Chereads / Pendekar Lembah Damai / Chapter 65 - Menyusun Rencana

Chapter 65 - Menyusun Rencana

Pagi hari berikutnya, beberapa orang prajurit mendobrak pintu rumah tetua Huang Nan Yu, kemudian Chen Lian bersama Tien Lie dan Tien Jie melangkah masuk dengan gerakan setengah melompat sambil menghunuskan pedang masing-masing. Selebihnya prajurit yang berada dibelakang mereka langsung menyerbu masuk lebih dalam untuk memeriksa.

Tak butuh waktu lama bagi mereka memeriksa, karena memang rumah Huang Nan Yu tidak sebesar dan seluas rumah keluarga Yang, para Prajurit yang memeriksa ke dalam pun datang kembali kehadapannya untuk melapor.

"Sepertinya mereka belum lama meninggalkan rumah ini, tuan Chen. Abu perapian di dapur seperti baru digunakan semalam!"

Chen Lian langsung mendengus kesal sambil menampakkan wajah marah mendengar laporan yang ia terima. Tangannya mengepal kuat pada pedang ditangannya. Jika ada mahluk hidup yang tak berguna, sudah pasti tangannya akan menggerakkan pedangnya kesana-kemari sebagai pelampiasan.

Ia memang sudah melihat kondisi rumah Huang Nan Yu yang nampak sepi sebelum mereka masuk, tetapi tidak menyangka kalau sepinya rumah itu berarti orang-orang yang ada didalamnya sudah pergi.

Memikirkan itu dan merasa kalah cepat, akhirnya ia tak bisa lagi menahan diri dan langsung menendang barang-barang yang ada diruangan itu.

Sepasang pendekar Pedang Api dan Angin sepertinya lebih bisa mengendalikan diri, wajahnya masih tenang dan hanya diam melihat tingkah Chen Lian yang seperti kesetanan, membiarkannya mengamuk sampai puas menghancurkan barang-barang yang ada disekitarnya.

"Kurang ajar!" umpatnya, "Mereka rupanya sudah tahu kalau kita akan datang menyerbu. Barangkali ada mata-mata di dalam pasukanku!"

Tien Jie dan Tien Lie tersenyum. Ia faham kalau Chen Lian cepat naik darah hingga tak bisa berfikir dengan tenang.

"Yang aku curiga, gerak-gerik kita sudah diawasi oleh orang-orang dari Huang Nan Yu, atau kalau bisa disebut, orang-orang dari kelompok Bayangan Merahlah yang mengawasi pergerakan kita untuk melindungi wanita itu dan orang-orang yang bersamanya," ujar Tien Jie dengan kalimat datar.

"Lalu menyampaikannya kepada wanita itu untuk segera mengungsi mencari tempat persembunyian!" Tien Lie menambahkan.

Chen Lian langsung terdiam, tetapi dengan nafas yang masih memburu akibat kelakuannya sendiri membuang-buang tenaga dengan mengamuk. Perlahan, ia menyadari telah meremehkan organisasi pemberontak itu. Barulah kemudian ia mengangguk-angguk.

"Bagaimana sekarang?" ia bertanya meminta pendapat.

"Mau tidak mau, kita harus segera mencari informasi lagi. Sebarkan mata-mata dengan cara membaur diantara masyarakat, meninggalkan atribut prajurit!" Tien Jie menjawab, "dan untuk sementara kita kembali dulu menyusun rencana yang lebih matang."

Sekali lagi ia mengangguk mendengar pendapat dua orang pendekar itu. Kemudian dengan pandangan mata masih terlihat kesal, ia mengangkat tangannya ke atas memberi perintah, "Bakar rumah ini!"

"Siap!"

Chen Lian langsung pergi keluar disusul Tien Jie dan Tien Lie.

***

Mereka bertiga duduk dalam satu meja dan saling berhadapan. Dihadapan mereka sudah tersedia minuman arak dalam sebuah teko dan beberapa gelas cangkir.

Seperti kebiasaan sebelumnya, Chen Lian sudah beberapa kali menenggak cangkir demi cangkir arak dengan rasa kesal karena kegagalannya. Ia tak bisa membayangkan reaksi perwira Chou jika mengetahui itu. Pasti ia akan mendapat murka.

