Apakah aku bermimpi. Apakah aku sedang berkhayal. Mengapa ini terlalu nyata. Aku mengusap wajah ku, dan membuka perlahan – lahan. Tidak. Ternyata aku sedang tidak bermimpi, yang ku lihat benar – benar Dion. Tapi…bagaimana bisa.
Aku menyampingkan sejanak pikiran dan khayalan ku. Ku dekati dirinya yang dibalut dengan kemeja putih. Ku peluk dengan sangat erat.
"Kau kemana saja" Air mata ini pun menetes. Baju yang dikenakan Dion pun terbasahi oleh air mata ku.
Ia lalu mengelus rambut ku dengan sangat halus. "Aku tidak kemana – mana An".
Ia menatap ku dengan penuh keyakinan dan harapan. Pandangannya seolah membawa ku ke dalam sebuah kebahagiaan. Ia mengusap air mata ku. "Kau tak perlu menangis, aku akan selalu ada disini untuk mu"
….
Jika mentari adalah sumber cahaya dan kehidupan bagi makhluk hidup di muka bumi. Maka Dion adalah sumber kebahagiaan untuk ku. Hangat tubuhnya seperti mentari yang baru terbit dari ufuk timur. Kehangantannya seolah memberikan jiwa ku ketenangan. Kerinduan yang telah lama aku pendam, kini seolah buyar dan terbayarkan. Sang pangeran hati itu kini telah kembali. Kembali ke dalam kehidupan ku. Semoga saja aku dan dirinya bisa hidup bersama lagi seperti dulu kala.
Tapi…semua itu ternyata tidak nyata.
…
"Kau kenapa An" Tanya Tama.
Aku mengusap air mata ku dan melepaskan diri ini dari pelukannya. "Tidak apa – apa".
…
Mengapa mimpi itu begitu nyata. Mengapa aku seolah benar – benar melihat Dion. Mengapa aku bisa merasakannya. Pikiran ku seolah bertempur sendiri. Bertempur diantara khayalan dan harapan. Manakah yang harus aku pilih. Khayalan ini terlalu nyata, tapi harapan ini begitu semu.
Mengapa sulit rasanya melupakan seseorang yang sudah benar – benar tidak ada di dunia ini. Mengapa sulit untuk mengubur kenangan masa lalu dan berharap pada masa depan yang lebih baik. Apakah melangkah ke depan lebih rumit dibandingkan mundur beberapa langkah.
Haruskah aku pasrah dan menerima kenyataan yang ada bahwa Dion memang benar – benar tidak ada. Haruskah pikiran ini melenyapkan segala hal tentang dirinya, termasuk cintanya. Tapi, bagaimana caranya..
….
Aku terus mencari jawaban itu. Mencari sebuah jawaban yang pastinya tidak akan pernah aku temui. Tapi walau begitu, aku akan terus mencari. Sampai pada akhirnya aku menyerah dengan diri ini sendiri.
…..
Pagi ini aku ada janji bertemu dengan Mei di rumahnya. Entah apa yang ingin ia bicarakan pada ku, tapi rasa – rasanya aku sudah bisa menebaknya. Diperjalanan aku pikiran ku kembali dihantui oleh rasa takut dan penasaran tentang penampakan Dion semalam. Aku berkeyakinan bahwa apa yang aku rasakan benar – benar Dion. Tapi mengapa setalah kenyataan kembali yang aku lihat melainkan Tama.
Tuhan, tolong berikan aku jawaban tentang semua ini. Tentang tanda tanya ini. Aku tahu bahwa ini sulit dijelaskan dengan logika. Tapi aku percaya bahwa dengan kuasa Mu ini amatlah mudah. Berikanlah aku sebuah jawaban Tuhan. Jawaban tentang perasaan ku kepada dirinya.
…
Di tengah perjalanan tiba – tiba saja pandangan ku buyar. Aku lalu menempikan mobil yang sedang aku kendari di pinggir jalan. Namun rasa sakit ini semakin menjadi – jadi.
….
Kesokan Harinya…
Aku membuka mata ku perlahan – lahan. Namun aku tidak bisa melihat dengan jelas apa yang ada di hadapan ku. Yang aku rasakan hanyalah sebuah jarum infus yang menusuk di tangan ku.
"Kau sudah bangun?"
