"Ta-Tapi dia akan melawan komandan FREENITY!" Seru Dairly yang tetap berusaha melepaskan ikatan yang tak mungkin terlepas dengan usahanya.
"Kau ingin mati?" Bawahannya memperingati tindakan Dairly, perkataan dari bawahannya itu membuatnya terdiam dan menunggu dengan sabar.
"Benang kehidupan!" Parish menyerukan jurusnya, terlihat banyak benang kecil menuju badan Diamond dengan kecepatan tinggi. Diamond berhasil menghindari nya seperti sedang menari.
Diamond melemparkan bebatuan sedang, sihirnya adalah tanah! Parish menangkis bebatuan itu dengan benangnya.
Beberapa bangunan yang hancur tambah hancur akibat pertarungan mereka. Dairly masih terikat, ada cara yang lebih cepat tapi mereka tak memilikinya. Jadi satu-satunya cara yang bisa mereka lakukan hanyalah memotongnya dengan pisau energi.
Darah terlihat di beberapa wajah Parish sedangkan untuk Diamond masih tak terlihat luka sekecil pun.
"AAAGH!" Parish teriak kesaksian ketika dirinya menerima pukulan dari Diamond, tak sampai situ Diamond menyerang Parish bertubi-tubi dengan sihirnya.
"Hentikan ini!" Dairly berteriak untuk menyudahi semua ini, dirinya tak tahan lagi melihat Parish kesakitan.
"Kesenangan nya baru saja dimulai." Diamond berkata lalu menyerang Parish.
Parish dibuat babak belur oleh Diamond, disaat itu juga Parish menunjukkan senyuman kecilnya.
Benang dari arah belakang Diamond datang dengan kekuatan yang besar, walaupun Diamond berhasil menghindar tetap saja dia terkena serangan itu di perutnya lalu Parish lempar tubuh Diamond ke arah bangunan yang sudah hancur.
"Berani juga ya kau." Kata Diamond lalu bangkit tanpa kesulitan.
"P-parish. Apa masih lama?" Dairly bertanya kepada anak buahnya.
"Sebentar lagi, bertahan lah." Jawab bawahan Dairly dengan keringat bercucuran di wajahnya.
Dengan kecepatan luar biasa Diamond melesat mengelilingi Parish, satu serangan, dua kali serangan, tiga kali serangan dan entah berapa serangan yang diterima oleh Parish dengan kecepatan Diamond.
Lepas sudah ikatan tali anti sihir yang mengikat pergelangan tangan Dairly, yang tersisa hanyalah ikatan kaki.
Dairly dalam posisi duduknya itu mengarahkan kedua tangannya kedepan berencana untuk menembakkan sihir apinya. Tapi karena kecepatan Diamond, Dairly tak bisa mengeluarkan sihirnya.
Satu kesempatan Dairly dapatkan untuk menyerang Diamond, sihirnya bisa dibilang berhasil untuk sedikit melukai Diamond.
Diamond membalikkan badannya menuju ke arah Dairly.
"Berani juga ya kau tikus kecil." Katanya dengan menahan amarah sembari membunyikan jari-jari nya.
Dairly tak bisa kabur karena kakinya masih terikat tali anti sihir.
"Lawanmu itu aku." Parish mencegat langkah Diamond dengan perkataan nya.
Diamond melanjutkan langkahnya, hal itu membuat Parish menghalangi jalan Diamond dengan hadir dihadapannya.
"Sudah kubilang lawanmu itu adalah aku." Parish menekankan semua perkataan nya.
Diamond menatap wajah Parish dengan dingin lalu memukulnya ke samping dengan keras lalu melanjutkan langkahnya.
Parish melesat cepat ke arah Diamond dengan benang-benang nya, melakukan serangan demi serangan agar tak ke tempat Dairly.
Tali ikatan di kaki Dairly sudah lepas, hendak saja Dairly pergi membantu Parish tapi dirinya tak bisa karena tangannya dipegang oleh bawahannya.
"Lepaskan, Parish butuh bantuan." Dairly memberontak.
