Beberapa bulan berjalan, dipagi hari yang cerah di padepokan Cempaka Putih yang baru di Lembah Damai.
Satu sosok tubuh gempal berwajah sangar berjalan memasuki areal padepokan, sementara dibelakangnya mengikuti 2 orang lelaki yang tak kalah sangar. Di balik pakaian mereka, sebatang golok terselip dipinggang.
Cara berjalan yang angkuh dan wajah yang terlihat memiliki aura jahat membuat beberapa orang pasien yang menunggu giliran berobat tak berani bergerak dari tempatnya. Mereka masih menunggu dan berfikir kalau-kalau orang yang baru datang itu memang betul-betul berniat ingin berobat, meskipun dalam hati mereka seperti berkata; kecil kemungkinan.
Tetapi, sikap mereka yang terus melangkah masuk menuju ruang pengobatan langsung membuat orang-orang berfikir, kalau mereka datang bertujuan membuat onar. Dengan demikian, demi menghindari sesuatu kejadian yang buruk, para pasien berdiri satu-persatu meninggalkan bangku mereka dan memutuskan untuk meninggalkan padepokan.
Rou Yi menampakkan ekspresi terkejut begitu melihat pintu tiba-tiba terbuka dengan keras. Di dalam ruangannya, ia sedang memberikan pelayanan kepada seorang pasien wanita. Demi meilihat gelagat yang tidak baik ketika melihat ketiga lelaki itu datang, ia memberi isyarat kepada wanita itu untuk segera pergi.
"Tuan, selayaknya anda duduk dan ikut dalam antrian. Kasihan orang-orang yang sudah dari tadi menunggu," Rou Yi berusaha bersikap tenang dan sopan, meskipun jantungnya berdebar begitu keras karena ketakutan.
Tetapi, si lelaki gempal itu malah tersenyum nakal sambil berdecak dan menggelengkan kepalanya beberapa kali. Kemudian memandang bergantian pada 2 orang lelaki yang ada di samping kiri-kanannya.
"Ternyata, berita itu benar. Ada tabib cantik di tempat ini," ucapnya dengan nada tak sopan, matanya menatap liar memandang tubuh Rou Yi.
Salah satu dari dua orang itu kemudian berkata dengan nada terkesan mengejek, "Tolong mbak yu obati kakangku ini, dia sering kedinginan setiap malam."
Selesai mengucapkan kalimat itu, ia langsung tertawa keras bersama yang lainnya. Bahasa yang melecehkan. Rou Yi membatin, ia mulai merasa was-was.
"Siapa tuan-tuan ini, dan ada niat apa datang kemari?" Suara Rou Yi bertanya terdengar keras untuk menutupi ketakutannya, selain itu ia berharap Li Yun dan Huang Nan Yu yang berada di ruang sebelah bisa mendengar suaranya.
"Mbak Yu bisa memanggilku kakang Yoso, Abiyoso. Kedua orang ini adalah anggotaku, Basworo dan Bimo!" ia mengatakan sambil menggerakkan tangannya satu-satu kepada dua orang lelaki yang berada disamping kiri dan kanannya.
"Kakang Yoso," lelaki yang diperkenalkan dengan nama Bimo itu berkata pada Abiyoso, sudut bibirnya menunjukkan raut wajah kesombongan, "Sepertinya tempat ini tidak layak jika disebut padepokan. Tak ada satu murid pun disini, hanya ada seorang gadis China. Mungkin lebih cocok tempat ini disebut padepokan senang-senang!"
Abiyoso dan Basworo membalas perkataan Bimo dengan kembali tertawa terkekeh. Mata mereka semua kembali menatap Rou Yi dengan tatapan mata nakal jelalatan.
"Kudengar ada dua orang gadis, mana gadis lainnya, ya?" Abiyoso berkata sambil melangkah mendekati Rou Yi.
Baru saja Abiyoso berkata, pintu ruangan yang terhubung dengan ruang obat terbuka. Sosok wajah cantik Li Yun muncul dari balik pintu dengan wajah keheranan. Rupanya ia tadi mendengar suara Rou Yi yang berkata dengan keras.
"Ada apa Rou Yi?" tanyanya, tapi ia langsung faham apa yang terjadi ketika melihat dalam ruangan itu sudah berdiri 3 orang lelaki asing dan dengan wajah-wajah terlihat tidak baik.
Apalagi senyuman 3 lelaki yang memandang takjub dan penuh nafsu ke arah Li Yun membuat raut gadis itu berubah masam.
"Nah, akhirnya muncul juga!" Abiyoso membuka mulutnya.
