Chereads / Sixth Sense : Rahasia Semesta / Chapter 5 - Fana atau Nyata

Chapter 5 - Fana atau Nyata

Dunia ada karena Tuhan. Kehidupan juga tercipta karena kehendak Tuhan.

Begitu pula dengan kebetulan. Semua adalah campur tangan Tuhan.

Disadari atau tidak. Diakui atau tidak, kebetulan hanyalah omong kosong belaka.

*****

Satu bulan kemudian.

SMA Permata heboh. Walau sudah satu bulan berlalu namun, fenomena yang terjadi satu bulan yang lalu tetap menjadi berita hot buah bibir banyak orang. Sekolah yang tadinya hancur bagai terkena tornado kini kembali berdiri kokoh. Dengan warna baru, dengan model yang berbeda. Dengan fasilitas keluaran terbaru dan modern. Serba baru. Semua kembali ke keadaan awal. Semua akses informasi ditutup rapat-rapat.

Para siswa-siswi tidak ada yang berani membicarakan kejadian langka ini di luar Sekolah. Terlalu berisiko jikalau dunia luar tahu. Pihak sekolah juga telah mengeluarkan ultimatum garis keras akan larangan menyebarkan berita ini dan mengancam seluruh siswa-siswinya agar mau bungkam. Telah terbukti bagi mereka yang melanggar perintah, beberapa hari sebelum mereka kembali ke rutinitas sekolah pada umumnya.

Pihak sekolah entah bagaimana caranya, kelompok anak muda yang terdiri dari enam orang murid perempuan dan laki-laki berhasil tercyduk tengah berkelakar heboh di sebuah tempat nongkrong anak muda. Dan diantara kempulan anak tersebut banyak dari mereka yang berasal dari luar SMA Permata.

Sebagai hukuman, mereka diberi sangsi dikeluarkan dari sekolah dan tidak dapat diterima di sekolah mana saja. Bahkan, mereka di kucilkan dari dunia mereka. Kini, tidak ada yang berani dan tidak ada yang boleh mendekat. Mereka, masih sayang dengan masa depan mereka. Mereka tidak bodoh, mereka tidak akan pernah mau mengganti masa depan mereka hanya untuk memuaskan nafsu nyinyir penuh dosa mereka.

Bagi mereka, cukup dengan semua dosa yang ia lakukan. Tetapi, tidak dengan menghancurkan masa depan.

"Lo ngapain sih ngikutin gue mulu, Ric?!"

Odelia berteriak galak, mata coklatnya memicing. Gadis itu jengah. Kemana pun Odelia pergi, pasti tidak lebih dari jarak satu meter di belakang Odelia, Osric, pemuda yang sepertinya kurang pekerjaan itu terus menerus membuntuti Odelia. Seakan dirinya tak merasa lelah. Bahkan Odelia sampai lelah sendiri dibuatnya.

Osric nyengir, kali ini menyejajarkan dengan langkah Odelia menjadi berjalan berdampingan. Menaiki tangga menuju perpustakaan sekolah. "Galak mulu sih. Gue kan lagi jadi penjaga Tuan Putri takutnya Sang Tuan Putri diculik cowok jelek."

Odelia diam. Wajahnya semakin datar. Dengan kasar, ia letakan di sembarang tempat sepatu yang ia kenakan dan masuk ke perpustakaan tanpa memperdulikan eksistensi Osric.

"Ngenes banget ditinggalin pas lagi sayang-sayangnya. Untung Osric Gideon yang ganteng tiada tara selalu sabar dan setia." Osric mengelus dadanya, wajahnya tersenyum sumringah, "I'am coming baby~"

Mampusz!

Osric diam, sesaat bulu kuduknya berdiri, tubuhnya dingin. Dia baru saja dilewati roh halus. "Dasar setan." desisnya pelan. "Lo kali ini selamat, wahai Setan tak tahu sopan santun." Osric tersenyum miring, netra elangnya berkilat-kilat dalam setiap pengejaan kata-katanya terdapat ancaman mendalam. Namun, sesuatu mengganjal di benaknya tadi itu siapa yang berani main-main dengan seorang Osric Gideon?

Pemuda itu menghembuskan nafasnya seraya melangkahkan kaki menuju Perpustakaan. Berusaha menetralkan ekspresi wajah bulenya.

Odelia, gadis itu kini memilih membaca novel di bangku paling pojok perpustakaan, di kedua telinganya ia jadikan tempat persinggahan bagi sepasang headset nya.

"Hahaha dasar bocah nakal."

Odelia tersentak kaget, tangannya langsung mencabut headset di telinganya. Suara itu kembali berdendang di telinganya. Telinganya berdengung, gadis itu memekik kesakitan.

"Kakak, mama yang nakal bukan aku kakak~"

Odelia terperangah, lima meter di depannya terdapat bocah cilik dengan gaun warna putih lusuh dengan noda darah, rambut gadis cilik itu semrawut. Di tangannya terdapat boneka tedy bear ukuran kecil berwarna coklat gelap. Dan di beberapa bagian terdapat luka yang menganga lebar dengan darah yang merembes pada lantai perpustakaan.

