Para burung datang menghinggapi salah satu pohon rindang, mereka mencoba bercicit tapi anehnya suara mereka sama sekali tak keluar. Tidak nyaman dengan keanehan itu mereka pun pergi.
Pohon ini tidak sendirian, mereka tumbuh mengelilingi sebuah rumah sederhana beratap kuning yang mempunyai antena aneh di atasnya. Rumah ini milik Mr. Edmon, seorang ilmuwan katanya. Yang pasti dia tidak memiliki ladang seperti tetangganya, melainkan sebuah laboratorium misterius yang menempel langsung di sudut kanan rumahnya.
Mr. Edmon bisa seharian berada dalam lab - begitu biasa dia menyebutnya. Terkadang Mr. Edmon jarang repot-repot keluar hanya untuk sekedar makan. Namun kali ini, dirinya harus terpaksa keluar ketika ketukan keras dan tak sabar datang di pintu lab-nya yang selalu terkunci rapat.
'Dad! Ms. Ann akan segera pulang.' teriakan dari luar pintu terdengar.
Mr. Edmon membuka pintu dengan bergegas, tubuh jangkungnya menutupi celah pintu yang terbuka. Di depan pintu anak perempuannya, yang berambut ash brown panjang sepinggang. Menatapnya dengan mata bulat bewarna hazel, bibir kecilnya cemberut ketika melihat wajah sang Ayah.
'Viletta, kamu tidak perlu mengetuk begitu keras.' tegurnya.
'Kalau tidak keras, pasti Dad tidak akan dengar.' balas Viletta cepat.
'Ayo kita kedepan.' dia mengunci pintu lab-nya dengan cepat lalu mengamit bahu anaknya.
'Tunggu Dad, sebaiknya Dad berkaca terlebih dahulu. Penampilan Dad benar-benar acak-acakan!' keluh Viletta.
Mr. Edmon berbalik kearah cermin yang berada tepat disamping pintu lab-nya. Cermin itu sengaja diletakan di sana sesuai permintaan Viletta. Mr. Edmon mendapati rambutnya yang berwarna persis seperti rambut Viletta tampak seperti sarang burung. Kaca matanya miring kekanan, di hidung mancungnya ada noda berwarna biru gelap yang juga menempeli pipi dan jambang tipisnya.
Cukup sekali usap dengan lengan kemejanya, noda itu hilang dari wajah Mr. Edmon. Viletta memandang miris ke arah lengan kemeja ayahnya yang kini bernoda biru. Mr. Edmon tak peduli akan hal itu, dengan cepat menyisir rambutnya dengan jari, dan membetulkan letak kacamatanya.
'Ayo,' ajaknya sekali lagi.
Kali ini Viletta menyerah, lalu berjalan mengekori ayahnya ke teras rumah.
Di teras seorang wanita berambut Chesnut yang terkepang rapi, berdiri anggun. Bersiap untuk pulang. Melihat kedatangan Mr. Edmon dan Viletta, bibir tipisnya yang dipoles lipstick merah cherry menyunggingkan senyum. Warna lipsticknya sangat cocok dengan kulit pucat dan bola mata birunya.
'Hai Han, aku harus segera pulang.' sapanya akrab kepada Mr. Edmon.
'Terimakasih atas hari ini Ivy. Aku harap Viletta tidak merepotkanmu.' balas Han ragu.
'Oh, tentu saja tidak. Viletta, belajar dengan sangat baik hari ini.' kata Ivy sembari mengelus lembut kepala Viletta.
'Sampai bertemu minggu depan, Viletta. Kerjakan tugasmu dengan baik. Ah, aku harus mengucapkan selamat ulang tahun sekarang sepertinya. Dari pada terlambat, lebih baik lebih cepat.' katanya lagi sambil tersenyum begitu manis dan tulus.
'Happy Birthday, Viletta.'
'Terimakasih Ms. Ann. Kau jadi orang pertama yang mengucapkannya lagi tahun ini.' Viletta balas tersenyum.
'Ya, herannya kenapa aku selalu tidak bisa hadir disaat ulang tahunmu.' Ivy terlihat kecewa.
'Tapi Ms. Ann, kita tetap bisa merayakannya seperti tahun lalu, kan? Kau akan membawakan aku kue lagi, bukan begitu?' Viletta terdengar sangat yakin.
'Tentu saja! Kali ini aku akan bawa kue spesial untukmu tuan putri.' Ivy mencubit pipi Viletta gemas.
Han hanya berdiri canggung ketika mendengar percakapan ini. Dia baru terlihat tenang setelah akhirnya mobil yang dikendarai Ivy keluar dari perkarangan rumah mereka dan kemudian berbelok kekanan meninggalkan asap dibelakangnya.
'Harusnya, Ms. Ann tidak perlu mengucapkan itu didepan Dad. Dia sengaja.' kata Viletta ketus.
Han tercenung, Viletta benar. Dia lupa. Hampir. Andai Ivy tidak mengatakannya pasti dia benar-benar lupa. Empat hari lagi tepatnya. Ulang tahun Viletta yang ke-13.
'Sayang, bagaimana mungkin Dad lupa.' katanya berbohong.
'Sungguh keajaiban kalau sampai Dad ingat.' Cibir Viletta.
'Sudahlah, kenapa setiap ulang tahunmu pasti begini.' Han menyerah.
'Salahkan saja diri Dad sendiri, kenapa selalu sibuk di lab tanpa tahu waktu.' sindir Viletta yang kemudian bergegas mengambil buku-bukunya dan segera masuk ke dalam rumah.
Han tidak bisa berkata apa-apa. Memang seperti itulah adanya. Setiap dia berkutat dengan pekerjaannya, dia akan lupa segalanya, termasuk makan dan minum. Bahkan terkadang dia tidak yakin apakah hari itu telah pergi ke toilet untuk buang air kecil.