Li Yun langsung mendekati Rou Yi yang terlihat ketakutan. Tetapi begitu melihat Li Yun datang, wajah ketakutannya sedikit menghilang.
"Ternyata, berita itu benar kakang Yoso. Memang ada 2 orang wanita cantik di padepokan kosong ini," lelaki yang bernama Basworo berkata.
"Kalian datang kemari mau apa?" tanya Li Yun tegas, "Jika mau berobat, kami akan layani, tetapi kalau mau buat keonaran, jangan salahkan kalau kalian pulang tinggal nama!"
Ancaman Li Yun malah mendapat tanggapan ketiga lelaki itu dengan suara tawa yang keras dan berat. Mereka menganggap Li Yun berbicara gertakan saja, dan itu membuat mereka merasa lucu.
"Sungguh, gadis yang sangat berani. Aku suka gadis seperti ini," Abiyoso berkata dengan senyuman menyeringai.
Li Yun mencoba tenang dengan menarik nafas panjang menanggapi ucapan lelaki dihadapannya.
"Baiklah tuan-tuan," katanya, "Sudah jelas jika kalian datang ke sini hanya untuk membuat onar. Jika demikian,...."
Li Yun memberi isyarat dengan lambaian tangannya sebagai perintah tantangan untuk bertarung di luar ruangan.
Mereka bertiga saling pandang dengan senyuman meremehkan. Kemudian Abiyoso mengangguk dan membalikkan tubuh, "Lebih cepat lebih baik. Aku ingin pemanasan terlebih dahulu sebelum bersenang-senang!"
Kentara sekali kalau Abiyoso mengatakannya dengan kalimat nafsu sebagai bentuk melecehkan Li Yun.
Li Yun masih mencoba menahan diri, lalu ia melangkah mengikuti Abiyoso dari belakang.
"Beritahu bibi, kalau aku sedang bermain-main," ucap Li Yun tanpa memalingkan wajahnya pada Rou Yi.
Di halaman padepokan, Abiyoso memberi isyarat kepada dua rekannya untuk mundur membiarkan dirinya langsung menghadapi Yang Li Yun.
Tanpa banyak dialog lagi, Li Yun langsung memasang kuda-kuda. Gerakannya yang lembut gemulai membuat Abiyoso menaikkan alisnya, lalu menoleh ke belakang sebentar sambil tersenyum pada dua rekannya. Matanya diarahkan pada Li Yun dengan dengus pendek menganggap enteng.
"Gaya apa itu? Mau berkelahi dengan memakai tarian? Huh... Jangan bercanda, nona!" Abiyoso berkata mengejek.
Beladiri Tai Chi yang ditunjukkan Li Yun memang tidak pernah dilihat oleh Abiyoso, gerakannya yang lembut dan nampak tak bertenaga memang sepatutnya dikatakan sebagai tarian oleh lelaki itu.
Li Yun hanya tersenyum, ujung-ujung jarinya bergerak memberi isyarat agar Abiyoso maju untuk menyerang.
Bukannya membuat gerakan persiapan untuk menyerang, Abiyoso malah berjalan santai lebih dekat, sampai posisi berdirinya berada pada jarak serang.
Lelaki sangar itu masih tak melakukan reaksi apa-apa selain bibirnya yang masih menyungging senyum sinis. Nampak sekali kalau ia sedang menyodorkan diri untuk diserang.
Karena lawannya tak melakukan apa-apa, dengan gerakan khas Li Yun meraih tangan Abiyoso dengan cepat, mengangkatnya ke atas sambil kemudian menyelipkan satu tangan dan tangan lainnya bertangkup membuat suatu gerakan dorongan.
Tak menyangka kalau gadis itu bisa membuat tubuhnya berayun, Abiyoso seperti hanyut dalam gerakan Li Yun, seperti masuk dalam aliran air yang tidak bisa membuatnya keluar dari arus.
Buk!
Buk!
Satu pukulan punggung telapak tangan Li Yun begitu telak menghantam dada Abiyoso, bersamaan dengan itu, tubuhnya melayang dan terlempar beberapa langkah hingga jatuh ke tanah.
Wajah Abiyoso terkesiap, seperti tak habis fikir bagaimana sebuah gerakan yang nampak lembut tak bertenaga seperti tarian itu membuat tubuhnya terlempar. Sungguh diluar bayangannya.
Melihat wajah Li Yun yang tersenyum mengejek membuat Abiyoso naik pitam dan buru-buru berdiri.
"Kang Yoso, bagaimana kau bisa terlempar begitu?" terdengar suara Basworo bernada seperti mengejek, "Bisa kalah dengan gadis lemah begitu.. Hahahaha!"
