Sayang
Opo kowe krungu jerite ati ku
Mengharap engkau kembali
Sayang
Nganti memutih rambut ku
Rabakal luntur treno ku
Via vallen
Sayang
Jenny merapikan penampilannya, sejak tadi dia tidak berhenti melihat wajahnya di cermin kecil yang selalu dia bawa dalam tasnya.
Dia sudah duduk selama lima belas menit menunggu seseorang. Jenny harus memastikan penampilannya sempurna, karena orang yang dia tunggu adalah klien pertamanya.
Dia sangat antusias dan senang luar biasa saat ada seseorang yang menghubunginya karena ingin menggunakan jasa Jenny sebagai Wedding planner. Dan hari ini adalah hari pertama mereka bertemu.
"Jenny,"
Merasa namanya di panggil, Jenny menoleh dan kaget, tidak menyangka mereka yang datang. "Tante Lisa, Ar-Ardan, kalian kok bisa di sini?" tanya Jenny.
"Lah, kan kita memang janjian di sini," ucap Lisa.
"Janjian? Maksud tante?" tanya Jenny bingung. Siapa yang di maksud kita oleh Lisa. Apa mungkin Lisa dengan Jenny, tapi Jenny merasa tidak membuat janji dengan Lisa apalagi Ardan, "Silakan duduk, tan" kata Jenny mempersilahkan Ardan dan Lisa.
"Maksud tante gimana ya, aku gak ngerti, tan?" tanya Jenny.
"Tante mau kamu membantu proses pernikahan Anak tante" jawab Lisa. Dan Ardan sejak tadi hanya diam, dia sibuk sekali dengan ponselnya.
"Jadi klien aku itu tante, tapi perasaan kemarin namanya tante Juleha," kata Jenny yang masih bingung.
"Hihi, sebenarnya itu nama pembantu tante yang baru. Maaf ya, tante cuma mau ngasih kamu kejutan. Tapi kamu mau kan bantuin tante?"
Kejutannya berhasil.
Jenny masih tidak mengira jika klien pertamanya adalah Lisa. Jenny melirik ke arah Ardan, dia masih sibuk dengan ponselnya.
"Iya, tan. Jenny mau kok, memangnya siapa yang mau nikah?" tanya Jenny.
"Ini si Ardan," jawab Lisa sambil memegang bahu Ardan.
Ini baru doorprize
Jenny melihat Ardan, dia masih sibuk dengan ponselnya. Bagaimana dia bisa berkerja sama dengan Ardan, jika Ardan selalu bersikap begitu.
Orang kaya dia aja bisa nikah. Lah, gue kapan nikah ya? tuaan juga gue, tapi nikah duluan dia.
Entah kenapa tiba-tiba Jenny merasa minder dengan dirinya sendiri.
"Ardan, kamu jangan main ponsel terus dong. Masa dari tadi mamah terus yang ngomong, yang mau nikah kan, kamu." omel Lisa pada Ardan.
Meski bertambah tua, tapi sikap Lisa masih sama seperti dulu. "Mah, kan Ardan bilang kita gak perlu pake jasa ginian. Ardan bisa mengurus pernikahan Ardan sendiri," kata Ardan pada Lisa.
Ih, sumpah sombong.
"Kalau kamu yang ngurus, pernikahan kamu gak bakal terlaksana. Tiap hari kerja terus, berangkat pagi pulang gak tahu kapan. Kamu nurut sama mamah! Sekarang kamu bicarakan berdua dengan Jenny mengenai pernikahan kamu. Mamah mau ke rumah Aris. Jen, maaf ya tante tinggal. Kamu tanya-tanya sama Ardan saja." kata Lisa yang kemudian pergi meninggalkan Jenny berdua dengan Ardan.
Gue harus apa ini? ini orang pasti gak bakal ngomong kalau gak gue duluan yang ngomong.
"Kamu mau konsep pernikahannya seperti apa?" tanya Jenny canggung.
"Terserah," jawab Ardan sambil memainkan ponselnya dan tidak melihat ke arah Jenny.
Tuh, kan gini.
"Kok, terserah. Kan yang mau nikah itu kamu. Kamu bilang sama aku, kamu mau pernikahan seperti apa? kalau kamu jawabnya terserah, akunya jadi bingung." ucap Jenny ramah dan berusaha sabar.
Sebenarnya sudah sejak tadi Jenny ingin mengusir Ardan, dan menyarankan Ardan untuk mencari orang lain saja. Tapi dia merasa tidak enak dengan Lisa.
Kenapa jika berhadapan dengan Ardan, nyalinya selalu ciut.
"Aku tidak punya konsep apa-apa" jawab Ardan membuat Jenny menarik nafas.
Masukin sumur, mau???
"Oh, ya sudah nanti aku akan bantu mencari konsep yang cocok buat kamu. Tapi kalau boleh tahu rencana pernikahannya itu kapan?" tanya Jenny.
Konsepnya kuburan aja ya?
