Melihat tingkah Yang Danning yang seperti itu, Ji Anning tersenyum sambil menggeleng kepala, lalu berbalik dan berjalan menuju tangga.
"Hmmm..."
Melihat antusiasme Yang Danning, Ji Chicheng hanya merespon singkat, ia mengganti sepatunya, lalu mengangkat kelopak matanya dan menatap Ji Anning yang sudah menaiki tangga.
Ji Chicheng tampak kembali mengingat sesuatu, dan bibirnya yang seksi tiba-tiba tersenyum dingin.
Seolah ada cahaya berbahaya melintas di matanya yang hitam gelap.
…...
Aturan keluarga Ji sangat ketat. Ketika makan malam, semua anggota keluarga harus berada di meja makan untuk makan malam bersama kecuali ada situasi khusus.
Orang-orang yang hendak makan itu, akan dipimpin oleh Kakek untuk mengambil sumpit lalu mereka pun makan bersama-sama.
Seperti biasa, Lin Yanqin dan kedua anak perempuannya duduk bersebelahan, dan Ji Anning serta Yang Yufang juga duduk berdampingan.
Sekarang Ji Chicheng sudah kembali, ia duduk di sebelah Kakek, dan berhadapan dengan Ji Anning dan yang lainnya.
"Mengapa Jing Feng belum pulang?" Kakek mengambil sumpit, menatap Ji Anning dan yang lainnya, kemudian mereka bertanya dengan suara yang dalam.
Yang Yufang yang mendengar pertanyaan kakek ia buru-buru menjawab, "Tadi dia menelepon dan berkata bahwa ada penelitian yang harus dilakukan di kampus, jadi dia pulangnya sedikit terlambat dan tidak bisa ikut makan malam bersama kita."
Kakek itu hanya berkata 'ya' dan tidak berkata apa-apa lagi.
Ketika Kakek menggerakan sumpitnya, semua orang pun mulai ikut menggerakan sumpitnya. Ada yang memasukkan sayuran ke dalam mangkuk mereka. Yang Danning, yang datang sebagai tamu, mengambil sepotong daging sirloin rebus dan memasukkannya ke mangkuk Ji Chicheng, "Kak Chicheng, aku ingat kamu suka makan ini."
Tindakan ini menarik perhatian semua orang di meja makan, dan membuat semua orang berpikir sesuatu.
Kakek Ji Zhengdao mengangkat kelopak matanya dan menatap Yang Danning, lalu ia pun bertanya, "Danning, kamu hampir berumur dua puluh tahun juga ya."
Yang Danning tersenyum dan mengangguk, "Ya, ulang tahunku pada tanggal dua puluh lima bulan lunar nanti. Saat itu aku tepat berumur 20 tahun."
"Sudah waktunya bicara tentang pernikahan." Ji Zhengdao mengangguk sambil berpikir.
Yang Danning menunduk malu-malu, "Hmmm, Kakek Ji, aku masih muda."
*Uhuk!*
Ji Anning tersedak begitu mendengar kata-kata Yang Danning yang berusaha menutup-nutupinya. Ia terbatuk dan dengan cepat mengambil segelas air untuk diminum.
Kemudian diam-diam ia melihat Yang Danning yang ada di sampingnya dengan pandangan kesal.
Ia benar-benar tidak cocok menutup-nutupi perasaannya seperti ini, ketika berbuat seperti itu, ia benar-benar membuat orang lain yang melihatnya menjadi kesal sekaligus ingin tertawa.
"Aku rasa aku juga tidak setua itu, kamu bisa memanggilku dengan sebutan yang berbeda nanti." Ji Zhengdao memandang Yang Danning dengan ekspresi yang tidak biasa dan sepertinya saat ini ia merasa sangat senang.
Makna dari ucapannya ini sangat jelas, semua orang seketika langsung memandang Ji Chicheng secara serempak.
Ji Chicheng tidak peduli sama sekali, ia memegang sumpit di tangannya yang elegan, dan menyantap hidangan di mangkuk dengan perlahan dan teratur.
Ji Anning yang semula memandang Ji Chicheng kini ia mengalihkan pandangannya ke mangkuk Ji Chicheng, ia melihat Ji Chicheng menyingkirkan daging sirloin yang tadi diambilkan Yang Danning itu. Seolah-olah ia tidak ingin memakan daging tersebut.
Sikapnya yang sombong dan dingin ini, entah siapa yang bisa merubahnya.
Ji Anning mengerutkan bibirnya, dan ketika ia baru saja hendak mengalihkan pandangannya, tiba-tiba mata gelap pria itu terangkat untuk menatapnya.
Seketika ia pun terkejut, dan sumpit yang ada di tangannya itu tampak sedikit bergetar.
Yang Danning merasa bahwa kebahagiaan datang terlalu cepat, ia hampir tidak bisa menahannya. Ia pun tersipu dan menatap Kakek Ji Zhengdao sambil berseru, "Paman!"
'Huff.'
Mendengar kata 'Paman' ini, tidak hanya Ji Anning, semua orang-orang di meja itu, termasuk Ji Chicheng yang menatap Ji Anning dengan dingin, juga ikut tertawa.
Wajah tampan itu sangat jarang untuk tersenyum dan tertawa seperti bunga musim semi.
Ji Anning bisa saja menahannya, tapi melihat Ji Chicheng tersenyum, akhirnya ia juga ikut tertawa.
Ia kembali melihat ke depannya, menyumpit sayuran hijau, dan memasukkannya ke dalam mulutnya.
Lalu mengunyahnya perlahan-lahan dan menikmati rasanya dengan seksama.
Hanya ada Ji Zhengdao saja yang mengangguk tanpa mengubah ekspresi wajahnya, "Ya."