Chereads / Pendekar Lembah Damai / Chapter 106 - Kalian Mengenal Mereka?

Chapter 106 - Kalian Mengenal Mereka?

"Aku khawatir, mereka akan menyerang secara mendadak dengan panah-panah beracun seperti mereka menghancurkan padepokan ini dulu!"

Mereka semua bisa mendengar dan merasakan aura kemarahan dari nada suara Seno ketika mengucapkan kalimat itu. Tatapan matanya pun terlihat mengambang, meskipun raut wajahnya yang diterangi cahaya lentera gazebo tampak tidak berubah, tetap tenang dan santai.

Semua bisa maklum, peristiwa itu adalah peristiwa yang buruk bagi Seno dan Suro yang mengalami langsung tragedi itu. Maka, wajarlah ketika mengatakan kalimat itu, bayangan Seno langsung meloncat ke masa lalu.

Suro menarik nafas dan membuangnya dengan hembusan panjang hingga terdengar oleh semua yang hadir disitu.

"Jika saja kita punya waktu paling tidak setahun, barangkali adik Luo dan Seno bisa mencari murid dan mendidiknya untuk bertarung, beban kita bisa sedikit lebih ringan," Cheng Yu berkata sambil meraih cangkir di atas meja, kemudian mereguknya.

Suro menggeleng pelan, "Ini tidak ada kaitannya dengan para murid baru yang tak pernah terlibat urusan masa lalu kami. Jikapun demikian, aku akan melarangnya untuk ikut bertarung."

Mendengar apa yang dikatakan Suro langsung membuat mereka semua menganggukkan kepala. Suro memang benar, tak patut orang lain ikut terlibat pada apa yang tidak seharusnya mereka terlibat. Ini adalah urusan mereka yang terkait langsung yang menimbulkan dendam lama.

"Tak ada jalan lain selain menghadapinya dengan kekuatan yang ada," Seno berkata sambil mendesah dengan desahan panjang.

Disaat mereka terlihat kehabisan ide, tiba-tiba Li Yun bersuara dengan wajah yang terlihat seperti menemukan harapan, "Kakak, tidak bisakah kalian menggunakan tenaga dalam mengontrol mereka saat mereka menyerang?"

Semua mata langsung tertuju pada Li Yun, suaranya yang lantang dan tiba-tiba dalam susana hening sesaat membuat mereka cukup terkejut.

"Energi tenaga dalam terkait dengan emosi penyerang dan yang diserang, sulit untuk mengaktifkannya dalam kondisi yang tidak mendukung. Salah-salah, serangan mereka yang diharapkan bisa berbalik malah bisa menembus pertahanan kita," ucap Seno.

Keterangan dari Seno langsung menyurutkan Li Yun, wajahnya yang tadi senang menjadi tertunduk.

Dari arah lain, tiba-tiba Huang Nan Yu muncul dan berjalan ke arah mereka membuat orang-orang yang ada didalam gazebo langsung berdiri menyambut.

"Sepertinya, aku tak bisa berdiam diri di dalam kamarku," ujarnya sambil menyungging senyum.

Cheng Yu langsung mengangkat tangannya dengan hormat.

"Tetua Nan Yu, seharusnya anda beristirahat saja. Kami semua memakluminya," sahut Cheng Yu.

Wanita tua itu tersenyum, "Aku tahu, kalian tak akan membiarkan aku untuk ikut dalam pertarungan mengingat usiaku yang sudah setua ini. Tetapi paling tidak, aku juga ingin terlibat dalam rapat ini. Siapa tahu otak tua ini bisa memberikan saran pendapat."

Ucapan Huang Nan Yu membuat mereka semua tersenyum.

"Aku berpendapat, lebih baik kalian melakukan penyerangan. Aku yakin, Seno maupun Suro mampu mengalahkan orang-orang dari Macan Hitam itu, apalagi ada tuan Ching So Yung. Buatlah gebrakan seperti sebuah ledakan dahsyat yang mampu menggetarkan lawan ketika pertama kali masuk."