"Maaf."
Diamond berjalan cepat tak terlihat ke arah Dairly lalu mengambil paksa Dairly dari genggaman anak buah Dairly.
Dengan kekuatan benang yang besar, Parish berhasil melukai perut Diamond dan untungnya Dairly terlepas. Parish pergi ke arah Diamond untuk menyerang, tapi Parish tertusuk oleh cakar tajam yang tumbuh di tangan Diamond. Muntahan darah kental Parish keluarkan,
"PARISH!!" Dairly berteriak, bawahannya menahannya agar tak ketempat Parish.
"Sepertinya ini batas ku." Kalimat itu begitu lirih tapi tetap terdengar jelas.
"Tidak! Jangan!" Bulir air mata Dairly banyak berjatuhan ketika Parish mengerahkan seluruh tenaganya untuk melakukan satu serangan.
Serangan itu memiliki tekanan yang kuat, benang aura milik Parish menjalar di seluruh tubuh Diamond lalu dari arah belakang, kumpulan benang aura yang menjadi satu kesatuan menyerang jantung Diamond. Disaat itu juga Parish tertusuk oleh sihirnya sendiri.
"Benang kematian."
Bawahan Diamond mendadak menghilang menjadi butiran debu, Dairly datang ke tempat Parish berada, memangku kepalanya ke pahanya.
Anak buah mereka tertunduk lesu,
"Panggil penyembuh! Kita harus segera membawa nya ke rumah pengobatan!" Dairly berkata nyaring memperintahkan anak buahnya.
"Sudahlah Dairly, aku takkan selamat— Uhuk!" Parish terbatuk-batuk di tengah kalimatnya, memuntahkan sedikit darah kental.
"Kau diam saja!" Dairly tak bisa menahan tangis nya yang membasahi pipinya.
Parish yang sedang terbaring dalam keadaan sekarat menatap Dairly untuk terakhir kalinya.
"Rasanya muak, ketika nyatanya aku ingin hidup lebih lama di kondisi sekarat seperti ini." Parish tersenyum tulus namun terasa menyakitkan. Bulir tangisan Dairly membasahi wajah Parish.
"Senang mengenal kalian, kau dan Aldero. Sampaikan hal ini kepada Aldero—" Parish membisikkan sesuatu kepada Dairly lalu tangannya yang mengelus kepala Dairly tiba-tiba lemas dan terjatuh, Dairly tercengang dengan apa yang didengar nya barusan.
"Tidak! Kau belum boleh mati! Bangunlah Parish! KUMOHON!!" Dairly berteriak sangat kencang lalu mengguncangkan tubuh Parish dengan keras.
"Kenapa? Kau belum boleh..." Dairly menangis sangat keras membuat air matanya berjatuhan ke pipi Parish.
Anak buah Parish tentu saja menangis melihat kematian ketuanya dibawah hujan deras yang mengguyur mereka.
Diamond tiba-tiba saja menjadi banyak kupu-kupu dan menghilang begitu saja ketika Dairly hendak pergi ketempat Diamond terbaring.
"Tak mungkin." Kata Dairly dengan wajah terkejutnya.
●●●
Aldero dan rekan kerja nya berada di penginapan untuk beristirahat setelah melawan salah satu anggota FREENITY.
"Kupikir kau itu seorang Vampir Aldero." Kata Erissa menunjuk Aldero.
"Tidak, aku seorang peri." Jawab Aldero sembari membunyikan tulang lehernya
"Karena kulit pucat mu aku jadi berpikir bahwa kau adalah vampir Erissa." Kali ini Jason bersuara.
Stacey sedang duduk di kursi ruang tunggu penginapan bersama yang lainnya, menyantap roti sebagai mengganti energi yang terbuang.
"Tuan... Berita penting dari Ibukota." Meidiva memberitahukan Aldero mengenai sesuatu yang sepertinya sangat penting.
"Ada hal penting apa?" Sahut Aldero tak peduli.