"Tiga bulan lagi," jawab Ardan membuat Jenny terkejut dan juga semakin menahan kesal. Kenapa mendadak sekali, Jenny ragu bisa mempersiapkan pernikahan Ardan dalam waktu kurang dari tiga bulan.
"Oh, tiga bulan lagi," gumam Jenny, "Kalau gitu setelah ini, aku langsung cari tema buat kamu, aku boleh minta nomor telpon kamu?" tanya Jenny.
Ardan tidak menjawab, tangannya merogoh saku kemejanya, lalu menyodorkan Jenny sebuah kartu nama.
Zelvin Ardana.
"Nanti aku pasti langsung menghubungi kamu setelah menemukan konsepnya dan mengkonfirmasi kamu setuju atau tidak." kata Jenny setelah menerima kartu nama dari Ardan.
Jenny tersenyum sebagai tanda ramah pada kliennya, tapi senyumnya memudar karena tiba-tiba Ardan berdiri dari tempat duduknya dan pergi bergitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun pada Jenny.
Gue doakan lo batal nikah. Amin.
Jenny memijat pelipisnya, klien pertamanya membuat dia darah tinggi, dan Jenny harus siap karena dia akan sering bertemu dengan Ardan.
✦
Jenny menarik nafas dan menghembuskannya perlahan di atas sofa rumahnya. Hari ini dia lelah sekali.
Jenny mengeluarkan ponselnya dari dalam tasnya.
Sekarang apa besok? telpon apa sms aja.
Jenny ingin menghubungi Ardan, tapi dia ragu karena sekarang sudah jam sembilan malam.
Sms aja deh, bodo kalau di bilang gak sopan dia aja gak pernah sopan sama gue.
Jenny sudah berkali-kali mengetik tapi berkali-kali juga dia menghapusnya kembali. Ya, ampun sesulit itukah?
Apa besok kita bisa ketemu? aku tunggu di kantor ya jam 7.
Jenny berhasil mengirim pesan pada Ardan, tapi sudah lima, sepuluh dan duapuluh menit belum juga datang balasan dari Ardan.
Jenny menyerah, sebaiknya dia mandi lalu tidur.
Alarm di ponselnya berbunyi terlalu keras, Jenny bangun dan mematikan alarmnya. Rasanya baru sebentar dia tidur, tapi pagi cepat sekali datang. Jenny baru menyadari bahwa ada pesan masuk di ponselnya.
Hah, dari Ardan.
Langsung saja dia membukanya, dan sedetik kemudian berhasil membuat Jenny kesal dan frustasi.
Y
Baca smsnya aja udah bikin kesel apalagi ketemu. Oh Tuhan, tolong aku.
"Jen, ada yang nyariin lo," ucap Febri ketika Jenny baru sampai di kantornya.
"Siapa?" tanya Jenny.
Apa mungkin Ardan, tapi kan gue nyuruh dia dateng jam tujuh dan sekarang baru jam setengah tujuh.
"Lihat aja sendiri, dia ada di ruangan lo." jawab Febri.
Jenny buru-buru ke ruangannya dia penasaran siapa orang yang mencarinya.
"Aris, ngapain lo di sini?" kata Jenny saat melihat Aris duduk di dalam ruangannya.
Jadi orangnya si Aris.
"Widihhh, galak banget kaya pemain sinetron." ujar Aris.
Jenny memperhatikan penampilan Aris. Dia memakai kaos merah, celana coklat panjang, dan sepatu.
Udah nikah kok si Aris makin ganteng, Aihhh... hentikan Jenny!
"Udah kali jangan ngliatin gue terus, gue udah nikah, udah nikah, Jen." kata Aris yang entah itu pamer atau hanya mempertegas statusnya.
"Ih, jangan kepedean deh, lo mau udah nikah atau punya anak seratus gue juga gak peduli. Ngapain lo dateng ke kantor gue, gak cuma buat pamer lo udah nikah, kan?"
"Gue cuma mau bilang, kalau dua minggu lagi gue sama Dea mau bulan madu ke Eropa. Keren, kan?" kata Aris.
"Arisssss, gak penting banget si. Sana lo pergi, lo hidup di Eropa aja, jangan balik ke sini!" kata Jenny kesal.
"Haha, gue bercanda, Jen. Gue ke sini cuma mau ngasih selamat buat lo, kantornya bagus. Maaf ya Dea gak bisa dateng, dia lagi sakit perut, pengennya b.a.b mulu. Tapi dia nitipin ini, dia nyuruh gue ngasih ke elo. Nih," Aris menyodorkan sesuatu yang dibungkus dengan keresek warna hitam pada Jenny.
"Apa ini?" tanya Jenny setelah menerimanya.
"Nasi uduk" jawab Aris.
"Gue udah curiga, lo pasti cuma mau ngerjain gue. Dea gak mungkin nyuruh lo ke sini cuma mau ngasih gue nasi uduk. Udah sana ah, lo pulang!!!"
"Siapa yang mau ngerjain si, Dea nyuruh gue bawain sarapan buat lo, tapi pagi-pagi gini adanya cuma warung nasi uduk ya buka. Yang penting halal, Jen. " ucap Aris.
