Tap tap tap
Seorang pria dengan langkah tegap berjalan ke arah seorang wanita paruh baya yang selama ini merawatnya.
"Ma, Rios kan udah bilang, mama istirahat aja dirumah." peringat pria yang menyebut dirinya sebagai Rios.
Luna hanya menggeleng, yah ia sosok wanita yang dipanggil mama oleh Erios. "Mama kangen sama anak mama, apa gak boleh?" balas Luna dengan membelai lembut pipi Erios.
Erios hanya bisa membuang nafas, sosok yang selama ini merawatnya, sosok yang telah menjadi ibu baginya di tempat asing yang didatangi Erios kecil.
"Mama pulang duluan, Rios mau keluar dulu sama Harry." ucap Erios, kali ini mamanya mendengus namun tak urung ia berbalik meninggalkan anaknya.
-----
"Udah datang lu? Gue kira gak bakal datang lagi." sindir seorang pria dengan rambut acak kala matanya melihat kedatangan sahabatnya.
"hm..." hanya deheman singkat yang didapat, membuat Harry memberenggut kesal.
Erios duduk tepat di depan Harry, keduanya hanya memesan coffee latte. Tak perlu menunggu waktu lama seorang wanita dengan mengenakan seragam pelayan juga rambut panjangnya yang diikat menghampiri dua pemuda guna mengantar pesanannya.
"Selamat menikmati," ucap wanita tersebut dengan memamerkan senyum manisnya.
Erios diam kala mengetahui bahwa cincin yang selalu dipakainya bercahaya saat kedatangan gadis tersebut, cahaya dimana hanya ia yang dapat melihatnya.
Mata Erios dengan senantiasa mengamati gerak-gerik wanita yang perlahan menjauh dari tempatnya duduk, "Gadis itu?" gumamnya yang masih dapat terdengar oleh Harry.
"Kenapa bro? Naksir lu sama Sena?" tanya Harry dengan tampang penasaran sekaligus mengejek.
Erios menaikkan sebelah alisnya, "Sena?" tanyanya.
"Yah Sena, cewek yang lu perhatiin sejak tadi," jawab Harry.
Erios menganggukkan kepala tanda mengerti, kini ia bertekad untuk mendekati sosok wanita yang sepertinya menjadi gerbang untuknya kembali ke tempat asal, tempat dimana harusnya ia berada sekarang.
"Gue minta alamatnya, nomor hp-nya," ucap Erios dengan tangan menengadah pada Harry.
"Rumahnya jalan X nomor 63, nomor hp-nya +6291354580xxx," jawab Harry.
Mendengar jawaban Harry, Erios segera bangkit dari duduknya, perlahan meninggalkan sahabatnya yang terdiam dengan tatapan tak percaya.
------
Adzan berkumandang, bersamaan dengan tibanya sebuah mobil mewah yang terparkir rapi di depan sebuah rumah minimalis.
Sang pemilik manik biru dengan tatapan tak pernah lepas dari rumah tersebut, menanti sosok penghuni rumah untuk menampilkan batang hidungnya.
"Cantik." satu kata itu spontan keluar dari bibirnya kala melihat seorang gadis dengan daster rumahan, rambut yang di sanggul ke atas dan jangan lupakan wajah naturalnya yang tak terpoles bedak sedikitpun.
Perlahan kaki panjangnya melangkah mendekati gadis yang sedari tadi tak luput dari pengamatan,
"Sena?" panggilnya dengan nada rendah.
Mendengar nama dipanggil, Sena spontan menoleh lalu mengerutkan alisnya bingung kala melihat pria tampan dengan setelan mewah berada di depannya.
Sena memasang wajah ramah, "Ya?" jawabnya dengan nada bertanya.
"Ah, mau jadi pacarku?" tanya Erios to the point yang malah terlihat seperti orang gila.
Mata indah Sena melotot dengan tatapan amarah, namun malah terlihat lucu di mata Erios, "LU GILA? GAK KENAL JUGA MAIN NGAJAK PACARAN AJA, SONO PERGI. HUSH HUSH..." usir Sena dengan mendorong tubuh Erios, namun Erios malah tak bergerak sedikit pun dari tempatnya.
Perlahan tangan Erios terangkat, memeluk gadis mungil yang saat ini masih berusaha mendorongnya, "Aku serius," bisiknya tepat di telinga gadis tersebut.
