Satu teriakan keras dibarengi dengan tebasan pedang Perwira Chou kembali menyasar kepala Suro dengan gerakan membelah dari atas ke bawah. Sementara, Suro yang sedari tadi menunggu langsung mengangkat pedangnya menghalau serangan dari Perwira Chou.
Dentingan nyaring dua benda tajam kembali terdengar mengawali duel fase selanjutnya. Saking kerasnya benturan pedang itu menimbulkan percikan api yang menyilaukan.
Gerakan saling menyerang dan bertahan dari kedua belah pihak seperti aliran air yang tak putus. Masing-masing berusaha untuk menancapkan goresan pedangnya ke tubuh lawan tanpa ampun.
Sejauh ini pertarungan masih tampak seimbang. Jual beli serangan diiringi tarikan nafas tertahan dari masing-masing pihak terjadi silih berganti. Saling menekan tak memberikan kesempatan lawannya untuk bernafas.
Suro menebas pedangnya dari luar ke dalam, sementara Perwira Chou memutar tangannya yang memegang pedang ke sisi tubuh menepis serangan Suro. Disaat itu, ketika Perwira Chou selesai menangkis, ia membuat gerakan menebas dari sisi dalam ke sisi luar. Namun sebelum tangannya bergerak, Suro sudah menahan lengan kanan lelaki itu dengan telapak tangan kirinya, hingga lengan Perwira Chou terkunci.
Tubuh Suro masuk ke sisi dalam dengan melangkahkan kaki kanannya, lalu membuat sapuan keras pada kaki belakang Perwira Chou.
Buk!
Berhasil! Tubuh Perwira Chou terbanting keras!
Suro menyusulnya dengan tusukan ujung pedang ke perut lelaki itu. Tetapi tusukan pedangnya malah menancap ke tanah, karena Perwira Chou keburu berguling menjauhi tubuh Suro, kemudian melenting dan berdiri dengan sikap siaga kembali.
Wajah keduanya menampakkan kelelahan, keringat sudah membasahi pakaian, nafas pun sudah sangat memburu dan terengah-engah. Sampai-sampai mereka bisa mendengar suara degub jantungnya masing-masing.
Perwira Chou tak mau buang-buang waktu lagi. Tampaknya ia ingin segera mengakhiri pertarungan. Dengan berlari ia mendekati Suro sambil bersiap mengayunkan pedang.
Sekali lagi Suro bersikap menunggu arah serangan lelaki itu.
Begitu berada dijarak serang, tiba-tiba lelaki itu mengangkat tangannya dan menebas leher Suro.
Tak mau beradu, pemuda itu merunduk sambil melancarkan pukulan melingkar yang disikapi oleh Perwira Chou dengan mengelak lebih maju, sikut kanannya berputar menyasar kembali ke arah kepala.
Sekali lagi Suro merunduk dan menebaskan pedangnya. Perwira Chou melompat mundur hingga pedang Suro menemui tempat kosong.
Secara tiba-tiba diiringi teriakan panjang, Lelaki itu mengayunkan pedangnya dari atas ke bawah dengan kekuatan penuh.
Trang!!!
Tangkisan pedang Suro menghalau laju serangan pedang milik Perwira Chou menimbulkan dentingan keras dan percikan api, sekaligus patahnya batang pedang keduanya dan patahan masing-masing pedang menancap ke tanah.
Menyadari itu, Suro langsung melancarkan serangan jejakan dengan kaki kanannya ke dada lelaki itu, ternyata apa yang diperbuat Suro juga dilakukan oleh Perwira Chou.
Buk!
Sama-sama telak dan sama-sama terhuyung mundur beberapa langkah!
Suro menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan keras, mengantisipasi terjadinya stagnasi energi dan darah didadanya akibat serangan dari Perwira Chou. Ia melihat, apa yang dilakukannya juga dilakukan oleh Perwira Chou.
Pemuda itu tersenyum kecut, menyadari kalau pertarungan ini tak semudah seperti yang ia bayangkan sebelumnya. Perwira Chou lebih tangguh dari sebelumnya.
Pantas saja selama ini beberapa kali Perwira Chou meminta bantuan para pendekar tangguh untuk mencarinya. Lelaki itu seperti sengaja mengulur waktu agar bisa berlatih meningkatkan kemampuan beladirinya dengan menghilang atau mengasingkan diri sampai beberapa waktu.
Sementara, ia sendiri kehilangan banyak kesempatan untuk berlatih, karena kesibukannya dalam pelarian dan menghadapi para pendekar yang dikirimkan Perwira Chou untuk menangkapnya.
Tetapi disisi lain, meskipun kehilangan banyak waktu untuk latihan, ia mendapatkan banyak pengalaman berharga dengan mempraktekkan kemampuan yang sudah ia kuasai. Terutama dalam hal memainkan jurus pedang.
