"Lucu... Semua yang terjadi diantara kita berawal dari sebuah permainan" ~Liaza
°°°°°
Rupanya tak terasa sudah dua hari Liaza menjalanin mos dengan perasaan campur aduk.
Apalagi, hari ini adalah hari ketiga, bisa-bisanya osis memberi tugas meminta tanda tangan kepada semua anak-anak osis dan Bravmig!
Hah, Bravmig? Apaan tuh Bravmig? Geng atau apa sih? Kayaknya penting banget mereka disini.
"Argh," gerutu Liaza sambil menjambak rambutnya dengan gemas.
"Ngapa sih lo, kayak orang gila aja," celutuk Irma yang langsung membuat sang empu manatapnya dengan mata melotot.
"Kenapa, ya? Kok makin hari makin ngeselin!" ujar Dafisa sambil membaca jadwal hari ini.
"Tau deh. Gue juga males banget minta tanda tangan osis yang rata-rata isi nya cowok semua," sahut Okta malas.
"Terus ini gimana dong?" tanya Irma dengan cemas sambil melirik mereka bertiga.
"Hah! Gue ada ide. Gimana kalo kita langgar aja?!" usul Liaza memberi saran dengan semangat kepada lainnya.
"Gila lo!" sahut Tripel bersamaan.
"Habis gimana lagi? Emang mau nurutin dare dari mereka?" Liaza melirik temannya satu persatu.
"Gue nurut bae lah. Takut nanti diteror sama ka Twins." Seketika Dafisa ingat akan kelakuan mereka semua pada hari kedua.
"Gak asik banget lo, Sa," ujar Liaza dengan memasang tampang cemberut.
"Bodo," balas Dafisa malas sambil memainkan rambutnya.
"Udah deh. Mending kerjain aja!" perintah Irma membuat kedua kembarannya menurut berbeda dengan Liaza diam dan memperhatikan anak mos yang sibuk meminta tanda tangan.
Liaza benar-benar ingin kabur. Namun, dia teringat kembali akan ucapan sepupunya.
'Seandainya, lo gak gue bantu. Habis lo sama anak Bravmig!' ujar sepupunya kala itu.
Huft! Mau tidak mau Liaza menuruti ucapan irma.
°°°
Di ruang osis banyak anggota Bravmig berkumpul. Mereka sibuk mengerjakan tugas dan sebagian diantara mereka berleha-leha karna tak ada tugas yang mereka kerjakan.
"Yakin? Mereka setuju?" tanya Allan dengan tangan yang sibuk membolak-balik laporan kegiatan mos hari ini.
"Yakin! Lumayan lah, sekalian ngerjain anak-anak mos yang bandel dan barbar," jawab Ray sembari memainkan handphone nya.
"Gue setuju sama lo, Ray," sahut Reza tanpa mengalihkan perhatiannya dari buku yang dibacanya.
"Gue serius." Allan menatap keduanya dengan tampang serius.
Ray dan Reza mereka bertatapan dan menatap Allan tak kalah serius.
Allan bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Vano yang sedari tadi memperhatikan anak mos dari jendela.
"Vano, lo setuju?" tanya Allan sembari memasukan kedua tangannya di saku celana.
"Ya," balas Vano tanpa mengahlikan pandangannya.
"Okey, gue setuju. Asalkan darenya gak dirubah," ujar Allan sembari menatap layar ponsel nya dengan sendu.
"Kalo gitu, gue, Vigo, Ray, sama Devano yang bakal jelasin nih laporan ke anak-anak yang lain," jelas Reza mengambil laporan tersebut dan membagikannya ke tiga sahabatnya. Mereka berempat keluar dari ruang osis bersamaan.
"Al, lo lagi ada masalah sama, Ana?" tanya Rafa serius membuat kelima sahabat lainnya berhenti melakukan aktivitas mereka dan menatap Allan penasaran kecuali Dion.