Bukannya diam, Sena malah semakin memberontak, namun sekuat apapun berontak tak akan lepas dari pelukan lelaki gila yang ada dihadapannya, tak ada cara lain Sena perlahan menutup matanya lalu menendang tepat pada kehidupan lekaki tersebut, membuat pelukannya terlepas. Saat menyadari dirinya tidak lagi dalam pelukan, Sena segera berlari masuk ke dalam rumah, lalu menguncinya rapat-rapat.
"Pria gila,' batin Sena.
-----------
Erios menatap langit langit kamar, mengingat kembali wajah gadis yang tadi pagi berada dalam pelukannya.
"Dia unik, berbeda, langka." gumamnya dengan senyum tipis yang nyaris tak terlihat.
Perlahan tangannya mengelus cincin yang sedari dulu berada di jarinya, yang membuatnya heran cincin itu seakan ikut membesar, menyeseukan dengan ukuran jarinya.
Ingatan kelam akan masa lalu kembali mencuat ke permukaan, dimana orang tuanya tewas dalam perang beberapa tahun lalu, di depan matanya, dimana ia harus di asingkan ke tempat yang di tempatinya sekarang.
"Kapan Rios kembali? Kapan Rios melaksanakan tugas Rios sebagai putra mahkota? Bukan malah bersembunyi disini." tanyanya pada diri sendiri, dengan nada yang sarat akan kesedihan.
"Rios... " panggil sebuah suara dari luar, mengalihkan fokus Rios.
"Iya ma," jawab Erios seraya membuka pintu kamar yang menampilkan sosok wanita paruh baya yang ia panggil dengan sebutan, mama.
"Kamu dari mana? Pagi pagi udah ngilang aja, jam segini baru nongol." tanya Luna dengan sedikit nada candaan.
mendengar hal itu, Erios tersenyum lantas memeluk mamanya dengan sayang, juga sesekali memberikan kecupan di kedua pipi sang ibunda, "Dari calon mantu mama," ucapnya santai.
Luna melotot, memukul pelan pundak sang anak, "Kamu apain anak gadis orang?" tanyanya dengan nada serius.
Mendengar hal itu, Erios spontan tertawa, "Cuma meluk doang ma," jawabnya yang malah mendapat tatapan tajam dari sang mama.
--------
Entah apa yang dilakukan Erios, di jam kerja seperti ini ia malah duduk santai di salah satu kursi yang ada di salah satu caffe terkenal, dengan matanya yang tak pernah lepas dari sosok gadis yang sedari tadi berjalan kesana kemari dengan nampan ditangannya.
"Sena..." panggil suara bariton seorang pria yang baru saja datang.
Erios hanya diam mengamati, mulai dari senyum lebar yang terbit dari bibir gadisnya kala melihat sosok pria tampan yang memanggilnya.
"Cih apaan, sama gue sangar, sama dia soks lembut." entah apa yang terjadi pada Erios, ia tak ada rasa sama sekali, tapi ia tak suka jika pria lain mendekati Sena, tubuhnya seolah bergerak sendiri 'Mungkin pengaruh cincin' pikirnya.
Perlahan ia bangkit dari duduknya, menghampiri Sena dan sosok pria yang terlihat begitu akrab dengan Sena.
"Sena..." panggil Erios dengan suara beratnya.
Sena menoleh, seketika senyum manisnya tergantikan dengan raut kesal yang begitu kentara, "Apa?" tanyanya yang jauh dari kata lembut.
"Pulang sekarang." ucap Rios dengan memeluk pinggang Sena posesif.
"Apaan sih lu, datang datang main peluk aja," kesal Sena lalu beranjak pergi, namun belum juga selangkah tangannya kembali di genggam oleh Erios.
"PULANG!!!" ucapnya Erios dengan penuh penekanan.
"Bentar, lu siapanya Sena?" tanya pria yang sedari tadi diam.
Erios tersenyum, namun bukan senyum manis melainkan senyum menyebalkan, "Calon suaminya." ucapnya lalu menyeret Sena paksa.
Sena hanya bisa menggeleng, menandakan bahwa apa yang dikatakan Rios tak benar.
untung saja sekarang jam kerja, jadi caffe cukup sepi, tak perlu menutup wajah karena malu.
----