"Diam!" Abiyoso membentak keras, ia merasa malu dikatakan seperti itu.
Selesai membentak Basworo, Abiyoso melangkah cepat dibarengi sambil melakukan serangan-serangan beruntun, pukulan dan tendangan.
Li Yun terlihat santai menanggapi, tangannya bergerak membentuk lingkaran-lingkaran, menyeret serangan tangan dan kaki Abiyoso pada tempat kosong kemudian memasukkan beberapa kali pukulan dan tendangan ke tubuh Abiyoso.
Secara teknik, Li Yun lebih unggul dan menguasai pertarungan, tetapi tenaga dari Abiyoso sangat besar, beberapa kali kesempatan untuk membanting lelaki itu gagal karena penguasaan kuda-kudanya yang kuat dan kokoh, selain itu juga Abiyoso juga sudah cukup waspada dan berhati-hati setelah serangan pertamanya gagal yang malah membuat tubuhnya terbanting dengan sangat mudah. Dan itu merupakan pengalaman berharganya agar tidak terjadi dua kali.
Serangan-serangan Li Yun yang berhasil mengenai tubuh Abiyoso dianggap angin dan tak tampak menyakitkan lelaki itu. Jika dihitung dengan angka, Li Yun jelas menang banyak. Tetapi dari segi stamina dan kekuatan tahan serangan, Li Yun masih kalah jauh.
Li Yun musti memikirkan untuk menemukan titik kelemahan Abiyoso agar bisa melumpuhkan lelaki itu tanpa buang-buang tenaga.
Plak!
Satu hantaman telapak tangan Li Yun membuat kepala Abiyoso terdorong ke belakang. Tahu-tahu, cairan berwarna merah sudah mengalir keluar dari dua hidungnya. Gadis itu berhasil membuat hidungnya berdarah.
Abiyoso buru-buru menyeka cairan darah yang keluar dari dua lubang hidungnya, kemudian meludah ke samping.
"Ternyata, kamu tangguh juga, ya! Hmmm... Aku makin bersemangat jadinya!" Abiyoso mengatakannya sambil menyeringai.
Sekali terjang, ia kembali membuat gerakan gencar.
Sejauh ini, Li Yun hanya mampu memutar-mutar mengelilingi tubuh Abiyoso tanpa bisa menjatuhkannya. Pukulan dan tendangannya seperti tak berarti bagi lelaki itu.
Sekuat tenaga, ia mengarahkan serangannya pada daerah kepala. Tapi kali ini tidak mudah. Karena Abiyoso sudah belajar lagi dari pengalaman sebelumnya kalau Li Yun pasti akan melakukan serangan pada kepalanya lagi, maka ia selalu berusaha melindungi kepalanya dari serangan Li Yun.
Sama halnya dengan Abiyoso, apa yang dilakukannya untuk menyentuh tubuh Li Yun selalu gagal. Serangannya selalu dibuat berputar-putar hingga selalu menemui tempat kosong. Ia merasa seperti menyerang benda yang alot dan kenyal.
Buk!
Satu tendangan tak terduga dari arah lain muncul menghantam tubuh Abiyoso membuatnya terlempar dan terseret beberapa jauh di tanah.
"Hah! Siapa berani main bokong!" Abiyoso buru-buru bangun dibantu oleh Basworo dan Bimo. Ia mendapati seorang wanita tua sudah berdiri di sebelah Li Yun.
"Li Yun, kau tak apa-apa?" Huang Nan Yu memeriksa keadaan Li Yun sambil memperhatikan tubuh gadis itu dari ujung kaki sampai kepala, barangkali ada yang terluka.
Li Yun menggeleng sambil tersenyum. Nafasnya masih terlihat turun naik.
"Jangan khawatir, bibi," sahutnya, "Aku tidak apa-apa."
Huang Nan Yu tersenyum, lalu mengarahkan pandangan matanya pada Abiyoso dan dua orang yang membantunya berdiri.
"Kalian bertiga mau apa di sini? Mau buat kacau?" Huang Nan Yu bertanya dengan raut wajah marah.
Abiyoso mengibas-kibaskan tangan pada tubuhnya yang terlihat kotor sambil menyeringai, lalu berkata dengan penuhn emosi, "Ternyata, kalian adalah murid dari padepokan ini!"
"Di sini adalah tempat orang yang datang berobat, bukan untuk berkelahi. Pergilah selagi aku masih berbaik hati tidak melukaimu!" jawab Huang Nan Yu.