Dibanding Chen Lian, Tien Lie dan Tien Jie masih terlihat santai, belum sama sekali menyentuh arak dihadapan mereka.

"Jika anda terus-menerus begini, bagaimana bisa memikirkan cara untuk menangkap mereka?" Tien Lie membuka Suara, "Cobalah untuk bersikap tenang."

Chen Lian seperti tak perduli. Wajah gelisah masih terlukis keluar dari dalam hatinya.

"Sebenarnya, tugas menangkap sandera ini bukanlah prioritas, tetapi membunuh Luo Bai Wu lah yang paling utama. Aku berharap, Ma Han si Mata Iblis bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik, jadi aku tidak kefikiran lagi," katanya sambil merengut.

"Kami berharap juga demikian. Tetapi bagaimana pun juga, menangkap sandera ini adalah sebagai tindakan antisipasi jika teryata pemuda itu belum mati, " Tien Lie berkata.

"Hmm.." Chen Lian mengangguk setuju, "Sampai sekarang, berita dari Ma Han si Mata Iblis itu juga belum ada. Seandainya ia sudah berhasil membunuh Luo Bai Wu, mestinya ia sudah hadir bersama kita. Kecuali jika ia yang tewas duluan!"

Chen Lian seperti membayangkan sesuatu, terlihat dari dahinya yang berkerut. Kemudian tangannya bergerak menuangkan kembali cangkir araknya yang sudah kosong dan meminumnya kembali.

"Ia sudah tewas, atau dia kembali ke Bukit Gelap tanpa memberitahukan keberhasilannya pada kita...." ia melanjutkan, tetapi senyumnya menyeringai.

"Baguslah kalau dia berhasil, dan kita anggap saja begitu. Dengan demikian, untuk menangkap Huang Nan Yu tidak perlu dianggap sebagai beban yang berlebihan," ucap Tien Jie.

Chen Lian langsung menatap Tien Jie, senyumnya seperti meremehkan ucapan dari pendekar pedang Api itu.

"Aku sangsi kalau Ma Han berhasil," katanya, "Malam itu, ia sendiri terkejut melihat serangan tenungnya berbalik. Kemudian, serangan berikutnya membuat tubuhnya terlempar dengan wajah pucat! Huh!"

Selesai berkata, Chen Lian sontak tertawa sambil membayangkan kejadian yang ia lihat waktu itu. Ketidaksukaannya pada Ma Han membuat wajahnya seperti puas ketika lelaki penyihir itu mendapat serangan balasan dari Suro.

"Artinya, Luo Bai Wu punya ilmu sihir yang tinggi juga hingga mampu membuat si Mata Iblis kewalahan," Tien Lie berkata.

Chen Lian menggeleng tidak setuju atas pendapat Tien Lie, sambil menggoyangkan tangannya beberapa kali.

"Tidak," sahutnya, "Anak muda itu tidak mempunyai ilmu sihir. Barangkali ia mempunyai kemampuan yang sama seperti tuan Chou yang ditakuti oleh Ma Han. Pandangan mata Ma Han yang tidak mampu melumpuhkan tuan Chou barangkali berlaku juga pada Luo Bai Wu!"

"Jika demikian, Ma Han bisa dipastikan tewas. Yang ditakuti dari dia adalah pandangan matanya yang mampu membekukan tubuh orang yang dilihatnya, sedangkan kemampuan bela dirinya juga tidak setinggi kita," kali ini Tien Jie yang berpendapat. Tien Jie bisa mengatakan demikian karena sudah mengenal Ma Han.

"Umm," Chen Lian menjawab dan mengangguk setuju, "Jika aku tidak takut pada pandangan matanya waktu itu, sudah pasti akan kutampar mulutnya yang sombong. Bisa-bisanya ia memerintahku untuk segera pergi. Huh!"

Disaat ia selesai mendengus, seorang prajurit masuk dan langsung berlutut dengan mengepalkan kedua tangannya sambil menundukkan kepalanya.

"Lapor, tuan-tuan!" katanya, "Hamba dapat berita kalau tuan Ma Han sudah tewas terbunuh!"

