Chereads / RINAI / Chapter 13 - Counter Sales

Chapter 13 - Counter Sales

Sore itu, dengan tumpukan file yang hampir menutupi jarak pandang, Rinai berjuang menaiki tangga. Walau sedikit oleng, ia berhasil mendaratkan semua file itu di atas meja lamanya. 

"Ha, tumben berkunjung?" Sapa Bang Dewa. Ia cengengesan di balik komputer.

"Iya, takut abang diculik, soalnya kan sendirian doang di atas," ledeknya. Ia kemudian terbahak melihat wajah Bang Dewa yang merenggut. Lalu, ia mulai menyusun file-file tadi di lemari. Itu file yang berisikan data konsumen yang sudah diinput.

"Kamu kali yang diculik. Tiap hari bengong doang."

"Nggak bengong, ya!"

"Iya, gak bengong, tapi melamun."

Rinai nggak membalas. Nanti malah panjang perkara. Tapi, dia memang nggak bengong kok. Cuma melamun. Atau lebih tepatnya menghayal. Otaknya selalu dipenuhi dengan hayalan-hayalan berbagai macam cerita. Tapi akhir-akhir ini didominasi oleh Selasa. Soalnya dia kan lagi progres nulis Selasa, jadi tingkat khayalannya jadi lebih intens.

"Rinai kesel lah sama Kak Maya tadi.. Kayak gitu kali dia," adu Rinai.

"Abang juga kurang suka sama orang-orang baru ni. Kayak… gak enak jadi perasaan Abang nengoknya." Bang Dewa menghentikan pekerjaannya, "Tengoklah, sesama dia aja saling tikam dari belakang."

"Padahal masih pada baru sebulanan gabung di sini, berani dia buat keributan kayak tadi." Rinai geleng-geleng. "Kok mau Pak Daniel nerima orang kayak gitu? Pak Daniel gak tau apa sifat orang tu?"

"Entah lah ya, gak tau juga Abang do. Cuma ya, kan orang tu penjualannya emang lumayan banyak. makanya didiamin aja sama Pak Daniel."

"Jadi gak enak suasana dealer rasanya, kan ya?"

"Ya gimana lagi, kita cuma bawahan. Entahlah kita yang bakal dirumahkan habis ni."

Rinai terdiam. Dirumahkan adalah hal yang paling ia takuti. Dengan kondisi ekonomi seperti sekarang, Rinai harus mampu bertahan. Cari kerja kan nggak gampang.

"Pokoknya, kalau dia minta-minta gitu aja, jangan di kasih. Nanti kenapa-napa malah mu pula yang kena," kata Bang Dewa memperingati.

"Iya, Bang."

Rinai kembali fokus menyusun file ke dalam lemari. 

"Udah ada jualan, Nai?"

Rinai terhenti. Ia menatap Bang Dewa dengan wajah yang memelas dan menggeleng pelan.

"Udah ada coba melayani konsumen, kan?"

"Udah, Bang. Tapi kadang konsumen tu datang cuma nanya-nanya aja."

"Datanya ada di minta kan? Nanti kamu follow up lagi. Pastikan kalo dia emang mau ambil motor, dia ambilnya ke sini. Jangan sampai lepas ke dealer lain."

"Iya, nanti di follow up lagi."

"Ada kesulitan gak?"

"Kesulitan?"

"Iya. Ada masalah atau apa gitu?"

"Sejauh ini, aman sih. Paling cuma agak keteteran aja nginput data. Banyak kali pun. Terus sama belum jualan. Takut gak bisa jualan sampai akhir bulan."

"Bisa tu. Gak mungkin satu aja gak dapat."

"Tapi kan ada target, Bang."

"Iya. Tapi kan Pak Daniel pasti paham lah kerjaan kamu banyak. Kamu pun baru jadi Counter Sales."

Rinai menutup lemari dan duduk di hadapan Bang Dewa. Wajahnya tampak suram dan penuh pikiran.

"Bang …" panggil Rinai.

"Hm?" Bang Dewa masih sibuk dengan komputernya.

