Chereads / I'm Coming / Chapter 5 - #4

Chapter 5 - #4

Baru saja beberapa detik setelah aku mematikan hapeku, tiba-tiba terdengar notifikasi baru lagi. Dan ketika kubuka ternyata dari Nabila.

"Zafran" tulisnya lewat Whattsapp.

Nabila memang sudah jarang untuk mengajak ngobrol denganku, tapi jika ia memanggilku seperti itu sepertinya ini terasa penting.

"Kenapa? tumben?" balasku.

"Belakangan ini aku sering merasa diikuti seseorang di sekolah, tapi aku tidak tau siapa orangnya." jawabnya.

"Dia bukan fansmu?"

"Bukan, kali ini terasa beda. Aku nggak tau mau cerita ke siapa lagi, mereka semua ga percaya." tulisnya.

"Bisa saja aku jadi target pembunuhan selanjutnya" tambahnya.

"Hush, jangan bilang gitu. Kalo gitu aku saranin kamu kalo keluar jangan sendirian untuk amannya."

"Dan kalo bisa jangan terlalu sering di tempat yang sepi." tambahku.

"Emm, iya dehh. Makasih fran" balasnya.

"Iya"

Dan setelah itu hapeku mati, karena batrenya emang udah habis.

***

#Time skip

Keesokan harinya..

Seperti yang Deni bilang kemarin, hari ini Klub Detektif akan berkumpul dan lokasinya adalah kantin pada jam istirahat pertama.

Dan aku agak sedikit terkejut ketika mengetahui tiga anggota lain yang ada di Klub Detektif.

"Tariyska Alsa"

Dia seorang cewek yang satu angkatan denganku. Aku tidak terlalu mengenal dirinya, tapi menurut gosip yang beredar, ia adalah orang terakhir yang sempat dekat dengan Vino. Mungkin saja hal itu adalah alasan kenapa ia bergabung.

Jika dilihat dari penampilannya, dia cukup tinggi bagi cewek seusianya. Sekitar 166 cm mungkin. Kulit yang cukup putih, rambut yang sengaja dikucir dan aku juga sempat mendengar jika dia jago dalam karate.

"Zahlea Winda"

Bisa dibilang ia adalah yang termuda diantara kami berlima karena masih kelas sepuluh. Aku penasaran kenapa ia bisa bergabung.

Dan yang terakhir adalah "Erkana Zaky"

Penampilannya terlihat culun karena kacamata yang ia pakai terlihat mencolok ditambah lagi tubuhnya yang kurus kering, tapi aku tidak terlalu mempermasalahkannya.

"Sekarang, kalian semua telah berkumpul." ucap Deni dengan bersemangat.

"Kalian sudah sempat berkenalan kan?" lanjutnya.

"Sudah" balas yang lain, sedangkan aku hanya mengangguk saja.

"Jadi, apa alasan kita dikumpulkan hari ini?" tanyaku langsung to the point.

"Tentang hal itu..." ucap Deni belum selesai tapi ia sibuk melihat-lihat kondisi sekitar kami.

"Jangan disini, aku rasa tidak pas. Ikuti aku" intruksi Deni yang sudah berdiri lalu mulai berjalan.

Aku dan yang lainnya langsung mengikutinya, seperti yang ia bilang. Dan setelah itu Deni membawa kami ke tempat yang cukup sepi dari keramaian. Setelah merasa cukup, barulah ia berkata:

"Disini saja, kita bebas berkata apa saja disini" sambil bersandar ke sebuah pohon besar.

"Baiklah, lalu?" balas Erka yang sudah penasaran dari tadi.

"Aku sudah pernah bilang sejak pertama kali bukan? tentang kejadian beberapa waktu ini." jawab Deni.

"Iya" jawab Tari.

"Kita sedikit sekali mempunyai informasi tentang "dia" bahkan hampir tidak ada, maka dari itu aku memutuskan untuk membuat klub ini, meskipun tidak resmi sih..." jawab Deni.

"Tidak apa-apa, aku juga mempunyai alasan khusus bergabung disini" balas Tari.

"Aku juga/sama sepertiku" tambah Erka dan Lea secara bersamaan.

"Tadi kamu bilang, punya sedikit bukti tentang "dia", coba jelaskan ke kami" ucapku penasaran.