Suara itu kembali. Suara dari masa lalu itu seolah datang menghantui ku lagi. Aku berusah mengelak. Berusaha menepisnya. Berusaha sekuat tenaga untuk tidak terjebak dalam khayalan ku sendiri. Tapi sulit rasanya. Sulit membayangkan bahwa diri ini bisa lepas dari jebakan cinta di masa lalu.
"Siapa kau sebenarnya"
"Apakah kau sudah melupakan ku?"
Aku mencoba menepis pertanyaannya. Ku alingkan wajah ku sembari menahan amarah yang ku pendam.
" Jelaskan pada ku siapa sebenarnya dirimu?"
Ia lalu mendekati ku dan memeluk ku. " Apa sekarang kau sudah mengenali ku?".
Aku mencoba menahan air mata ini. Mencoba menepis semua khayalan ini.
"Pergi!!!" Bentak ku
"Ke…kenapa?" Jawabnya dengan terbata – bata.
"Pergi...…."
"An…An. Kau tak apa?"
"Tama" aku memeluk dirinya dan menangis dibahunya.
….
Entah mengapa setiap kali aku melihat Dion, kenyataan itu berbalik arah. Khayalan ku berkata bahwa yang ada di hadapan ku adalah Dion, tapi mengapa kenyataan berkata berbeda. Setiap kali Dion datang Tama selalu ada. Bahkan bukan kali ini saja.
Sejak kedian kemarin dan hari ini, beberapa hari sesudahnya aku seperti diperlihatkan oleh sosok Dion. Namun, lagi dan lagi ketika aku bisa keluar dari khayalan itu Tama selalu ada di samping ku.
Aku benar – benar tidak mengerti bagaimana caranya otak bekerja dan berfikir. Logika ku seolah tidak bisa sampai. Pikiran ini seakan tidak bisa menemukan jawabannya sendiri. Apakah Tama itu adalah Dion. Ataukah Dion adalah Tama. Ah, entahlah. Semangkin aku memikirkannya rasanya semakin sulit untuk ku menemukan jawabannya.
…
"An…An…An". Sebuah suara memanggil ku dari kejauhan. Aku berjalan mendekati sumber suara itu. Namun semakin ku dekati suara itu semakin lama semakin tak terdengar.
"An" Seseorang memegang pundak ku dari belakang. Aku pun sontak terkejut dan hampir memukulnya.
"Kau Lagi" Ujar ku dengan nada sangat ketus.
"Ayo kita duduk disana" Ia meraih tangan ku dan sesekali memandangi ku dengan tatapannya yang penuh kebahagiaan.
"Tempat apa ini?" Tanya ku sembari melihat tempat tersebut yang penuh degan bunga – bunga, burung – burung yang sedang bersiul dan aliran sungai yang begitu bersih.
"Ini adalah tempat ku"
Aku mengerutkan dahi ini "Tempat mu? Lantas dimana ini?"
Ia hanya terdiam dan tidak menjawab pertanyaan ku.
"Dion boleh aku bertanya sesuatu pada mu?"
"Ya, apa yang ingin kau tanyakan An?"
"Mengapa kau tidak kembali?"
Dion berdiri dan ia mengambil setangkai bunga. " Ini untuk mu"
Aku lalu mencium bunga tersebut. Harum sekali. Bahkan lebih harum dari sebuah parfum.
"Dion ini"…
"Dion…Dion"…...
Ternyata hanya mimpi.
….
Mimpi yang begitu nyata. Begitu indah. Bahkan lebih indah dari sebuah kenyataan saat ini. Tuhan, sekali lagi aku meminta kepada mu. Jika benar ini semua hanyalah khayalan semata, maka tolong buyarkanlah. Jangan buat diri ku terus larut dalam sebuah lembaran masa lalu yang tak berkesudahan. Tuhan, ijinkanlah aku untuk melangkah maju tanpa rasa bersalah. Ijinkanlah aku untuk melupakannya. Ijinkalah aku untuk tidak terus – menerus bertahan dalam sebuah gejolak asmara dari seseorang di masa lalu.
Biarkan diri ini melepaskan segala kenangan itu. Aku tahu sekalipun itu sulit dan tidak mungkin, tapi aku akan berusaha sekuat tenaga. Berusaha untuk menerima kenyataan bahwa ia memang tidak akan pernah kembali. Bantu aku Tuhan. Bantu aku untuk bangkit dan bisa menjalani kehidupan ini seperti sedia kala. Seperti dulu sebelum aku mengenal dirinya.
…
Bersambung