"Kalau Rinai gak mampu jualan sampai akhir bulan, Rinai bakal dirumahkan ya?" Rinai bertanya pelan, dengan nada suara yang mungkin akan hilang bila tertiup angin.

"Nggak, lah. Kalo kamu sih..., Abang yakin gak bakal berani Pak Daniel pecat kamu."

"Kenapa gitu?" 

"Ya, kalau kamu dipecat siapa yang input data STNK dan segala macam." Bang Dewa menatap Rinai sekilas sambil menyeringai. "Cari orang baru? Ajarin lagi. Training lagi. Sebulan, dua bulan paling masih sibuk beradaptasi."

Rinai manggut-manggut, merasa alasan yang Bang Dewa kemukakan cukup masuk akal.

"Tenang aja lah. Gak perlu khawatir."

Rinai mengangguk. Ia merasa merasa sedikit bebas berbicara apapun pada Bang Dewa, soalnya beberapa waktu terakhir mereka coba mengakrabkan diri setelah ditinggal anggota lain ruangan ini. Mau bagaimana lagi, namanya cuma tinggal berdua, ya kali diam-diaman. Sedikit banyak, hatinya cukup tenang mendengar penjelasan Bang Dewa. Merasa kalau sudah tak ada lagi yang perlu ia lakukan di sana, ia beranjak pergi.

Turun dari lantai 2, Rinai mendapati seorang konsumen sedang tampak kebingungan. Ia melirik Bang Sutan yang sedang mengurus konsumen lain. Akhirnya, Rinai memutuskan untuk mendekati konsumen yang kebingungan itu.

"Ada yang bisa dibantu, Pak?" Sapa Rinai dengan ramah.

"Oh, iya. Ini… saya mau ambil motor, berapa ya harganya?"

"Oh!" Rinai langsung cepat tanggap. Ia menuntun konsumen untuk duduk di meja tamu. "Silahkan duduk dulu, Pak."

Setelah Bapak itu duduk, Rinai mengambil Selembar price list dari kotak price list yang sudah disediakan di atas meja. Ia menyerahkan price list itu kepada konsumen. 

"Ini, Bapak bisa lihat harga dan jenis motornya. Kalau Bapak mau kredit, ini juga sudah ada jangka waktu dan jumlah angsuran perbulannya," jelas Rinai.

Bapak itu menatap seksama price list yang ia pegang. 

"Bapak mau motor yang seperti apa?"

"Saya mau beli motor buat anak saya. Dia cewek, kuliah. Maunya yang matic ini. Harganya berapa ya?"

"Oh, iya Pak, kalau cewek pasti sukanya matic ya. Ini harganya ada ya Pak," kata Rinai sambil menunjukkan harga motor. "Bapak mau beli motor kredit atau tunai?"

"Saya ambilnya kredit aja. Kalau kredit angsuran perbulannya berapa?"

"Bapak mau berapa bulan dulu?"

"Dua tahun lah. 3 tahun kelamaan. Satu tahun kemahalan."

"Oh, ini ada jenis angsuran untuk 2 tahun beserta DP." Rinai menunjuk Pricelist tadi.

"Bedanya apa ini? Kan sama-sama 24 bulan?"

"Yang membedakan DP-nya pak. DP mempengaruhi biaya angsuran bapak tiap bulan. Makin tinggi DP yang bapak bayar, makin kecil angsuran tiap bulannya."

"Oh, gitu." konsumen mengangguk-angguk.

"Iya, Pak."

"Terus, kalau saya ambil motor di sini kan, berapa saya dapat cashback? Terus, bonusnya apa aja?"

"Kalau cashback nggak ada, Pak. Tapi ada potongan DP dari kami 200 ribu, san juga bonus lain kayak helm, jaket, atau mantel."

"Masa gak ada cashback?"

"Memang gak ada, Pak." Rinai tersenyum canggung. "Tapi kan ada potongan voucher, Pak."

"Iya, tapi cuna 200 ribu. Kecil kali lah."

Rinai tersenyum canggung mendengar komentar Bapak itu. Bapak itu berpikir lama. Rinai harap-harap cemas. Jangan sampai dia kayak konsumen lain ya, ujung-ujungnya malah 'Nanya dulu aja'.