Suro terlihat menarik nafas panjang. Hari-hari kedepan, pasti akan dirasa lebih mendebarkan jika berdiam menunggu. Nampaknya ia sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Huang Nan Yu.

"Luo," Cheng Yu tak lama berkata begitu melihat Suro gelisah, "Mari kita serbu. Aku sudah banyak melihat pengalaman pertarunganmu, tentunya tetua Huang Nan Yu dan saudara Ching So Yung juga tahu bagaimana kemampuanmu. Ditambah lagi dengan kemampuan Seno yang sama denganmu, aku yakin kita bisa memenangkan pertarungan!"

"Mohon maaf, tuan. Bisakah seseorang menjelaskan kembali apa yang kalian katakan? Aku tidak mengerti," Seno yang tidak mengerti kalimat yang diucapkan oleh Cheng Yu langsung menyela setelahnya dengan bibir menyungging senyum.

Cheng Yu kontan saja tertawa. Ia baru sadar kalau Seno ada diantara mereka. Sambil mengayun-ayunkan dua tangannya yang terkepal memohon maaf, akhirnya ia mengulang kembali kalimat dengan bahasa yang dimengerti oleh Seno.

***

Di dalam kamar, ditengah ibadah malamnya, telinganya masih bisa mendengar suara derak ranjang dimana dua isterinya terbaring.

Ia tahu, apa yang mereka hadapi membuat mereka susah untuk memejamkan mata. Apalagi Rou Yi, salah satu isterinya yang gampang panik.

Dalam posisi bersilanya setelah menyelesaikan shalat malam, matanya terarah dimana tempat tidur itu berada sambil tersenyum.

"Kalian belum tidur?" Suro berkata lirih. Jika suara lirihnya bisa terdengar, pastilah akan ada reaksi dari kedua isterinya itu.

Tak lama, kedua gadis itu nampak bergerak dan duduk di tepi pembaringannya.

Setelah saling pandang, mereka tersenyum dan menggeleng bersamaan.

"Adik Li tidak bisa tidur, karena Rou Yi begitu gelisah," Li Yun berkata diiringi senyuman, tetapi matanya melirik ke arah Rou Yi yang berada disebelahnya.

Rou Yi langsung mencubit pinggang Li Yun membuat gadis itu mengernyit bereaksi.

"Baiklah," jawab Suro, kemudian melangkah ke arah meja, lalu duduk disalah satu kursi, "Mari kita mengobrol sampai pagi yang akan datang sebentar lagi. Aku khawatir, jika kalian nanti tertidur akan kehilangan waktu subuh."

Mendengar itu, mereka pun langsung duduk bergabung bersama Suro.

"Adik Yi bukan gelisah ketakutan, hanya sedang berpikir dan berandai-andai," Rou Yi kemudian berkata seolah membantah kalau ia sedang gelisah.

"Berandai-andai?" tanya Li Yun dan Suro bersamaan.

Rou Yi mengangguk dengan bibir merahnya yang mengatup rapat satu sama lain.

"Seandainya adik Yi dulu tekun berlatih walaupun susah payah, pastilah saat ini bisa ikut membantu kakak," katanya.

"Apa yang kau bicarakan? Aku saja yang menguasai beladiri tidak diperbolehkan ikut membantu," kali ini Li Yun langsung menyela.

Kalimat kedua isterinya itu membuat Suro tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali.

Lalu ia menarik nafas dalam.

"Kali ini, kita akan berbicara yang menyenangkan saja agar sejenak melupakan apa yang akan kita hadapi nanti," ucap Suro.

"Ah, kakak. Bagaimana bisa begitu, sementara permasalahan seperti didepan mata," Rou Yi berkata.

Suro kembali tersenyum ketika Rou Yi mengatakannya.