"Ini tentang tuan Parish, beliau dinyatakan meninggal..." Meidiva menyampaikan hal itu dengan suara berat menahan kesedihan.
Aldero bangkit dari duduknya, wajahnya sangat terkejut dengan berita yang baru disampaikan.
"Semua guild, dari ketua hingga anggota wajib menghampiri pemakaman ini." Sambung Meidiva dengan menundukkan kepalanya.
"Kita akan pergi secepat mungkin, gunakan jalur teleportasi!" Aldero memerintahkan bawahannya dengan tergesa-gesa, Alexador dan Zedva serta Fale dan Grain yang merupakan senior di guild ini sudah pasti tau mengenai hubungan kedua guild ini.
Semuanya buru-buru pergi ke jalur teleportasi, Stacey, Amanda, Erissa dan Jason yang tak mengetahui apa-apa hanya bisa bertanya dalam hati dan mengikuti yang lain.
Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk pergi ke Ibukota walaupun tadi ada sedikit keributan di jalur teleportasi, Aldero mengeluarkan banyak keping emas untuk menyewa beberapa lantai teleportasi untuk pergi sekaligus.
Aldero dan bawahannya sudah sampai di istana, banyak anggota guild lainnya yang sudah hadir. Foto Parish yang sudah terpigura di letakkan di atas peti mati.
"Tidak mungkin... Dia takkan mati semudah ini." Aldero tak percaya dengan apa yang dilihatnya, Aldero mendatangi peti tersebut.
"Maaf, a-aku tak bisa melindunginya." Dairly menemui Aldero lalu memegang bahu Aldero.
Karena proses pemakaman akan segera dimulai maka Aldero dan Dairly mundur kebelakang.
"Bahkan orang terdingin pun bisa mengeluarkan air mata ya?" Dairly berkata sambil terisak di samping Aldero yang meneteskan air mata.
"Aku juga memiliki hati." Jawab Aldero yang terus menerus mengeluarkan air mata dalam diam.
"Baru kali ini aku melihat Aldero menangis." Ujar Stacey yang melihat Aldero menangis dari kejauhan.
"Wajar saja bila kau kehilangan orang yang sangat berharga bagimu kan?" Alexador berkata setelah mendengar perkataan Stacey, rasa haru terdengar jelas di suaranya.
Pemakaman terus dilanjutkan walau hujan mengguyur mereka, satu pasukan kerajaan memberikan penghormatan kematian bagi yang telah gugur. Mereka mengeluarkan pedang dari sarungnya lalu menghunus angin ke atas dan menurunkan pedang itu ke peti, beberapa suara terompet terdengar. Para pasukan itu mengawal peti tanpa menaruh pedang mereka kembali ke sarung hingga sampai ke tanah kuburan.
Pemakaman dilakukan dengan sebaik mungkin oleh pihak kerajaan. Stacey dan yang lainnya tidur di penginapan Ibukota.
"Aldero pergi kemana?" Alexador bertanya kepada Zedva.
"Kuburan."
"Ini yang ketiga harinya dia pergi ke kuburan." Alexador berujar, memang ini sudah ketiga harinya Aldero mengunjungi kuburan.
Aldero berjalan ke arah kuburan dengan sebuket bunga di tangannya. Dia sedikit terkejut karena kehadiran Dairly di depan batu nisan milik Parish.
"Rambut pink cerah mu tak kau urus?" Aldero memperhatikan rambut milik Dairly yang tak terurus itu.
"Ini juga hari ketiga kau kesini." Tambah Aldero lalu berdiri di samping Dairly.
"Wajar kan, karena..."
"Tak kusangka dia akan secepat ini meninggalkan kita." Aldero berkata.
Aldero menaruh karangan bunga itu di depan batu nisan milik Parish,
"Ini bukan salahmu, dia pergi karena keinginannya sendiri." Kata Aldero yang menenangkan hati Dairly.
"Hm, kau tau apa yang dia bilang di kalimat terakhirnya?" Dairly membuka suara.
Aldero mendengarkan tiap suara yang keluar dari mulut Dairly,
"Kau bercanda kan?"