Viletta yang sama keras kepalanya dengan sang ayah, tidak juga mau berbaik hati mengingatkan. Viletta sengaja membuat ayahnya merasa bersalah. Walaupun dia tidak akan mendapatkan apapun yang menarik dari rasa bersalah itu. Tidak juga kue yang enak ataupun kado yang mewah. Viletta cukup puas melihat ayahnya putus asa.
Tiga tahun belakangan, ayahnya lebih sibuk dari biasanya. Dulu, sebelum Ms. Ann menjadi tutornya. Ayahnya adalah gurunya. Sesibuk apapun ayahnya tetap mengatur jadwal untuk mengajar Viletta setiap minggu. Viletta memang tidak mendapatkan pendidikan formal. Memang karena ayahnya tidak punya waktu untuk mengantarnya setiap hari, dan juga sekolah terdekat jaraknya setengah jam dari desa kecil mereka.
Ms. Ann menjadi tutornya setelah diperkenalkan oleh Mrs. Corwin tetangga mereka yang sangat baik hati. Viletta tidak yakin awalnya kenapa ada wanita cantik yang mau jauh-jauh hanya untuk mengajarnya. Tapi setelah sedikit tumbuh besar, Viletta mengerti. Mengerti akan setiap tatapan kagum Ms. Ann terhadap ayahnya. Hanya saja, Han Edmon, ayahnya itu. Terlalu buta untuk melihat ketulusan Ms. Ann. Padahal, Ms. Ann selalu tampil menawan setiap datang agar sedikit menarik perhatian ayahnya.
Viletta ingin sekali menceritakan banyak hal kepada ayahnya tentang Ms. Ann. Pernah sekali Viletta mencoba, tetapi ayahnya langsung mengalihkan pembicaraan mereka. Ayahnya tampak tidak tertarik.
Mengenai pekerjaan ayahnya, Viletta meyakini ayahnya seorang ilmuwan. Tapi tak tahu dalam bidang apa. Dua-tiga bulan sekali ayahnya akan pergi ke kota, entah melakukan apa. Ayahnya akan berangkat pagi-pagi sekali ketika Viletta masih tidur, bahkan Viletta tidak sepenuhnya yakin Ayahnya pulang malam atau pagi hari berikutnya. Bisa dipastikan setelah menghilang seharian ayahnya akan muncul begitu saja.
Viletta yakini, bahwa ayahnya selalu pulang dengan membawa uang yang cukup untuk kehidupan mereka. Karena setelah ayahnya pulang bisa dipastikan kulkas mereka akan terisi penuh. Buku-buku yang Viletta butuhkan selalu ada, dan terkadang beberapa pakaian baru untuk Viletta. Sebenernya Viletta ragu untuk mengatakan bahwa ayahnya tidak peduli dengannya. Hanya saja, ayahnya memang jarang mengajaknya berbicara yang tidak perlu.
Di rumah Viletta berperan seperti alarm. Setiap pagi dia dengan rajin mengetuk pintu lab untuk mengingatkan ayahnya sarapan. Terkadang Mr. Edmon muncul dari pintu itu, terkadang hanya teriakannya saja yang terdengar, memberitahu Viletta bisa sarapan sendiri. Siangnya juga begitu, hingga malam ayahnya kadang tetap di sana. Walaupun sesekali mereka tetap makan malam bersama. Terutama ketika Mr. Edmon ingat hari itu ulang tahun Viletta. Dengan sangat terpaksa dia harus meninggalkan pekerjaannya.
Rumah mereka tidak begitu besar. Hanya terdiri dari ruang tamu kecil, ruang tengah dimana Viletta sering menonton televisi sembari melirik kearah pintu laboratorium yang bewarna cokelat tua disudut ruangan itu. Ruang tengah mereka juga tersambung langsung dengan dapur, disana hanya ada meja makan dengan dua kursi yang lebih sering Viletta duduki sendiri.
Kamar tidur Viletta terletak di lantai dua, di sana juga ada kamar ayahnya. Kamar ayahnya sering kali kosong, hanya dipakai seperlunya oleh Mr. Edmon ketika ingin mandi dan berganti pakaian. Bahkan ranjang di kamar itu seperti tidak tersentuh. Terlalu rapi. Bisa dipastikan Mr. Edmon lebih sering tidur di ruang kerjanya.
Tentang Laboratorium, ruangan ini sama misteriusnya dengan pekerjaan Mr. Edmon. Viletta tidak ingin repot-repot mencari tahu, dia sudah pernah mencoba. Percuma saja, pintu laboratorium itu selalu terkunci rapat. Baik ketika Mr. Edmon ada di dalamnya ataupun tidak. Anehnya, sekalipun Viletta menempelkan telinganya di pintu, dia tidak mendengar suara apapun ketika ayahnya berkerja disana.
Viletta tidak bisa mengambarkan dengan pasti bagaimana ruangan itu. Sekalipun sering kali ayahnya membuka pintu ketika keluar dari sana, dan Viletta mencoba mencuri lihat. Yang ditangkap matanya hanya warna putih polos, tidak ada apapun selain itu. Ayahnya terlalu sigap menutup dan mengunci pintu laboratorium, seperti akan keluar sesuatu yang mengerikan jika dia terlambat menutupnya.
Selain Ms. Ann, laboratorium adalah hal lain yang paling Mr. Edmon hindari untuk jadi bahan pembicaraan mereka. Jawaban misterius selalu muncul ketika Viletta bertanya mengenai laboratorium.
'Suatu saat, kau akan tahu Viletta. Tidak sekarang.' selalu, itulah yang dikatakan ayahnya. Han Edmon.