"Kakak," Li Yun berkata kemudian, "Perasaan, kita selalu hidup dalam bayang-bayang ancaman. Padahal, kita baru saja menikmati indahnya apa yang sudah kita impikan sejak dulu."

Pemuda itu menggeleng-gelengkan kepalanya, tarikan nafas panjang ia lakukan sebelum berbicara. Ucapan Li Yun membuatnya merasa bersalah.

"Setelah kesulitan, akan datang kemudahan.... Setelah kesulitan, akan datang kemudahan. Yakinlah, setelah apa yang kita hadapi ini, tidak ada lagi ancaman berarti. Allah sedang mempersiapkan sesuatu yang lebih indah lagi setelah ini. Ini adalah bagian dari perjalanan yang harus kita lewati," katanya menerangkan.

Tetapi, ada raut wajah yang berbeda ketika Suro mengatakannya, dan itu sangat jelas bisa terbaca oleh Li Yun maupun Rou Yi. Kedua isteri Suro itu saling pandang sejenak, dan seolah saling berbicara satu sama lain.

"Apakah kakak merasa bersalah pada kami?" Rou Yi bertanya setelah memperhatikan wajah Suro yang tersenyum seperti dipaksakan.

Pemuda itu tak menjawab, hanya memandangi wajah kedua isterinya secara bergantian. Ia bisa menebak kalau mereka bisa merasakan aura yang muncul dari kalimat yang dilontarkan Suro.

Li Yun kemudian menarik tangan Suro lalu menggenggamnya dengan kedua telapak tangannya.

"Kakak," katanya, "Apapun yang terjadi, kami tak akan pernah menyesal hidup bersamamu. Kakak janganlah merasa bersalah. Genggamlah erat apa yang sudah kakak yakini, bahwa semua ini sudah tertulis sebagai kebaikan bagi kita semua."

Ucapan Li Yun yang lembut bagaikan air pegunungan yang sejuk mampu menenangkan hatinya yang memang penuh dengan rasa bersalah.

Bagaimana tidak, selama ia hadir dalam keluarga Yang dan Yin, semua yang mereka alami adalah rasa tertekan dan terkurung dalam lubang yang dalam. Jika tidak karenanya, pastilah kedua keluarga itu hidup dalam damai, Yang Li Yun maupun Yin Rou Yi tentunya juga sudah memiliki keluarga yang bahagia saat ini dinegerinya sendiri.

Rasa bersalah telah menyeret mereka berdua dan membawanya dalam kehidupan Suro sendiri merupakan sesuatu yang tidak bisa tidak telah membuatnya seperti menimpakan sebuah gunung besar di atas pundak Yang Li Yun mau pun Yin Rou Yi yang telah menjadi isterinya itu.

Suro mendesah panjang, tangannya yang lain lalu menarik tangan Rou Yi. Kemudian bergantian menciumi tangan kedua isterinya itu satu persatu.

"Kakak Luo meminta maaf pada kalian. Seharusnya bukan kehidupan seperti ini yang kalian berdua dapatkan," katanya dengan mata berkaca-kaca, suaranya terdengar bergetar.

Rou Yi bisa melihat kalau Suro nampak tertekan sekali.

"Kakak, adik Yi sadar kalau adik ini yang paling lemah. Tetapi, hidup bersama kakak adalah pilihanku, dan adik juga yakin seandainya ayah masih hidup, beliau juga pasti sangat setuju dengan apa yang adik putuskan. Bukankah kakak dengar sendiri sebelum kematian ayah kalau ayah sudah menyerahkan puteri satu-satunya ini kepadamu?" ucap Rou Yi.

Setelah Rou Yi menyelesaikan kalimatnya, tangan Li Yun sedikit menyentak, membuat Suro memandang ke arahnya.

"Hei, suamiku sayang," katanya sambil menyungging senyum, "Mengapa kakak jadi seperti ini? Semangatlah kakak, kami mendukungmu tanpa syarat! Kami berdua sangat percaya kalau kakak bisa mengatasi masalah ini!"