Mendengar laporan itu, Chen Lian cukup terkejut, tetapi hatinya berada diantara senang dan tidak. Senang kalau orang yang ia benci tewas, dan tidak karena ia bakal menghadapi Suro.

Sikapnya hanya diam menanggapi laporan dari prajurit itu, lalu memerintahkan dengan ayunan tangannya untuk segera pergi. Ia seperti tak perduli bagaimana Ma Han tewas dengan mengorek informasi dari prajurit yang barusan melapor. Tewas ya tewas, itu saja isi batinnya.

"Huh!" Chen Lian mendengus keras, lalu meneguk isi dari cangkirnya, "Merasa hebat dengan sihirnya, akhirnya tewas juga!"

Tien Lie lalu menuangkan arak ke dalam cangkir miliknya, lalu meneguknya sedikit demi sedikit dengan sangat tenang, "Sekarang, ada kemungkinan kalau Luo Bai Wu sudah ada diantara mereka. Pasti tugas kita bakalan lebih sulit lagi."

Kalimat Tien Lie membuatnya sedikit terkejut. Suro sudah berada diantara mereka, target buruan berubah. Ia harus memikirkan cara mengalahkannya.

Suasana hening sesaat, hanya sesekali terdengar suara Chen Lian menarik nafas gelisah. Diantara mereka, hanya Chen Lian yang pernah berhadapan langsung dengan Suro dan merasakan ketinggian ilmu beladirinya.

Tien Jie tiba-tiba tertawa kecil, matanya memandang Chen Lian dan Tien Lie berrgantian.

"Sekuat dan setinggi apapun anak muda itu, pastilah jika kita bergabung melawannya, aku yakin dia bakalan bisa kita kalahkan!" katanya dengan suara yang terdengar tenang dan yakin.

Kalimat Tien Jie membuat Chen Lian mengangguk-angguk lemah, antara yakin dan tidak. Ia menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan cepat.

"Aku berharap juga begitu," jawabnya, "Asalkan yang lainnya tidak turut campur."

Tien Lie tertawa, "Apa gunanya anda punya pasukan? Bukankah mereka bisa membuat repot yang lainnya agar kita bertiga bisa fokus menghadapi anak muda itu?"

"Setinggi apa, sih, ilmu kungfu anak muda itu hingga membuatmu setakut itu?" Tien Jie bertanya begitu melihat Chen Lian seperti tidak tenang.

Chen Lian menatap mata Tien Jie dengan tatapan tajam. Ia merasa kalau lelaki itu meremehkan Suro karena belum tahu ketinggian ilmu beladiri pemuda itu.

"Jika anda pernah bertemu dengan Ye Chuan, si Naga Api. Maka, kemungkinan ilmu beladirinya itu lebih tinggi dari Ye Chuan. Ilmu kungfunya sangat asing bagiku, dan bisa dipastikan ilmu beladiri yang dikuasainya berasal dari negerinya," Chen Lian menjelaskannya dengan sedikit kesal.

Jawaban Chen Lian membuat sepasang pendekar pedang Api dan Angin itu tersenyum dan saling pandang satu sama lain.

"Kau tenanglah, tak perlu tersinggung begitu," sahut Tien Lie

***

"Tuan Zhu Xuan, dan saudara-saudara," Wang Yun muncul dari balik pintu yang menghubungkan lantai atas dengan ruang bawah tanah tempat mereka bersembunyi.

Persembunyian kelompok organisasi Bayangan Merah berada di dalam tanah, dibawah sebuah rumah yang berada di tengah rumah-rumah yang padat, digunakan sebagai tempat makan atau restoran. Ramai pengunjung membuat orang-orang yang memburu mereka bakalan tak menyangka jika rumah makan itu memiliki ruang bawah tanah sebagai tempat persembunyian.

"Oh, Wang yun!" Zhu Xuan langsung berdiri menyambut Wang Yun yang baru saja datang. Begitu pun dengan Huang Nan Yu, Tan Bu dan beberapa orang anggota mereka masing-masing.

Sementara Suro sedang berada disisi lain sedang merawat Rou Yi bersama dengan Li Yun masih dalam satu ruangan yang lebar dan luas.

"Ada informasi apa diluaran sana?" Zhu Xuan melanjutkan kalimatnya dengan pertanyaan.