"Hm," sahut Allan cuek.
"Lo kalo ada masalah cerita. Jangan dipendam sendiri." Xavier menepuk bahu Allan.
Allan mengalihkan pandangannya dan menatap layar ponsel nanar.
'Seandainya aja kalian tau yang sebenarnya. Pasti kalian semua bakal kecewa sama gue.' batin Allan memasukan kembali handphone nya di saku celana.
"Kalo lo butuh teman curhat. Gue selalu jadi pendengar yang baik," ujar Givan paham akan sifat Allan yang sangat susah terbuka apabila ada masalah.
"Kalo lo gak mau cerita. Gimana lo ikut gue touring? Biar lo gak terlalu mikiran masalah lo sama, Ana?" tawar Alex karna beberapa hari yang lalu team nya mendapatkan jadwal minggu ini.
"Bisa juga tuh. Sekalian gue juga mau ikutan. Males banget dirumah," sahut Rafa karna bosan dengan kegiatan nya yang berdiam di rumah terus.
"Okey, deh. Gue ikut," ujar Allan setuju.
Dion menatap mereka semua dengan senyum tipisnya. Entah kenapa dia sangat suasana seperti ini. Lebih mementingkan sahabat itulah prioritas mereka.
°°°
Dibawah pohon rindang dekat lapangan basket, Liaza dan ketiga sepupunya sedang berundig sambil mengawasi anak-anak osis yang berkumpul disekitar lapangan basket.
"Argh, gue mau pulang," jerit Dafisa menatap anak osis gemas.
"Buna ..." lirih Okta ingin menangis membaca dare dari salah satu anak osis.
"Berisik," bentak Irma sebal dengan kedua adiknya. Jujur dia juga ingin mennagis.
'Sumpah nih darenya kelewatan banget' protesnya dalam hati.
"Kan gue udah bilang kabur! Lo pada ngeyel sih," sungut Liaza jengkel terhadap sepupunya yang sedang mengeluh.
"Terus gimana nih." Okta menatap ketiganya cemas.
"Gimana kita minta bantuan aja?" usul Dafisa membuat ketiganya mengerutkan kening.
"Minta bantuan sama siapa dah?" tanya irma sembari membaca dare dari anak osis.
"Sepupu kita?"tebak Liaza sembari memainkan ponsel nya.
"Yap betul," jawab Dafisa menganggukan kepalanya.
"Gue gak begitu yakin deh." Liaza menatap mereka ragu yang membuat ketiganya gelisah.
"Coba aja dulu. Kalo gak chat aja ka Twins," pinta Okta ke Liaza dengan tatapan puppy eyes nya.
"Dih sok imut," ejek Dafisa heran akan kelakuan kembarannya.
"Bodo suka-suka gue lah," balas Okta mengibaskan rambutnya.
Irma yang melihat pertengkaran kecil itu hanya menggelengkan kepalanya.
"okey deh. Gue coba dulu yak," ujar Liaza lalu menchat salah satu kakak Twins.
Me
Ka Ara boleh mintol?
Ka Ara
Mintol Ape?
Me
Bantuin minta ttd anak osis
Ka Ara
Okey bisa kalo osis
Me
Eh, sekalian Bravmig bisa gak?
Ka Ara
What?
BRAVMIG?
YA ELAH MASA MINTA TTD MEREKA!
ANJIR, GUE GAK BISA KALO BRAVMIG!!!
Me
Ya elah ka, ngegas banget
Kenapa gak bisa?
Ya udah yang anak osis aja deh
Ka Ara
Okey deh
Kalo anak Bravmig chat aja Ana
Me
Okey ka
Ka Ara
Eh, Ana lagi nugas
Gue juga nih mendadak di kasih tugas
Sorry ye, ntar gue suruh si Silvia biar bantu kalian
Me
Eh alah
Okey deh
Thanks ya ka
Ka Ara
Iya, masama
"Gimana-gimana?" tanya Dafisa kepo.