Kalimat Li Yun membuat hatinya bergetar dan terharu. Ia pun mengangguk dan tersenyum.

Selain itu, Rou Yi terlihat lebih tegar dari biasanya, barangkali semua hal dan peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya selama ini telah menempanya menjadi lebih kuat dari sebelumnya, dan itu juga membuat Suro sedikit tenang.

"Kalian berdua..... Terima kasih banyak atas dukungannya," Suro menyahut yang dibalas kedua isterinya dengan senyuman, "Besok pagi setelah sarapan, kakak akan mengantarkan kalian ke kediaman kakang Seno. Sekarang, beristirahatlah."

***

Demi keamanan keluarganya, Suro juga membawa serta lima orang muridnya. Reno, sebagai murid tertua dan memiliki kemampuan lebih diantara yang lain diberikan tanggung jawab untuk melindungi Li Yun dan Rou Yi, disamping dengan kehadiran tetua Huang Nan Yu. Meskipun sebelumnya, Reno sempat menolak tegas karena keinginannya untuk ikut bersama rombongan gurunya itu untuk menghadapi aliran Macan Hitam ditolak mentah-mentah oleh Suro.

Setelah diberi penjelasan bahwa tanggung jawab yang diberikan Suro cukup besar karena menyangkut masa depan perguruan jika suatu saat terjadi hal yang diluar dugaan pada Suro, akhirnya remaja itu pun luluh juga.

Sepanjang perjalanan pagi-pagi buta menuju kediaman Seno, mereka menemui banyak warga yang sudah beraktivitas. Mereka menunduk begitu berpapasan dengan Suro beserta isterinya dan tersenyum ramah. Dari gaya orang-orang yang mereka temui, nampaknya mereka sudah mengenal Suro dan kedua isterinya itu.

Rupanya, perseteruan antara Aliran Macan Hitam dan Cempaka Putih sudah terdengar luas, dan mereka sangat mendukung aliran Cempaka Putih dengan do'a-do'a yang mereka sampaikan pada Suro dan kedua isterinya.

Suro sendiri heran, bagaimana orang-orang di luar padepokan tahu tentang perseteruan yang terjadi antara aliran mereka dengan Macan Hitam.

"Berita tentang padepokan Cempaka Putih dan Perguruan Macan Hitam sudah bukan rahasia lagi. Semua berawal dari Den Ayu yang mereka tangkap waktu itu, dan orang-orang tahu kalau Den Ayu ini adalah salah satu isteri dari raden padepokan Cempaka Putih," salah seorang lelaki tua yang memiliki warung makan yang mereka singgahi ditengah perjalanan memberi penjelasan, saat mereka –Suro dan kedua isterinya serta para murid Cempaka Putih beristirahat.

Ia menunjuk dengan jari jempolnya ke arah Yang Li Yun sambil menceritakan tentang bagaimana semua orang tahu tentang masalah ini.

Tak lama mereka beristirahat dan melanjutkan perjalanan, menjelang waktu Ashar mereka sudah tiba dikediaman Seno.

Rupanya isteri Seno sudah melakukan persiapan menyambut kedatangan mereka, hingga mereka langsung di beri kamar khusus.

"Mbak harap, kalian sudah menganggap biasa kediaman kami setelah kunjungan kalian pertama kali waktu itu," ucap isteri Seno sambil menyungging senyum.

Li Yun dan Rou Yi saling pandang dan tersenyum menanggapi ucapan wanita muda itu, lalu mereka bersamaan mengangguk.

"Kami berharap tidak merepotkan mbak Yu," Li Yun menyahut, "Karena barangkali kami akan menginap untuk beberapa hari sembari kakak menyelesaikan tugasnya."