Abiyoso kembali meludah, lalu berkata kembali dengan jari telunjuknya yang mengacung satu-satu pada Huang Nan Yu dan Li Yun, "Kalian harus bertanggung jawab atas semua ini!"
Huang Nan Yu mengernyitkan keningnya, senyumnys sinis, "Bertanggung jawab? Bukannya kalian yang mestinya bertanggung jawab telah berbuat onar?"
"Nenek tua, jangan coba-coba melawan, ya. Kami belum serius tadi ketika bertarung!" kali ini Bimo yang angkat suara.
Abiyoso langsung mengeluarkan golok yang terselip dipinggangnya, diikuti oleh Basworo dan Bimo. Mereka bersiap untuk melakukan penyerangan.
"Bibi, bagianku yang dua orang itu," ucap Li Yun, sudut bibirnya menaik.
Huang Nan Yu menatap Li Yun dengan alis sedikit terangkat, dengan senyuman kecil ia mengatakan, "Apa kau serius?"
Ditanya begitu, Li Yun sedikit tertawa mengekeh.
"Kelihatannya, dua orang itu ilmu beladirinya sangat rendah. Barangkali hanya dengan sedikit jurus, aku bisa mengalahkannya," ucap Li Yun percaya diri.
Abiyoso dan dua rekannya jelas tak mengerti apa yang dikatakan oleh Li Yun dan Huang Nan Yu. Jika saja mereka tahu, pastilah emosi mereka akan semakin memuncak.
Li Yun dan Huang Nan Yu lalu memasang kuda-kudanya sebagai persiapan menantikan serangan dari ketiga orang lelaki pengacau itu.
Di awali dengan teriakan pendek, Abiyoso dan dua rekannya maju menyerang sambil mengayunkan goloknya.
Begitu dekat Li Yun langsung memapas serangan dari Bimo dan Basworo, melayaninya dengan gerakan tangan kosong.
Bet!
Bet!
Benar apa yang dikatakan Li Yun pada Huang Nan Yu, kedua rekan Abiyoso itu nampak lebih lemah. Terbukti, baru beberapa gerakan, Li Yun berhasil membuat keduanya terhuyung mundur kesakitan sambil memegangi dadanya masing-masing.
Pukulan tangan Li Yun yang tidak berarti apa-apa ketika menghantam Abiyoso, rupanya cukup menyakitkan bagi mereka berdua.
Dengan emosi yang meluap, mereka kembali menerjang, ayunan golok membelah dari berbagai arah.
Huang Nan Yu yang berhadapan dengan Abiyoso seperti berkelahi dengan anak kecil. Serangan dari Abiyoso yang semula bisa cukup melayani Li Yun, kali ini malah menjadi bulan-bulanan dari Huang Nan Yu.
Golok yang dimainkan oleh Abiyoso dianggap seperti sebatang lidi, hingga wanita tua itu tak merasa takut akan terkena sabetannya.
Buk!
Satu tendangan kaki kanan Huang Nan Yu menjejak kuat di dada Abiyoso yang membuatnya tersurut mundur sambil mengerang kesakitan. Nafasnya terlihat sesak dan mukanya terlihat merah.
Masih berdiri di atas satu kaki, Huang Nan Yu tersenyum sinis pada Abiyoso yang menatapnya emosi.
"Ilmu segitu sudah berani jadi penjahat!" ejek wanita itu.
Dari tempat yang tak terlihat oleh mereka yang bertarung, Seno berdiri tersenyum mengamati pertarungan. Ia seperti menarik nafas lega begitu melihat Li Yun dan Huang Nan Yu menguasai pertarungan.
Semula ia akan turun tangan melihat pertarungan Li Yun dan Abiyoso, namun kemudian mengurungkan niatnya ketika mendapati ternyata Li Yun masih mampu melayani permainan Abiyoso, lalu memutuskan untuk menunggu beberapa saat jika ternyata Li Yun akan mengalami masalah.
Tetapi kemudian, kemunculan Huang Nan Yu yang tiba-tiba semakin menghilangkan niatnya untuk membantu. Ia bisa melihat, cukup mereka berdua, ketiga orang pembuat onar itu sudah bisa ditaklukkan tanpa perlu bantuannya. Selain itu, ia ingin mengetahui kemampuan bela diri mereka.
Abiyoso mendengus keras.
Tangannya bergerak menusukkan goloknya ke tanah, lalu kemudian ia melakukan gerakan tangan yang aneh sambil mulutnya merapal sesuatu. Matanya terpejam, tarikan nafasnya dalam dan perut bagian bawahnya menggembung.
"Gawat!" Seno berseru dalam hati.