"Udah ah, sana pulang!! gue banyak kerjaan jangan bikin gue makin kesel." kata Jenny frustasi.
"Haha, lo hebat, sekarang mimpi lo udah tercapai, lo udah punya kantor sendiri. Yang semangat ya, memulai sesuatu itu pasti awalnya sulit, tapi gue yakin lo bisa. Jangan menyerah, gue yakin lo bakal jadi wedding planner yang top," kata Aris sambil mengacak-acak rambut Jenny. "Gue pulang dulu, jangan lupa di makan nasi uduknya!!"
Kemudian Aris pergi dan Jenny masih berdiri di tempatnya, jantungnya masih berdetak untuk Aris. Apalagi saat Aris menyentuh kepalanya, Jenny seolah kembali ke masa lalu. Dulu Aris sering sekali melakukan itu pada Jenny. Tidak ingin terlalu lama hanyut dengan perasaannya, Jenny meletakan bungkusan dari Aris ke meja kerjanya, lalu jenny duduk menyandarkan punggungnya.
Jenny mengeluarkan ponsel dan headset, memasangkan pada telinganya kemudian memejamkan mata sambil mendengarkan sebuah lagu.
"Eh, " betepa terkejutnya Jenny saat membuka mata Ardan sudah duduk di depan mejanya. "Kamu kok, ada di sini, kapan datang?" tanya Jenny salah tingkah karena kagetnya belum juga hilang.
Ardan tidak menjawab dia hanya melihat Jenny dengan ekspresi yang Jenny tidak mengerti. Jenny melepaskan headset nya, "Maaf ya, mungkin aku keasyikan dengerin lagu, jadi gak tahu kalau kamu datang. Mari, kita langsung bicarakan mengenai pernikahan kamu." kata Jenny.
"Gimana kalau dipernikahan kamu kita pakai tema klasik, selain sakral dan formal, konsep ini mudah diaplikasikan untuk semua orang, nanti tinggal aku buat sesuai selera kamu, untuk baju pengantinnya aku punya beberapa kenalan designer , kalau kamu mau aku bisa menemani kamu untuk survei. Jadi apa kamu setuju dengan konsepnya?" tanya Jenny.
"Terserah saja, " jawab Ardan.
Mati saja sana!!!!
Jenny menarik nafas. sabar, Jen. Dia harus tetap bersikap ramah karena mau bagaimanapun Ardan adalah kliennya. "Kalau gitu, aku anggap kamu setuju. Kita tinggal cari gedungnya, kira-kira berapa orang yang ingin kamu undang, supaya kita bisa menyesuaikan dengan gedungnya."
"Gedungnya jangan terlalu besar, aku tidak mengundang banyak orang." jawab Ardan.
Tumben jawabannya bener.
"Baik, nanti aku cari gedung yang tidak terlalu besar. Tapi yang paling penting kita harus memesan gaun pengantinnya dulu. Nanti siang apa kamu punya waktu, aku ingin mengajak kamu menemui designer, kamu bisa tanya-tanya dulu atau sekedar melihat karyanya. Oh ya, kalau bisa kamu ajak sekalian calon istri kamu, jadi nanti kalau kalian cocok, kalian bisa langsung mengukur bajunya." kata Jenny panjang lebar.
Jenny baru teringat, selama ini Jenny belum mengetahui siapa yang akan menikah dengan Ardan. Kenapa dia melupakan hal sepenting itu, dia juga harus meminta pendapat calon istri Ardan.
Perempuan kaya apa yang mau nikah sama cowo kaya dia.
"Ada lagi?" tanya Ardan.
"Hah, maksudnya?"
"Apa ada lagi yang mau kamu bicarakan?"
"Oh, tidak ada. Lalu bagaimana nanti siang apa kamu bisa?" tanya Jenny.
Ardan sungguh menguji kesabaran Jenny. Kalau bukan karena tante Lisa, Jenny tidak akan mau menerima Ardan sebagai kliennya.
"Bisa," jawab Ardan. "Lain kali kamu bisa datang ke kantorku atau kamu cukup menelpon jika hanya ingin berbicara seperti ini, tidak perlu menyuruhku untuk datang ke sini. Mamah saya menyuruhmu, itu karena aku terlalu sibuk kerja, lalu apa gunanya kamu? kamu justru membuat aku sibuk bolak balik ke sini, jarak dari sini ke kantorku itu cukup jauh dan aku punya banyak kerjaan." kata Ardan.
Ngomong irit ngeselin, ngomong panjang nyakitin.
"Iya, aku minta maaf, lain kali aku akan datang ke kantormu." ucap Jenny.
Seperti biasa Ardan berdiri dari duduknya dan pergi begitu saja tanpa pamit. Semakin besar keinginan Jenny untuk melempar Ardan dengan sepatunya.
"Ahhh, kenapa gue mesti dapet klien kaya dia." kata Jenny berbicara sendiri setelah Ardan pergi.