Chereads / Jadi Kamu Selalu Mencintaiku / Chapter 33 - Mengingat Kembali ‘Mimpi Buruk’ (7)

Chapter 33 - Mengingat Kembali ‘Mimpi Buruk’ (7)

"Sepertinya ada sesuatu yang terjadi padamu ya." Ujar Yang Danning pada Ji Anning yang cemberut dan mengalihkan pandangannya dari Yang Danning, lalu Ji Anning pun memunggunginya dan mengulurkan tangannya keluar dari jendela mobil, menghirup angin jalanan sambil menyipitkan matanya dengan nyaman, "Nona Yang, tambah sedikit kecepatannya, bawa aku jalan-jalan keliling cari angin."

Yang Danning menuruti keinginannya, kemudian ia pun menambah laju mobilnya lebih cepat dari sebelumnya.

Mata Ji Anning yang tadi menyipit kini mulai tertutup, wajahnya yang halus tampak diselimuti kegelapan di bawah sinar bulan yang cerah.

Yang Danning tidak bisa menebak apa yang sedang Ji Anning pikirkan saat ini, dan ia pun bertanya dengan ragu-ragu, "Anning, apakah ada sesuatu yang terjadi belakangan ini?"

"Tidak." Ji Anning menjawab tidak sambil menggelengkan kepalanya, ia juga tidak membuka matanya.

Bermandikan angin yang hangat, ia terus mendesak Yang Danning untuk mempercepat laju mobilnya.

Angin semakin lama semakin kencang, Ji Anning berharap angin dapat menghilangkan semua kekhawatiran, menghapus mimpi buruk yang terjadi malam itu yang masih diingatnya, dan ia akan kembali menjadi dirinya yang dulu.

Yang layak untuk mendampingi Ji Jingfeng.

Kota Hai ini dikelilingi oleh laut di tiga sisinya, Yang Danning mengemudikan mobilnya menuju ke pantai dan parkir di bawah dermaga jembatan di seberang laut. Tidak jauh dari kediaman keluarga Ji, jaraknya kira-kira sekitar 7-8 halte bus.

Ji Anning meletakkan tangannya di pagar pembatas yang ada di sepanjang pantai, ia menatap laut yang penuh ombak seperti orang yang linglung.

"Ambillah." Yang Danning kembali dengan membawa dua gelas milk tea di tangannya, satu gelas diberikan kepada Ji Anning, dan satu lagi ia diminum sendiri.

Mereka sering datang ke sini, satu-satunya kedai milk tea di sini, mereka adalah pelanggan tetap di kedai usaha milik perorangan ini.

Ji Anning mengambil red bean milk tea kesukaannya, ia berbalik dan bersandar pada pagar pembatas, lalu menusukkan sedotan dan meminumnya.

Mereka berdua terdiam beberapa saat, dan Yang Danning memandang Ji Anning sembari berkata, "Aku akan mengantarmu pulang ya."

Ji Anning menggelengkan kepalanya perlahan kemudian menjawab, "Kamu tidak perlu mengantarku pulang, aku akan pulang sendiri nanti."

Yang Danning mengerutkan keningnya, "Bagaimana kamu kembali nanti?"

"Aku ingin berjalan pulang sendirian." Ji Anning menggigit bibir bawahnya, berbalik dan memandang laut yang menakjubkan.

Yang Danning memandangnya dan sudah menduga Ji Anning memiliki masalah yang tidak bisa diungkapkan, dan ia tidak ingin membicarakannya.

"Huf…" Yang Danning menghela napas panjang dan merasa tidak berdaya, kemudian ia pun berkata, "Kalau begitu aku pulang dulu ya. Jaga dirimu baik-baik."

"Iya." Ji Anning mengangguk pelan, dan berkata, "Kamu juga jangan kencang-kencang mengemudikan mobilnya. Hati-hati di jalan."

"Iya." Yang Danning mengerutkan bibirnya.

Berbalik lalu berjalan pergi.

Kini Ji Anning sendirian, ia menunduk sedih, dan melihat gelas milk tea yang ada di tangannya dengan acuh tak acuh.

Waktu terus berlalu, dan ia terus-menerus menguap tanpa henti.

Ngantuk sekali!

Merasa tidak mampu menahan kantuknya lagi, lalu ia pun meminum tegukan terakhir milk tea miliknya. Kemudian ia melihat tempat sampah yang berjarak dua meter darinya. Perlahan ia mengamatinya, membidik, lalu melemparkan gelas milk tea ke tempat sampah, dan masuk ke lubang dengan mulus.

"Wow, three point..."

Ji Anning menutup mulutnya dan tersenyum dengan puas, kemudian ia memasukkan tangan ke dalam saku celana jeans dan mulai melangkahkan kaki, berjalan dengan santai menuju halte bus.

…...

Dalam tidurnya, Ji Anning merasa sulit bernapas, seolah-olah sedang tertahan sesuatu, dan mulutnya tertutup rapat.

'Hmmm...'

Ia mengerutkan keningnya, menggelengkan kepalanya dalam keadaan setengah bermimpi dan setengah bangun, ia seolah sedang berjuang mati-matian.

Entah ia masih terus berusaha, mulutnya yang tadi rasanya sangat sulit untuk bicara, kini ia merasa mulutnya semakin tertutup rapat dan napasnya terengah-engah.

Tiba-tiba ia mengingat dan menyadari sesuatu, seketika ia langsung membuka matanya dengan kaget, tetapi pandangan matanya benar-benar gelap.

Matanya seolah tertutup sesuatu!

Ia bisa merasakan dengan jelas matanya tertutup oleh sesuatu, ia tidak bisa melihat cahaya, yang dilihatnya adalah warna hitam yang membuatnya panik.

Persis sama seperti pada malam itu.

Napas hangat yang tertinggal di telinganya, suara yang lembut dan aura yang aneh, membuat sekujur tubuhnya gemetar.