"Dia bersekolah disini juga, yang berarti orang itu ada di sekitar kita. Dan dia adalah cewek, aku menyadarinya ketika melihat video yang tersebar pertama kali." balas Deni.

"Tapi itu masih kemungkinan jika dia seorang cewek, bukti yang kita miliki hanya berdasarkan video yang ia buat. Dia ingin kita melihat proses kejadian hanya melalui sudut pandangnya" balas Erka.

"Yang Erka bilang barusan ada benarnya, terlalu cepat untuk menyimpulkan saat ini" ucapku menyetujui.

"Memang benar sih, ini masih sekedar teoriku saja, tapi tentang fakta dia bersekolah disini sudah pasti benar" tambah Deni.

"Apa dari kalian semua sudah ada yang tau siapa yang pertama kali menyebarkan videonya?" ucap Lea mulai angkat bicara.

"Aku tidak tau, video ini menyebar terlalu cepat dan susah mencari siapa yang pertama kali menyebarkannya." balasku jujur.

"Sama seperti Zafran" tambah Erka.

"Aku melihat videonya ketika teman-temanku sibuk melihatnya beramai-ramai" jawab Tari.

"Aku juga" tambah Deni.

"Mungkin saja, jika kita sudah tau siapa yang pertama kali menyebarkannya, kita bisa melacak IPnya lalu mendapatkan lokasinya" jawab Lea.

"Meskipun kita sudah tau siapa yang menyebarkannya, pasti dia sudah menyamarkan IPnya sebelum disebarkan ke dunia maya" komentar Deni yang lebih terdengar logis.

"Begitu ya.." balas Lea sedikit kecewa.

"Menurut pendapat kalian, setiap korban yang terbunuh memiliki kaitan dengan si pembunuh?" tanyaku memecah keheningan.

"Entahlah, karena dia sudah terlalu banyak membunuh kita masih belum bisa menemukan bukti yang pas." jawab Deni.

"Bisa saja ada, tapi siapa?" tanya Tari.

"Aku juga tidak tahu, aku membuat teori ini ketika teringat kata-kata waktu itu yang ia tuliskan di papan tulis dengan darah." balasku.

"Sedikit mengerikan melihatnya" jawab Lea yang memasang wajah ngeri.

"Aku juga sempat melihatnya, "orang itu" siapapun dia, yang jelas ia adalah psikopat gila" balas Erka.

"Setuju" balas Deni singkat dan setelah itu bel masuk berbunyi, tanda jika kami harus kembali ke masing-masing. Setelah berpamitan dengan mereka semua, banyak teori-teori yang muncul di kepalaku. Terlalu banyak hingga membuatku sedikit pusing.

***

Di tengah-tengah pelajaran, aku merasa ingin ke wc, jadi kuputuskan untuk keluar kelas karena memang sudah tidak bisa ditahan lagi. Tadinya aku hanya berjalan santai sambil melihat-lihat keadaan sekitar dan kebetulan aku melihat Nabila sedang berjalan sendirian, tapi yang menarik perhatianku bukanlah itu, aku merasa ada sepasang mata yang pada awalnya hanya mengamati Nabila, juga ikut memperhatikanku.

Karena merasa harus, aku mendekati Nabila.

"Nab, kan udah kubilang jangan jalan sendirian" ucapku.

"Aku mau ke perpus nih, tadi disuruh guruku ngambil buku di sana." balasnya simpel.

"Baiklah, tetap berjalan seperti biasanya dan akan kutemani" jawabku.

"Udah, jangan terlalu banyak nanya" pintaku, karena ia memasang wajah agak heran.

"Iyaiya" balasnya dengan nada bawel.

Sengaja aku tidak memberitahunya lewat lisan jika ia sedang diawasi oleh seseorang, aku lebih memilih memakai bahasa isyarat untuk lebih amannya. Dia yang awalnya terkejut, mulai memahami kenapa aku menemaninya saat ini.

Dan lama-kelamaan, aku merasa jika kami sudah tidak diawasi lagi, tapi bukan berarti aku menurunkan kewaspadaanku. Dia bisa berada dimana saja dan datang kapanpun tanpa kuduga karena aku masih belum tau bentuk wajah serta identitasnya.

Aku juga memakai rute yang jika dilewati maka masih terdapat banyak orang, karena jika memakai rute yang biasanya yang harus melewati lorong yang cukup panjang akan terasa sepi sekali nanti.