Seperti pada waktu menghadapi Tien Jie dan Tien Lie, pertarungan itu adalah pertarungan pertama kalinya ia menggunakan pedang tajam, yang mana sebelumnya ia hanya menggunakan tongkat rotan pendek, sebuah senjata tumpul milik almarhum Ki Ronggo yang telah patah pada saat bertarung melawan Ye Chuan, si Naga Api. Saat itu, ia masih merasa ragu menggunakan pedang karena tidak terbiasa dan rasa takutnya melukai lawan.
Jika tidak karena pengalaman itulah, saat pertarungan melawan Chou Liang saat ini, pasti ia akan mengalami kesulitan, atau bahkan sudah terluka pada awal-awal pertarungan.
Meskipun secara prinsip teknik menyerang maupun menangkis menggunakan tongkat rotan pendek sama dengan menggunakan pedang, tetapi efek yang ditimbulkan sangat berpengaruh pada sisi psikologis Suro yang welas asih, dan itu butuh penyesuaian yang dirasakan sulit baginya. Ia tak punya jiwa pembunuh!
Melihat Suro tersenyum dengan wajah masam, Perwira Chou justru tersenyum menyeringai. Tampaknya ia bangga dengan kemampuannya saat ini. Tidak bisa dibayangkan jika ia hanya berdiam diri mengharap hasil kerja orang-orang yang diutusnya menangkap Suro, pastilah saat ini ia sudah ditaklukkan oleh pemuda itu.
Sekarang, dengan tangan kosong, keyakinannya bisa membunuh Suro semakin kuat dengan teknik barunya yakni pukulan tenaga dalam 'Energi 12 Bintang'. Ia ingin menguji jurusnya itu beradu dengan jurus Telapak Kupu-kupu milik Suro.
Namun, Perwira Chou sendiri sebenarnya belum tahu jika Suro juga sudah menguasai teknik pukulan baru, yang merupakan pengembangan dan akumulasi Tenaga Dalam Cempaka tingkat 1 sampai 7, yang pernah digunakannya pada saat bertarung melawan Ye Chuan yang terkenal sangat kuat dan kebal terhadap senjata.
"Nampaknya kemampuan beladiri anda sudah meningkat tajam semenjak pertarungan terakhir kita beberapa bulan yang lalu," ucap Suro.
Sengaja ia mengajak berdialog agar bisa lebih lama mengatur nafasnya yang masih belum stabil. Selain itu ia juga sangat lelah karena kurang beristirahat. Perjalanannya seolah tak pernah berhenti, menambah kondisi fisik dan mentalnya juga lelah.
Perwira Chou tertawa terkekeh. Wajahnya menunjukkan kesombongan akan kemampuan yang ia kuasai sekarang.
"Ada pepatah, berhati-hatilah jika tidak bertemu pendekar dalam 3 hari. Waktu selama itu bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuannya," ia berkata dengan jumawa.
Suro mendengus.
Kemudian ia sedikit mendongak dan memandang sedikit ke langit, pertarungan memakan waktu cukup lama dan sudah lewat tengah hari. Tetapi target menuntaskan pertarungan itu pun belum bisa dipastikan.
Hatinya menjadi gelisah. Ia khawatir akan perjalanan Rou Yi yang sekarang dalam pengawalan Tien Jie dan Tien Lie. Belum lagi Li Yun yang menunggunya di kapal Cheng Yu.
Setelah menarik nafas panjang dan menghembuskannya sekali lagi, ia membuat gerakan perlahan, membuka kaki dan tangannya berada dalam sikap pasang siaga.
Melihat itu, Perwira Chou kembali tersenyum menyeringai.
Dengan gerakan ringan dan cepat, tubuhnya meluncur ke arah Suro dengan tangan terkepal.
Wut!
Kakinya melesat seperti peluru menyasar perut, Suro mendekati tubuh Perwira Chou sambil mengelak, tangannya menopang kaki Perwira Chou yang lewat disampingnya.
Tangan Suro memegang bahu lawannya, setelah berhasil menangkap kaki Perwira Chou, ia memutarkan tubuhnya, membuat lelaki itu terbanting.
Gerakan Suro yang sangat tidak terduga mengejutkan Perwira Chou. Ia tak menyangka tubuhnya bisa dibanting dengan mudahnya dan membuat ia sesak nafas.
Belum lagi Suro menyusulnya dengan pukulan keras. Ia tak bisa mengelak karena kaki kanannya berada dalam kuncian tangan Suro.
Untunglah secara refleks, ia masih mampu menepis pukulan Suro dengan tangannya, menggerakkan kakinya yang terkunci sekuat tenaga hingga kuncian tangan pemuda itu terlepas.