"Ya udah lah. Ini karena saya butuh cepat aja. Jadi gimana cara ngambilnya ni?"

Dada Rinai membuncah. Senyumnya mekar bak musim semi.

"Bentar ya, Pak. Biar saya siapkan dulu berkas-berkasnya. Sebelumnya bisa minta data Bapak?"

"Bisa."

"Nama Bapak siapa? Ada bawa KTP?"

"Nama saya Suwanto." Ia mengeluarkan KTP. "Nih," ucapnya sembari menyerahkan ke Rinai.

Rinai berjalan ke balik counter, mengambil faktur penjualan, dan mempersiapkan segalanya. 

"Ini, Pak. Silahkan diisi dulu." 

Rinai menyerahkan formulir data konsumen dan menerangkan apa saja yang harus diisi. Saat konsumen cukup mengerti, ia mendekati Bang Sutan.

"Bang, Kak Risa mana?" 

Kak Risa itu orang leasing yang sengaja ditempatkan di dealer mereka. Biasanya, kalau ada konsumen yang membeli secara kredit, mereka akan langsung di data Kak Risa, sampai akad dan bisa selesai hari itu juga. Tapi hari ini Kak Risa belum kelihatan sama sekali.

"Oh, dia gak datang hari ini. Ada urusan katanya."

"Ada konsumen mau ambil motor secara kredit." Rinai menginformasikan. Ia bahkan tak berusaha menutup nada bahagia di suaranya.

"Serius?" Mata Bang Sutan berbinar. "Good!" Ia memberikan jempol untuk Rinai.

Rinai hanya membalasnya dengan senyum. "Gimana dong, Bang? kak Risa gak ada."

"Oh, yaudah. Kan nanti mau disurvey dulu. Suruh aja konsumen tunggu di rumah. Nanti dihubungi sama orang leasing."

"gitu aja?"

"Iya. Survey dulu."

"Oh, oke." Rinai mulai beranjak tapi dihentikan oleh suara Bang Sutan.

"Tapi telpon dulu si Risa. Kasih tau dia ada konsumen yang mau disurvey."

Rinai langsung mengambil HP dan menelpon Kak Risa. Di dering ketiga, Kak Risa akhirnya menjawab panggilannya.

"Ya, Nai?"

"Kak, besok datang gak? Ada konsumen Rinai nih yang mau ambil motor secara kredit."

"Konsumen Rinai? Wih, mantap! udah pande jualan ya!"

"Hehehe…"

"Kirim aja ya datanya, nanti aku kasih ke surveyor."

"Oh, oke! Makasih kak... "

Rinai mendekati konsumen yang tampak sudah selesai mengisi datanya dan menjelaskan prosesdur kreditnya.

"Berarti disurvey dulu, ya?"

"Iya, Pak."

"Nanti kalau saya mau gamyi DP atau mau gantu motornya ke mereka lain bisa gak? Atau ganti jadi motor bebek?"

"Bisa, Pak. Nanti sampaikan aja ke orang leasingnya pak survey. Selama belum keluar faktur pembelian, masih bisa diganti."

Bapak itu tampak berpikir, membuat Rinai kembali harap-harap cemas. "Oke lah. Tapi besok udah pasti keluar ya, Dek, ya?"

"Kalau surveynya lancar, bisa keluar besok." 

Pak Suwanto berdiri diikuti Rinai. 

"Ya lah dek, Makasih, ya." Ia menjabat tangan Rinai yang dibalas oleh Rinai dengan sedikit erat.

"Sama-sama Pak, makasih juga."

Setelah konsumen pergi, Rinai membereskan meja tamu dan beranjak menuju counter, tapi langkahnya tertahan sejenak saat matanya bertemu pandang dengan Kak Maya, yang baru saja keluar dari ruang Pak Daniel. Kak Maya melengos saat menatapnya, tapi Rinai tak peduli. Rinai memutuskan untuk mengabaikannya dan kembali ke meja counter.

Bodo amat, ah.

Rinai lagi bahagia.

Dan gak ada yang bisa merusak suasana hati Rinai saat ini!