Suara ketukan pelan namun tergesa-gesa dan tidak teratur membuat Niara kembali menyadarkan pikiran panjangnya mengenai masa lalu. Ia tatap lagi sejenak dengan senyum kecut foto pernikahan 4 inci tersebut lalu mengembalikan ketempat asalnya tempat dimana benda itu bertahun-tahun disembunyikan dengan sengaja kedalam salah satu sisi meja perhiasan .
Kemudian dengan gerakan lambat ia menuju ke arah sumber suara yang sedari tadi tidak berhenti lalu membukanya. Senyumnya mengembang kala pintu terbuka menampilkan sosok mungil yang langsung menatapnya mendongak keatas dengan wajah cemberut. Senyum Niara pun menjadi raut geli yang membuat anak itu menjadi tambah kesal.
Niara sangat mengetahui karakter anak tunggalnya itu sama sekali tidak mewarisi sifatnya seiring bertambahnya usia. Sering terlihat tidak sabaran dan akan diam tidak mau bicara jika keinginanya tidak dikabulkan. Pernah dirinya berpikir jika tuhan tidak adil mengapa anaknya sama sekali tidak memiliki sedikitpun yang mencolok untuk diturunkan kepada anak laki-lakinya. Kenapa semuanya harus menurun dari sosok itu. Baik bentuk fisik dan bahkan karakter sekalipun. Meskipun begitu dirinya sangat menyayangi anak semata wayangnya ini. Juga menjadi sumber kekuatannya sampai ia mampu bertahan hingga detik ini.
" Mama kok nggak jemput Lio sih ? " katanya masih dengan wajah cemberut namun sangat lucu dimata Niara. Bukanya menjawab ia justru mengelus kepala anak itu mengacak pelan rambutnya dengan gemas. Ia sudah tahu apa penyebab kemendungan di wajah mungil itu.
" Kan mama sudah bilang, mama ggak bisa jemput... lagian ada pak anwar jemput Lio " jawabnya dengan lembut
" Lio maunya sama mama" Anak itu menunduk.
Niara Mencondongkan tubuhnya agar sejajar dengan tubuh mungil putranya. Dengan jarinya ia menggapai dagu mungil itu menuntunnya untuk bersitatap
Astaga ! menatap anaknya lekat seperti ini membuatnya selalu terbayang akan wajah seseorang. Orang yang selalu Niara hindari justru bayanganya selalu hadir kala menatap sosok malaikat kecil penyemangat hidupnya. Senyumnya merekah namun hatinya teriris ngilu membuat dadanya berdesir sejenak.
" Lio mama bukan nggak mau jemput kamu tapi hari ini mama sibuk sekali " menelan salivanya mencoba menyembunyikan rasa debaran halus namun menyayat kerongkongannya " Al mama minta maaf nak "
Anak itu mengerakan kepalanya seperti mengangguk perlahan ,wajahnya tidak lagi cemberut dan sedih lagi.
" Mama kok disini, jadi kenapa nggak jemput Lio aja?" anak itu sudah mau berbicara santai padanya.
Niara pun langsung Mencebikan bibirnya, bola matanya mengarah keatas dan jarinya mengetuk-getuk dagu lalu pura-pura berpikir.
" Mama barusan pulang sayang...., terus nunggu Lio disini " jawabnya dengan nada ceria.
Berbohong tidak apa-apa pikirnya tidak baik juga jika anaknya mengetahui keadaan yang sebenarnya dengan usia Lio masih sekecil ini.
" Kita turun ya...mama lapar, Lio juga belum makan kan ?" bukan bermaksud mengalihkan pembicaraan namun saat ini memang waktu anaknya makan siang.
Anak itu menurut saja ketika Niara menuntunya kebawah untuk makan siang bersama.
...........
Meniti tangga terakhir matanya tidak sengaja mengarah pada sosok yang sebisa mungkin ia hindari lalu membuang padangannya ke sembarang arah. Ia sama sekali tidak mau tau apa yang sedang laki-laki itu lakukan di ruang keluarga. lebih tepatnya ruangan tempat Lio meghabiskan waktu luangnya dengan menatap benda petak besar yang menampilkan beberapo tokoh kartun kesukaanya lalu Lio akan berceloteh mengenai masing-masing karakter tersebut karena Meyra sesekali menemaninya.
" Papa....." suara nyaring Lio membuat sosok tersebut menoleh kearahnya. Tepatnya, merespon panggilan anaknya.
Niara mempercepat langkah meninggalkan Lio yang semakin jauh dibelakangnya. Ia tahu jika Lio kini sudah berbelok arah menuju ke tempat sosok yang di suarakan anaknya tadi.
Berjalan ke dapur Niara lalu mengambil piring dari tempatnya lalu menuju meja makan mengisinya dengan nasi dan lauk yang biasa anaknya makan. Tak lupa ia juga menyediakan segelas air putih lalu ia letakan di samping hidangan.
Ia mengalihkan perhatiannya pada bik Marni, asisten rumah tangganya. Wanita paruh baya itu sedang serius menggelap peralatan makan.
" Bik...tolong nanti ingeti Al untuk makan ya...dia lagi di ruang tengah saya mau keatas lagi " katanya.
Sebenarnya enggan sekali untuknya memberi perintah bi marni melalukan hal-hal sepele seperti ini. Namun, apa boleh buat memang seperti inilah yang sering terjadi. Jika dirinya tidak ingin sekalipun berada di situasi dan kondisi yang sama dengan sosok yang Niara hindari. Sudah menjadi kebiasaanya sehari-hari.
" Neng sendiri, nggak makan siang ?" tanyanya setelah menggauk mengerti perintah Niara
" Nanti aja bik belum laper, nanti saya makan " balasnya dengan senyum terpantri " saya naik dulu ya bik " pamitnya yang dibalas senyum dan anggukan kepala dari bik marni yang masih mengikuti arah matanya memandang sang majikan itu hingga menghilang lalu kembali pada aktivitas sebelumnya sambil geleng-geleng kepala.
......................................
Di vote ya guys
Biar penulis semangat
Terima kasih.
Yang follow langsung saya follback