"Kakak, mama nakal."

Odelia bangkit berdiri, tetapi terhenti tatkala gadis kecil itu menangis meraung-raung kembali membuat indera pendengarannya sakit luar biasa. Kepalanya pening, hatinya merasa sesak.

Odelia berjongkok, menutupi sepasang telinganya, matanya terpejam. Bulir-bulir keringat sebesar jagung tumpah ruah memenuhi paras eloknya. Dengan gemetar tanpa menghadap dan tanpa mengangkat wajahnya bibir mungil itu melontarkan sebuah pertanyaan, "Lo siapa?"

Osric terkejut tatkala mata kelamnya menyorot Odelia yang tengah menangis dengan pandangan kosong ke depan dan lebih mencengangkan lagi tatkala ia melihat kedua tangan Odelia mencengkram erat sebuah novel seakan-akan ia tengah ketakutan. Tetapi kenapa demikian?

Dengan perlahan, Osric menepuk pipi Odelia dengan lembut. Berusaha menyadarkan sang gadis, tetapi gagal. Justru sekarang tubuh gadis di depannya malah tremor. Tanpa aba-aba instingnya sebagai lelaki keluar, dengan lembut dan penuh kasih.

Osric, merengkuh tubuh mungil Odelia, "Odelia sadar, lo baik-baik aja. Gak ada apa-apa. Semuanya baik-baik aja." tangan Osric membelai lembut kepala Odelia.

Odelia tersentak kaget, kenapa dengan dirinya? Ada apa dengan dirinya? Kenapa dia menangis?

Kenapa?

Gadis bersurai coklat itu gelagapan, dengan kuat ia mencengkram lengan Osric. Namun dari sorot matanya, pemuda itu tahu bahwasanya Odelia sedang tidak baik-baik saja. "Osric, tadi gue ngapain Ric?"

Osric tersenyum menenangkan, tangannya menyelipkan helaian rambut coklat gadis di depannya itu dengan lembut. "Lo harus tenang dulu, ok?" Odelia mengangguk patuh, gadis itu mencoba mengatur deru nafasnya yang memburu. Mencoba setenang mungkin.

Setelah dirasa Odelia lebih baik, Osric mengambil ancang-ancang sebelum berbicara, "Lo tadi melamun Odelia. Lo--"

"Gue melamun? Tapi tadi Ric--" Odelia gelagapan, sarat suaranya terdengar panik.

Osric menggenggam erat tangan Odelia, bibirnya terus meluncurkan kata-kata penenang dengan halus "Ok ok tenang baby, tenang. Jangan panik, dengerin gue dulu ya, jangan potong omongan gue. Lo harus tenang, Stay calm honey."

Odelia diam tidak melakukan perlawanan. Osric menghela nafas pelan, netra kelamnya menyorot hangat netra madu Odelia. "Lo tadi melamun, gue gak tahu lo nglamunin apa. Saat gue sampai disini, lo udah nangis, badan lo gemeter hebat. Tangan lo bahkan pegang novel itu dengan sangat kuat."

Osric melirik novel mengenaskan korban tangan Odelia beberapa saat lalu. Odelia mengikuti pandangan Osric sambil meringis sebelum pada akhirnya Osric melanjutkan ucapannya. "See? Novel itu buktinya. Bentuknya aja udah kacau banget kan? Lo ganas banget sih tadi." Osric terkekeh, Odelia malu terbukti dari pipinya yang bersemu kemerahan. Sangat menggemaskan bagi Osric.

"Cieee pipinya merah, cieee. Odelia malu nih atau malah salting ditatap cowok ganteng terus hm?"

"Ih apaan sih?!"

Sesaat kemudian keduanya tertawa bersama. Diam-diam Osric lega melihat Odelia yang sudah kembali tertawa. Dia tahu dan dia menyadari ada yang salah. Ada yang tidak benar. Namun, dia memilih bungkam.

Tetapi sepenuhnya Odelia juga menyadari ada yang salah. Sesaat sorot matanya berubah sendu namun Osric tak mengetahuinya. Dengan lihai, dia berhasil menyembunyikannya dari pemuda bule yang tengah menggenggam erat tangannya.

Dia sengaja membiarkannya, tanpa perlawanan. Sejenak ia ingin melupakan beban yang ada. Walau hanya sejenak, dia kini tahu, bahwa mungkin perjuangan yang sebenarnya baru akan di mulai.

Tetapi, jika benar yang dikatakan Osric demikian, berarti kemungkinan besarnya Odelia beberapa saat yang lalu hanyalah berhalusinasi belaka. Hanyalah sebuah fana, bayangan semu.

Apa benar hanya ilusi semata, bukan nyata? Kenapa terasa begitu nyata?

So, fana atau nyata?