*Praaaang!*
Saat Ji Ruoqian belum menyelesaikan kata-katanya yang kasar pada Ji Anning, tiba-tiba terdengar suara keras, dan semua mangkok, sumpit, sendok, dan garpu di atas meja makan seketika langsung hancur berkeping-keping.
Semua orang yang ada di ruang makan… termasuk para pelayan yang sibuk di dapur, tubuh mereka tiba-tiba bergetar.
Setiap orang yang ada di sana wajahnya seketika tampak pucat karena terkejut.
Mata Ji Anning terbelalak, dan ia terus menatap pria yang ada di depannya dengan tidak percaya.
Tangan yang indah dari pria itu masih memegang ujung taplak meja, wajahnya tampak dingin dan mata hitamnya seolah bersinar dengan cahaya yang menakutkan. Sehingga orang lain yang melihat merasa takut dan seketika kakinya terasa lemas.
Ji Ruoqian yang tadinya marah kini menjadi pucat karena ketakutan, mulutnya terbuka, matanya terbuka lebar melihat ke arah Ji Chicheng, dan seluruh tubuhnya terasa gemetar.
Ji Xiangting dengan cepat berdiri dan mengulurkan tangannya untuk menarik Ji Ruoqian ke sampingnya. Melihat Ji Chicheng, kakinya terasa gemetar dan suaranya juga terdengar bergetar, "Pa… Paman…"
Mata Ji Chicheng yang berwarna hitam gelap tatapan matanya tampak sangat tajam. Ia melepaskan cengkeramannya di taplak meja, menatap Ji Ruoqian dan mulai menegurnya, "Di depan tamu, apakah tidak punya rasa sopan santun sedikit pun?"
"Apa yang terjadi?"
Kakek Ji Zhengdao dan Yang Yufang yang tadi berada di ruang belajar lantai atas, bergegas turun karena mendengar suara kegaduhan dari lantai bawah.
Saat itu Kakek sampai di pintu ruang makan dan kebetulan mendengar Ji Chicheng saat menegur Ji Ruoqian. Kemudian ia pun langsung melirik Ji Anning yang meringkuk dan menundukkan kepalanya karena takut.
Kakek pun lalu langsung mengerti apa yang sedang terjadi, ia berjalan masuk ke dalam ruang makan dengan wajah dingin, kemudian ia berhenti ketika tepat berada di depan Ji Ruoqian.
Aura Kakek yang dingin seperti ini membuat Ji Ruoqian merasa ketakutan, ia hanya bisa menundukkan kepalanya dan tidak berani menatap Kakek. Tubuhnya gemetar hebat.
Kakek menatapnya dengan dingin untuk beberapa saat, kemudian ia mendengus dengan dingin, "Anning dan Jingfeng sudah bertunangan. Mereka adalah Kakak Iparmu. Jika lain kali aku mendengar kamu memanggil namanya secara langsung seperti tadi, aku akan memberimu hukuman semua uang jajan untuk tiga bulan ke depan tidak akan diberikan."
Perintah dari kakek yang tidak bisa dibantah, dan tidak bisa dipertanyakan.
Tanpa memberi kesempatan kepada Ji Ruoqian untuk membantah, kakek menoleh untuk melihat Ji Chicheng. Kemudian wajahnya tampak sedikit tenang, saat ia membuka mulutnya, dan baru saja hendak mengatakan sesuatu tiba-tiba suara Ji Chicheng terdengar terlebih dahulu, "Aku akan tinggal di apartemen pada malam ini."
Setelah berbicara, ia mengangkat kakinya dan berjalan keluar, melewati Lin Yanqin dan Yang Yufang.
Napas yang dingin membuat mereka berdua gemetar.
Raut wajah Ji Zhengdao sedikit sedih saat melihat dari belakang sosok putranya pergi meninggalkannya.
Tentu saja, ia tidak marah pada Ji Chicheng, tapi permasalahan yang terjadi di dalam keluarganya yang terus-menerus berdatangan membuatnya emosi.
Ia mengerti karakter Ji Chicheng yang acuh tak acuh, dan ia tidak tahan dengan suasana yang terjadi saat ini.
Sebenarnya sudah bertahun-tahun kedua pihak saudara ini selalu berselisih. Mereka hanya berselisih di rumah, dan biasanya tidak lebih dari satu hari mereka sudah berbaikan lagi. Sehingga Kakek hanya tidak terlalu serius dalam menanggapi masalah kali ini.
Namun sekarang sepertinya… benar-benar membutuhkan penanganan yang benar dalam menyelesaikan masalah ini.
"Setiap hari sopir akan mengantar jemput dia ke universitas, makan di rumah. Jika aku sampai mengetahui ada orang yang diam-diam memberikan uang saku kepadanya, maka biaya hidup orang tersebut juga tidak akan diberikan."
Suasana di ruang makan menjadi semakin dingin.
Setelah Kakek berkata seperti itu dengan sikapnya yang dingin, ia pun pergi tanpa melihat Ji Ruoqian dan yang lainnya.
"Huaaaa…"
Ketika Kakek itu pergi, Ji Ruoqian yang sudah menahan air mata dan emosi. Akhirnya ia pun meluapkan seluruh emosinya, ia duduk di kursi, lalu meletakkan kepalanya di atas meja dan menangis sekeras-kerasnya.
Karena menerima konsekuensi yang berat atas tindakannya, tangisannya sangat keras dan membuat suasana ruangan semakin menyedihkan.
Meskipun peraturan keluarga Ji sangat ketat, namun Ji Ruoqian adalah anak yang paling muda di dalam keluarga Ji. Ia selalu keras kepala dan juga tidak merasa salah pada prinsipnya. Kakek pun juga menyepelekan hal ini dan hanya memandangnya sebelah mata setiap kali ia melakukan kesalahan.