"Bisa kok. Cuman nanti dibantu ka Silvia," balas Liaza sambil senderan dipohon.
"Ya udah kita kerjain aja seadanya," ujar Irma sembari menconteng dare pertama.
"Tapi, gimana cara nya gombal?" tanya Okta polos.
"Haduh, Okta." Dafisa menepuk jidatnya gemas akan sifat kembarannya.
"Ya elah, Okta, Okta." Irma memijit kepalanya. Entah kenapa dia merasa pusing tiba-tiba.
"Tanya aja sama sih Dafisa kan dia tau caranya," balas Liaza dan melihat chat masuk dari Silvia.
"Lah, kok gue?" protes Dafisa.
"Kan lo jagonya yang kek ginian," balas Irma sembari memberikan selembar kertas ke Dafisa.
"Hah? Ini buat apa?" tanya Dafisa bingung dan menerima kertas tersebut.
"Buat kata-kata gombal. Empat aja. Seterah intinya kek gombal," jawab Irma acuh tak acuh.
Okta yang memperhatikan mereka hanya berdiam diri dan memantau anak-anak osis. Sedangkan Liaza sibuk membalas chat Silvia.
Ka Silvia
Za? Gue di suruh ka Ara buat bantu lo pada
Gini, kalo lo mau cepet dapat tandangan dari osis
Cukup lo ikuti persyaratan yang mereka minta
Me
Iya ka
Gitu aja? Kalo aneh-aneh gimana nih?
Ka Silvia
Kalo mereka aneh-aneh
Lo cukup chat gue
Biar gue laporin ke ketos
Jangan lupa sama bukti
Me
Okey deh ka. Makasih
Ka Silvia
Well, Za.
Eh, tapi gak bakal mereka aneh"
Soalnya ketos nya aja wakil Bravmig:v
Me
What? Seriusan?
Ketos anak Bravmig?
Ka Silvia
Iya bener banget
Lihat baik" pergelangan tangan mereka
Ada kan jam sama gelang?
Nah itu tanda kalo mereka anak Bravmig
Me
Serius? Pantesan
Ketos sama wakilnya sama" makai ke gitu
Ka Silvia
Namanya juga anak Bravmig
Ya udah ye
Gue mau nyicil in tugas gue
Pay
Me
Pay juga
Semangat ka!
Liaza memasukan handphone nya ke saku rok nya.
"Guys, gue punya info penting," ujar Liaza membuat ketiganya menatap Liaza penasaran. Liaza pun menjelaskan info yang diterimanya.
"Oh pantesan banyak banget yang pakai kek gitu,"ujar Irma paham.
"Berarti selain pakai jam dan gelang itu lain anak Bravmig gitu?" tanya Okta masih tak paham.
"Iya, cuman menurut aku ada yang beda warna nya cuman model nya sama aja sih," balas Dafisa memperhatikan detail gelang yang dipakai anak Bravmig.
"Terus juga gelang mereka ada yg kek khusus banget," tambah Irma.
"Eh, bukannya itu gelang buat komunikasi?" sahut Okta membuat ketiganya mengangukan kepala mereka.
"Oh iya, ini udah selesai kata-kata gombalnya," ujar Dafisa memberikan satu persatu kertas yang sudah dipotongnya.
"Wah, boleh juga nih." Okta mengulang-ulang kalimat gombalannya.
"Pas gak kata-katanya?" tanya Dafisa takut buatanya kurang.
"Pas aja kok," balas Irma melipat kertasnya dan memasukannya ke saku bajunya.
"Berarti dari sini kita pisah. Kita harus sukses ya. Nanti kita kumpul lagi disini. Jangan lupa calling kalo perlu bantuan," ujar Liaza kepada mereka bertiga. Lalu mereka berpencar mencari mangsa untuk menjalankan dare tersebut.