Kesempatan itu tak disia-siakannya dengan cara berguling menjauh.
Begitu terbebas ia menarik nafas lega. Wajahnya tadi sempat memucat. Ia tahu Suro tadi melepaskan pukulannya dengan kekuatan penuh, dan hasilnya bisa dipastikan akan membuat tulang dan organ dalamnya terluka.
Ia sama sekali tak menyangka Suro menguasai beladiri yang unik dan aneh. Sekali tangannya mampu menyentuh tubuh, akan sangat sulit dielakkan jika tak pandai-pandai menjaga gerakan. Kebanggaannya akan peningkatan beladiri yang ia latih selama ini mulai menciut.
"Kenapa anda terdiam begitu?" ejek Suro, ia bisa melihat tampang Chou Liang berubah.
"Aku akui, kungfumu begitu tangguh. Tapi jangan dikira aku takut!" Perwira Chou berkata sambil berusaha menenangkan diri. Tampaknya sekarang, ia harus lebih berhati-hati dalam melakukan serangan.
"Di negeri asalku, ini adalah beladiri yang sudah umum. Disebut dengan Pencak Silat, dan aliranku adalah Cempaka Putih!" jawab Suro sambil tersenyum sombong. Ia merasa musti sombong terhadap orang sombong.
Sebelum berkata, Perwira Chou mendengus, "He Pinggu Jianke! Aku belum mengerahkan semua kemampuanku, jadi jangan bertingkah sombong dulu!"
"O, ya? Mari kita coba lagi!" jawab Suro.
Selesai berkata, ia kembali membuka kembangan silatnya, mulutnya mengatup dan menarik nafas lembut dari lubang hidungnya, tenang dan sangat tenang, persis seperti air yang mengalir lembut.
Kali ini, Perwira Chou tak berani gegabah, ia pun membuka kakinya dan secara perlahan dia melangkah mendekati Suro, dan Suro pun membuat langkah yang sama pula.
Begitu dekat, Suro langsung membuat gebrakan. Tangannya melenting membuat serangan dengan punggung tangan ke arah wajah. Perwira Chou memundurkan kepalanya ke belakang. Tiba-tiba, kaki Suro menyusur ulu hati.
Plak!
Lelaki itu membuat tangkisan menyilang, kemudian kembali balas menyerang dengan anggota badannya.
Pertarungan kembali terjadi.
Tetapi kali ini Perwira Chou nampak lebih berhati-hati dan tidak mau gegabah. Serangan yang ia lancarkan tidak secara penuh hingga daya hantamnya pun berkurang. Sehingga ketika ia memukul atau menyerang, seketika itu juga ia menariknya dengan cepat seperti pegas, takut jika Suro berhasil menangkap dan membelitnya kembali.
Kondisi demikian membuat Suro tersenyum. Suro semakin leluasa melakukan serangan-serangannya. Meskipun demikian, nampaknya Perwira Chou juga sudah bersiap dan mampu membuat serangan dari pemuda itu gagal.
"Pertahanan anak ini cukup rapat, sangat sulit mencari celah untuk menyarangkan Energi 12 Bintang!" Perwira Chou berkata dalam hati.
Benturan demi benturan terjadi hingga masing-masing sesekali melompat menjauh dan mencuri nafas. Namun tak lama. Masing-masing merasa malu menunjukkan lelahnya.
"Telapak Kupu-kupu!" Suro membersitkan kalimat.
Tangannya menggiring pukulan Perwira Chou ke atas, lalu telapak tangannya mengembang dan menyerang tulang iga lelaki itu.
"Huh! Pola yang sama!" batin Perwira Chou. Ia sudah mempelajari teknik yang disebut Telapak Kupu-kupu sejak pertarungan mereka sebelumnya, hingga ia bisa mengantisipasi jika Suro melancarkan serangan itu kembali.
Ia menarik tangannya sambil memutar tubuh, merendahkan kuda-kudanya dan membuat pukulan telapak tangan Suro menemui tempat kosong. Perwira Chou membuka telapak tangannya, tepat pada saat itu langsung berbalik menghantam dada Suro.
"Energi 12 Bintang!" serunya cepat.
Buk!
Huf!
Pada saat lelaki itu melancarkan serangan, Suro sempat menyilangkan sebelah tangannya di depan dada dan tangan lainnya menepuk bahu Perwira Chou dengan tepukan keras. Pukulan Perwira Chou masih terhalang tangan Suro, tetapi tetap saja membuat tubuhnya terlempar cukup jauh dan terseret di atas tanah beberapa langkah.
Bertepatan dengan itu pula, Perwira Chou merasakan suatu kejutan dari bahunya yang kena tamparan telapak tangan Suro, sehingga ia langsung menarik tangannya secara refleks dibarengi kakinya yang terseret beberapa langkah, sesaat ia hilang keseimbangan, membuatnya tergulung di tanah pula.
