yang menyetir duluan di paling depan, sedangkan aku berada di tengah-tengah. Deni terus menggiring kami sekitar sebelas menit an, hingga kami sampai di sebuah rumah yang baru halaman depannya saja sudah cukup luas dan besar. Aku baru mengetahui jika Deni adalah anak dari orang kaya ternyata.

Kami juga ikut berhenti setelah memakirkan motornya duluan di halaman depan. Setelah itu kami masih mengikutinya hingga dia menunjukkan bahwa halaman belakangnya yang ada taman serta berbagai macam tanaman hias adalah basecamp kami sekarang.

"Ini basecamp kita sekarang, anggap saja seperti rumah kalian sendiri" tawar Deni sambil tersenyum.

"Wahh, keren banget" komentar Tari karena ia yang pertama kali senang ketika melihat pemandangan ini.

"Mau kemana?" tanyaku kepada Deni karena kulihat dia mau pergi.

"Aku mau mengambil sesuatu sebentar, kalian jangan malu-malu ketika ada disini" balasnya.

"Baiklah" jawab kami.

"Dasar para cewek" itulah yang kudengar dari mulut Erka karena melihat Lea dan Tari sekarang sudah sibuk untuk bergantian saling foto maupun selfie di taman ini. Dan Erka sudah melepas kacamatanya saat ini, ini baru pertama kali aku melihatnya, dan wajahnya terlihat berbeda.

"Biarkan saja mereka, kok dilepas?" jawabku sambil menunjuk kacamata miliknya.

"Lagi malas memakainya" balasnya singkat.

"Aku masih penasaran dengan yang kau bilang tadi" tambahnya.

"Tentang aku melihat wajah 'dia' " balasku.

"Ya, coba beritahu kepadaku apa yang kau lihat" ujarnya.

"Aku tidak terlalu melihatnya dengan jelas, tapi yang jelas badannya tidak terlalu tinggi dan pendek, kulitnya sedikit coklat tapi termasuk putih, dan wajahnya aku hanya melihatnya dari samping karena tertutup dengan rambut hitamnya." jawabku.

"Jika aku memberimu beberapa foto, kamu masih bisa mengingatnya?" balasnya.

"Entahlah, aku tidak terlalu yakin" jawabku jujur.

"Baiklah." ucapnya memaklumi dan setelah itu aku melihat Deni kembali dengan membawa beberapa makanan serta minuman di tangannya.

"Ayo kesini" ucap Deni menawarkan kepada kami, dan karena kami berdua yang paling dekat jadi kami berdua yang mendekat terlebih dahulu.

Kami mengucapkan terima kasih terlebih dahulu sebelum mengambil barang pemberiannya. Dan sekarang kami duduk di tempat yang agak teduh dekat pohon karena matahari sedang berada di puncaknya kali ini.

"Bagaimana dengan selanjutnya?" tanya Lea sambil menyeruput es degan yang sedang ia pegang.

"Selanjutnya?" komentar Erka.

"Zafran sudah pernah melihat wajah si pembunuh, yang berarti ia adalah kuncinya sekarang" balas Deni.

"Tunggu, aku baru ingat sesuatu....apakah dia juga melihatmu saat itu?" tambah Deni.

"Sepertinya dia sempat melihatku karena mata kami sempat bertatapan meskipun dari jauh" jawabku.