Merisa berusaha lari mengejar orang itu walaupun ia harus kena marah dari semua orang yang ia tabrak tetapi sekarang ia tidak peduli. Ini lebih penting dari meminta maaf kepada orang yang tidak sengaja ia tabrak yang jumlahnya sudah sangat banyak.
Ini lebih penting dari itu. Ini awal mula dari semuanya. Orang yang telah berjanji akan secepatnya mengembalikan semua uangnya. Orang yang ia percayai dan telah ia anggap saudaranya. Orang yang telah tega membuatnya sengsara tanpa penjelasan apapun.
Dialah yang telah meminjam uang kepada rentenir dan yang menjadikan Merisa sebagai jaminan. Yang membuat Merisa terpaksa menerima penghinaan dari para debtcollector karena tidak bisa membayar hutangnya. Dan juga membuat Merisa harus melihat ayahnya yang memiliki harga diri tinggi di hina di depan umum karena hal itu.
Merisa menangis mengingat kejadian itu. Terus saja Merisa pacu langkah kakinya, memaksakan kaki kecilnya berlari mengikuti orang itu sampai orang itu terpojok di jalan buntu. Dengan gelagapan orang itu mencari-cari celah untuk melarikan diri.
Merisa berhenti berlari. Ia tahu orang yang ada di depannya tidak akan bisa berlari kemanapun di celah sempit ini, yang disekelilingnya hanya ada dinding-dinding beton yang menjulang tinggi.
Merisa berjalan selangkah demi selangkah. Mengumpulkan semua kekesalannya pada orang yang ada di depannya yang sedang memandang Merisa dengan tatapan ketakutan.
Bruk..
Orang itu bersimpuh sambil menautkan kedua telapak tangannya di atas kepalannya. Kepalannya sengaja ia tundukan. Semua tubuhnya sekarang bergetar hebat karena ketakutan.
"Ma-maafkan a-aku, Me-merisa," Mohonnya meminta pengampunan.
Merisa menangis, air matanya sudah mengalir dengan deras di pipinya.
"Darimana saja kau ,Sarah!" Ucap Merisa dingin.
"Kau!" Merisa mengepalkan kedua tangannya. Ia sangat-sangat emosi sekarang.
"Apa kau tahu bagaimana mereka menamparku, menjambakku dan meneriakiku di depan umum!" Ia menggigit bibirnya.
"Apa kau tahu bagaimana sakit hatinya aku melihat ayahku dipukuli dan dihina karena melindungiku! Bagaimana terlukannya harga dirinya karena aku. Dan semua itu salahmu!" Maki Merisa kali ini.
Ingin sekali Merisa memukuli orang yang ada di depannya, sekedar merasakan sedikit dari rasa sakit yang Merisa rasakan saat itu.
Merisa tetaplah Merisa. Bagaimana pun ia sekarang merubah dirinya 180 derajat tetapi tetap saja ia tidak bisa melukai orang yang ia anggap sahabatnya.
Alhasil Merisa hanya menangis, memeluk kedua kakinya sambil menyembunyikan wajahnya disana.
Orang itu hanya tertunduk diam sambil meneteskan air matanya, menyesal.
Perlahan ia mendekati Merisa yang masih menangis dengan suara memilukan. Dipeluknya Merisa yang masih dalam posisi meringkuk memeluk kakinya. Dan akhirnya merekapun menangis, saling berbagi kesedihan yang sudah lama mereka tidak lakukan.
…
"Merisa, minumlah." Seorang wanita berambut coklat eboni sebahu yang diikat keatas memberikan segelas coklat panas pada Merisa
,tetapi sepertinya Merisa masih marah padanya terbukti dari tindakan Merisa yang hanya diam termenung mengacuhkannya yang sejak tadi menawarinya coklat panas.
Akhirnya wanita ini menyerah. Di letakkannya coklat panas itu disampingnya. Sekarang ia pun ikut-ikutan duduk termenung walaupun sesekali melirik Merisa yang masih duduk diam disampingnya.
"Maaf," Ucapnya pelan.
"Aku tidak bermaksud membohongimu." Kata-kata klise keluar dari mulutnya.
"Aku memang bodoh. Aku sudah membohongimu, mengatakan bahwa ayahku sakit gagal ginjal. Harusnya aku tidak lari pergi meninggalkanmu bersama dengan hutangku."
"Kenapa…" Merisa memberi jedah
"…kenapa kau membohongiku?" Tanya Merisa dingin.
"A-aku…" Wanita ini meremas-remas tangannya yang sudah berkeringat dingin.
"…aku menyukai seorang pria. Dia berjanji menikahiku. Dia bilang dia akan menikahiku setelah urusan bisnisnya selesai, dia meminjam uang padaku untuk mengurusi masalah bisnisnya di luar negri. Aku percaya padanya, karena itu aku membohongimu. Tetapi setelah ia kembali dari luar negri, ia malah membawa wanita lain. Saat aku memintanya mengembalikan uang itu, ia malah berlaga tidak mengenalku. Dan mengusirku layaknya anjing jalanan." Wanita ini membuang nafas berat.
"Aku tidak tahu jadinya akan begini." Ia melirik Merisa yang masih sama dengan beberapa saat yang lalu.
"Bagaimana denganmu?" Tanyanya khawatir.
Merisa diam beberapa saat sebelum menjawab pertanyaan itu.
"Aku diusir dari rumah setelah ayahku tahu aku menjaminkan rumahku untukmu."
Wanita yang disamping Merisa tercengang kaget. Ia menyesal melakukan itu, melihat sekarang sahabatnya sudah berubah 180 derajat dari terakhir kali mereka bertemu.