Huek!
Huek!
Tidak hanya Suro yang memuntahkan darah segar, tetapi hal itu pun terjadi pada Chou Liang.
Perwira Chou mencoba mengibaskan tangannya, tetapi ia merasakan tangannya mati rasa dan lumpuh. Ada semacam lonjakan tenaga dalam menusuk tulang tangan hingga lengan bahunya ketika telapak tangan Suro yang lain menghantam bahunya, lalu mengalir dengan kencang menghantam dada dan memaksa darah segar keluar dari mulutnya.
Pada saat itu, Suro sempat melancarkan pukulan Telapak Cempaka Mengorak Bumi dalam bentuk tamparan pada bahu Chou Liang bersamaan dengan lelaki itu melancarkan Energi 12 Bintang, meskipun bisa dibilang serangan Suro tidak dalam kondisi sempurna, efeknya sudah cukup mengejutkan lelaki itu.
Suro merasakan dadanya serasa dibakar, ada energi kuat yang mendorong darahnya meluap ke atas dan mengalir dalam bentuk muntahan darah.
Walaupun tak begitu telak, Pukulan Energi 12 Bintang Perwira Chou berhasil menembus pertahanan Suro dan membuatnya tak dapat bangkit. Tubuhnya tergeletak tak berdaya. Nafasnya tak beraturan turun naik, kesakitan luar biasa yang ia rasakan membuatnya seperti akan mati.
Namun, ia berusaha untuk bersikap tenang dan membiarkan dirinya dalam keadaan demikian meskipun matanya yang terpejam dan giginya yang gemertak menahan sakit tak bisa ia sembunyikan.
Apalagi ia mulai merasakan ada aliran hangat mengalir dari lubang telinga dan hidungnya, yang kemudian ia sadari kalau itu adalah aliran darah!
"Ya Allah, sungguh sakit sekali... Jika memang ditakdirkan aku mati dalam keadaan demikian,... tak apa, .... aku menerimanya..." ia berbisik lirih, disusul kemudian bibirnya bergerak-gerak meminta ampunan pada tuhannya.
Matanya sedikit menyipit, silau oleh cahaya matahari. Dari sudut matanya ia bisa melihat Perwira Chou berusaha untuk berdiri dalam keadaan gontai.
Ia ingat pertarungannya dengan Ye Chuan kala itu di Lembah Awan Perak. Setelah Ye Chuan berhasil terkena pukulan Cempaka Mengorak Bumi, Ye Chuan untuk sesaat masih merasakan kalau pukulan Suro tak berdampak apa-apa baginya, namun kemudian secara perlahan, energi pukulan yang ia lancarkan mengoyak-ngoyak jalur energi Ye Chuan hingga lelaki yang berjuluk Naga Api itu tewas dengan mengenaskan.
Melihat keadaan Perwira Chou yang nampak payah, ia bisa memastikan kalau hantaman energi Cempaka Mengorak Bumi berhasil masuk ke dalam tubuh Perwira Chou dan menunggu proses penghancuran dari dalam. Saat ini, ia hanya bisa menunggu reaksi dari serangan yang ia lancarkan dan berharap tidak keduluan dibunuh oleh Lelaki itu.
Perwira Chou masih bisa berdiri meskipun dalam kondisi sempoyongan. Sesaat kemudian ia mencoba melangkah dengan kekuatannya yang tersisa mendekati tubuh Suro yang terkapar. Ia masih melihat Suro menarik nafas, pertanda kalau pemuda itu masih hidup.
"Akhirnya, ajalmu yang sampai duluan," katanya, disusul suara tawa terkekeh. Ia nampak girang mendapati kondisi lawannya seperti itu.
Sebelum sampai ke tubuh Suro, ia meraih penggalan pedang patah yang tergeletak di tanah. Nampak kalau ia memang berniat menggunakannya untuk menusuk Suro dengan potongan pedang itu.
Huek!
Sekali lagi, Suro memuntahkan darah segar dan memenuhi mulutnya, sebagian tertelan kembali karena ia tidak bisa memiringkan kepalanya sama sekali agar darah bisa tumpah ke tanah. Ia merasa pening, katupan giginya semakin kuat.
Bayangan tubuh Perwira Chou kini sudah menutupi kepalanya, dan Suro bisa melihat jelas senyum kemenangan di wajah lelaki itu. Tangan kirinya terangkat dengan penggalan pedang seukuran pisau yang siap dihujamkan ketubuhnya.
Suro memejamkan matanya menghadapi kematian. Hanya telinganya yang bisa menangkap suara tawa keras Perwira Chou.
"Mampuslah kau!" seru lelaki itu.