Sementara mereka beristirahat dan mengobrol, Suro meninggalkan mereka untuk shalat dan mengambil satu kamar khusus lainnya yang memang sengaja dibangun Seno sebagai tempat shalat. Saat itulah, dari arah pintu depan satu suara salam terdengar yang disahut oleh mereka bersamaan.

Seno langsung buru-buru menuju arah depan, dan mendapati seorang lelaki setengah tua berdiri di depan pintu rumahnya, Tak hanya itu, dua orang lelaki asing nampak berdiri dibelakangnya dan mengangguk memberi hormat dengan menyungging senyum pada Seno. Dari pakaiannya yang terlihat lusuh dan berdebu, Seno bisa menebak kalau mereka telah melakukan perjalanan jauh. Seno pun membalas, dan wajahnya terlihat keheranan.

"Oh, paman," sapa Seno pada lelaki yang barusan mengucap salam, "Ada apa, ya?"

Sambil mengacungkan jari jempolnya pada dua orang lelaki asing itu, orang yang dipanggil dengan paman itu menjelaskan.

"Kebetulan paman tadi berpapasan dengan dua orang ini. Mereka berdua sedang mencari orang yang bernama Luo Bai Wu. Katanya, orang yang bernama Luo Bai Wu itu adalah nama panggilan orang yang berasal dari tanah Jawa dan merantau ke negeri China, lalu kembali kemari. Berhubung paman tidak tahu apa-apa, makanya paman bawa kemari. Karena paman ingat, kalau adik seperguruan nak Seno memiliki isteri dari negeri mereka," tutur lelaki itu.

Mendengar penuturan itu, Seno langsung memandang curiga ke arah dua orang lelaki yang berdiri dibelakang pamannya. Tidak salah lagi, kalau orang yang mereka maksud adalah Suro. Masalahnya, di negeri China Suro adalah seorang buronan yang dikejar-kejar oleh tentara kerajaan. Jangan-jangan, dua orang lelaki itu adalah tentara yang ditugaskan untuk memburu Suro sampai ke tanah Jawa.

Wow! Sebegitu tenarnyakah Suro sampai-sampai ia dikejar hingga ke negerinya sendiri? Batinnya takjub dan tanpa terasa menggeleng-gelengkan kepala.

Tetapi, dari pakaian yang dikenakan dua orang lelaki asing itu tidak menunjukkan kalau mereka adalah para petugas atau prajurit kerajaan, meskipun di tangan mereka masing-masing menggenggam pedang.

"Tuan berdua bisa berbahasa jawa?" tanya Seno masih menatap mereka dengan tatapan mata curiga.

Sebelum menjawab, mereka saling pandang sejenak seperti memberi kesempatan masing-masing untuk menjawab pertanyaan Seno.

"Kami baru belajar selama perjalanan kami kemari. Jadi mohon maaf kalau ucapan kami masih kaku," salah satunya menjawab dengan logat China yang masih kental, "Perkenalkan, nama saya..."

"Bukankah kalian?..."

Belum sempat lelaki itu memperkenalkan diri, suara Rou Yi tiba-tiba terdengar dan cukup mengagetkan mereka.

Gadis itu muncul berbarengan dengan Li Yun dari dalam rumah. Barangkali mereka merasa tidak asing dan penasaran mendengar ada suara orang yang berdialog dengan Seno.

Akhirnya, semua mata menatap ke arah Rou Yi dan Li Yun.

"Oh," kedua lelaki asing itu langsung tersenyum cerah dan mengepalkan kedua tangannya sambil membungkuk ke arah Rou Yi dan Li Yun bergantian. "Salam hormat nona Rou Yi dan nona Li Yun!"

"Bukankah anda tuan Tien Lie dan Tien Jie?" Li Yun langsung menyebut nama keduanya begitu ingat siapa kedua orang lelaki itu.

"Kalian mengenal mereka?" Seno bertanya pada Rou Yi dan Li Yun.

Sebelum menyahut, mereka berdua tersenyum sambil mengangguk.

"Umm!"