Sikap Merisa yang tidak lagi tergagap jika berbicara pada orang lain. Sikapnya yang sudah tidak lagi malu dan menyembunyikan wajahnya di balik poninya. Sekarang Merisa berbeda. Walaupun perubahan itu mengarah pada kebaikan tetapi tetap saja miris melihat temanmu bukanlah seperti yang kau kenal.
"Hutangnya membengkak sampai 4 kali lipat," Ungkap Merisa. Mata wanita itu terbelalak kaget mendengar hutangnya sudah berlipat sampai empat kalinya.
"Akupun sudah di DO dari universitas." Tambah Merisa dingin.
Lagi-lagi wanita ini tidak bisa menyembunyikan keterkejutanya. Bagaimana mungkin Merisa bisa dikeluarkan dari sana. Ia tahu bagaimana Merisa sangat-sangat menginginkan kuliah disana karena disana jurusan tata boganya sangat terkenal di seluruh negeri dan itu semua kesalahan dirinya.
"Lalu kau tinggal dimana?"
,tanya Sarah dengan hati-hati
"Aku menemukan pekerjaan sebagai maid. Mereka menginginkanku tinggal disana."
"Maid?" Tanya sarah heran.
"Yah." Jawab Merisa. Ada perasaan tak rela menyelimuti diri wanita itu mendengar sahabatnya bekerja menjadi maid. Ia tidak rela mengetahui sahabatnya menjadi seorang pelayan yang pasti akan disuruh-suruh layaknya budak oleh majikannya. Padahal dulu Merisa lah yang dilayani oleh puluhan maid tetapi sekarang…
"Aku harus pergi," Lanjut Merisa sambil berdiri dan tanpa persetujuan wanita yang ada di sampingnya iapun melenggang pergi meninggalkan wanita itu yang masih saja menatap Merisa dengan raut wajah menyesal.
…
"Selamat datang, Tuan."
Kehadiran Leon selalu di sambut oleh kedua orang itu di depan pintu. Dua orang maid yang sangat ia percaya. Seorang wanita yang memiliki Postur tinggi bak model dan juga seorang wanita lagi, yang memakai kacamata.
Seperti biasa Leon tidak pernah menjawab sapaan mereka. Dia sudah bosan mendengar perkataan itu sejak kecil dan juga malas menjawabnya karena bisa-bisa tenggorokannya kering karena harus menjawab sapaan itu setiap kali bertemu bawahannya, entah di rumah juga di kantor.
Leon masih terus melangkahkan kakinya menuju kamarnya dengan diikuti oleh kedua orang itu dan satu orang pria yang menjabat sebagai sekeretaris pribadinya yang sekarang tidak henti-hentinya membacakan agendanya untuk besok pagi.
"Jam 8 anda ada meeting dengan Tuan Georgia, kali ini anda tidak boleh sampai terlambat seperti tiga minggu yang lalu karena ini adalah satu-satunya kesempatan anda untuk bisa berbisnis dengannya."
Leon hanya tersenyum sinis.
"Jangan pikirkan hal itu. Lanjutkan saja membaca agendaku untuk besok!"
Sekretaris nya hanya menghela nafas.
"Jam 10, anda akan menandatangani kontrak pembelian hak cipta untuk teknologi baru Tuan Nara. Sedangkan jam 12 sampai jam 3 anda kosong. Jam 3 anda harus memeriksa pembangunan cabang baru di Singapura. Jam 4 anda…"
"Sebentar, Fer," Potong Leon. Ia berbalik menghadap orang-orang yang sedang membuntutinya sejak tadi. Pandangan Leon beralih pada maid-maidnya.
"Kapan dia akan datang?" Tanya Leon pada maidnya.
Semua termenung menerka-nerka apa yang sebenarnya Tuan mereka tanyakan.
"Dia katakan besok dia sudah mulai bekerja," Jawab maid yang memiliki postur tinggi tersebut.
"Bagus, Sandra." Sekarang Leon memunculkan seringainya yang bisa membuat seluruh wanita luluh jika melihatnya.
…
Matahari masih malu menampakkan dirinya. Keadaan masih terasa gelap walaupun pagi telah datang. Kabut putih masih menghalagi jarak pandang sehingga menuntut untuk lebih hati-hati dalam berjalan. Dilihat jam tangan butut miliknya yang sekarang menunjukan pukul 5 pagi.
Dia menghembuskan nafas lega karena tidak terlambat di hari pertamanya bekerja.
Di naikkannya tali tas travelnya kebahun. Menopang berat tasnya ke bahu sebelah kanannya. Dimasukkan telapak tangannya yang sudah hampir membeku kedalam saku mentelnya.
Dengan hati-hati dirinya segera berjalan menuju tempat barunya bekerja.
Pintu gerbang terbuka menyambutnya. Dengan mantap dirinya menapaki halaman dan masuk kedalam Mansion setelah memencet bel sekali. Seperti sebelumnya ia disambut oleh maid yang memiliki memiliki postur tubuh tinggi. Orang itu mempersilakannya masuk dan langsung membawannya ke ruang tengah yang ternyata sudah ada sekitar dua puluh orang wanita berpakaian maid yang sudah berbaris menunggu mereka.
Maid itu mengambil posisi di depan tepatnya di depan para maid yang sejak tadi terlihat sedang menunggu sesuatu.
"Perkenalkan dia adalah Merisa Azkanida ," Ucap maid yang membawa Merisa kesini. Merisa membungkukkan badannya memberi salam.
"Mulai hari ini dia akan bekerja disini bersama kalian." Lanjutnya.
"Mohon bantuannya." Merisa membungkukkan badannya untuk kedua kalinya.
To be continue....!
jangan lupa beri bintang and comment ya biar saya tambah semangat nulisnya ehehe 🙏🙏😊😊🤭