"Tadi pagi, Chen Lian dan pasukannya datang ke rumah tetua Huang Nan Yu. Melihat kondisi rumah dalam keadaan kosong, sepertinya mereka marah lalu membakar kediaman tetua Huang Nan Yu," sambil berkata demikian, ia menatap Huang Nan Yu yang langsung menunjukkan raut wajah sedih.

Bagaimana tidak, rumah yang ia tempati merupakan warisan dari suaminya terdahulu yang telah lama wafat. Rumah yang penuh kenangan baik suka dan duka, kini sudah habis dibakar oleh Chen Lian dan passukannya. Tentu saja hal itu membuatnya sangat sedih.

Melihat Huang Nan Yu menunduk sedih, Zhu Xuan langsung mengepalkan tangannya dan menunduk dengan wajah menunjukkan empati pada wanita tua itu.

"Kami mohon maaf, sungguh kami mohon maaf atas kejadian ini," katanya.

Buru-buru, Huang Nan Yu menahan lengan lelaki itu, dan mengangkatnya kembali sejajar sehingga tangan Zhu Xuan pun turun, "Tidak, ini bukan salah siapa-siapa."

"Kami terpaksa membiarkan hartamu satu-satunya dibakar," Wang Yun pun menyahut.

Huang Nan Yu lalu menggeleng dan mencoba tersenyum. Bagaimanapun ia berusaha menyembunyikan wajah sedihnya. Tetapi ia bersyukur, ada sesuatu yang lebih berharga dari pada itu semua.

"Kalian keliru, hartaku adalah mereka," Wanita itu berkata sambil mengarahkan pandangan dan telunjuknya ke arah Suro dan dua orang gadis lainnya berada, "Jika tuan-tuan ingin membantuku, maka aku memohon kepada kalian untuk melindungi mereka."

Mereka mengangguk-angguk dan faham apa yang dimaksud oleh Huang Nan Yu begitu melihat bahwa keselamatan mereka lebih berharga dari rumahnya yang terbakar.

"Tetua tidak perlu khawatir, kami akan berusaha untuk membawa mereka keluar dari negeri ini dengan selamat," ucap Zhu Xuan yang diamini oleh orang-orang yang ada disekitarnya.

"Mohon maaf, tetua Zhu Xuan," Mou Li yang sedari tadi menyimak, langsung mengangkat suara untuk mengalihkan kesedihan dari Huang Nan Yu,"Sekarang, apa yang akan kita lakukan selanjutnya?"

Zhu Xuan langsung membalikkan badannya ke arah Mou Li dan anggota Serigala Merah lainnya.

"Untuk sementara, kita menunggu kondisi aman untuk keluar membawa tuan muda Yang," jawabnya, "Kita usahakan jangan sampai terjadi bentrokan antara kita dengan pasukan Chen Lian, meskipun kita mampu untuk menghadapi mereka."

"Wah, aku berharap bisa berhadapan dengan mereka," Chien Lie menyahut.

"Semangatmu tinggi juga, ya," kali ini Wan Cai berkata antara memuji dan mengejek, dan itu membuat Chien Lie tersenyum kecut.

"Tuan Muda Yang tidak menghendaki untuk membalas dendam terhadap orang-orang perwira Chou yang mengakibatkan keluarga Yang dan Keluarga Yin tewas. Ia hanya ingin pergi dalam keadaan selamat meninggalkan China, itu saja," Zhu Xuan menyahut.

"Itulah yang membuatku salut dengan pendekar Luo. Aku tak tahu hatinya itu terbuat dari apa hingga ia mampu menekan rasa dendamnya. Jika saja itu terjadi padaku, ...." Xiou Yu berkata sambil memukulkan kepalan tangannya satu sama lain.

Tan Bu tertawa kecil sambil memegang bahu Xiou Yu yang terlihat geram.

"Aku sudah pernah melihat bagaimana adik Luo itu mengamuk. Disaat remaja, ia pernah membantai lima orang perampok yang membunuh dua orang tua angkatnya dalam hitungan nafas. Itulah pembunuhan pertamanya. Di balik ketenangannya itu, tersimpan sesuatu gelombang besar yang dahsyat." Papar Tan Bu mengingat Suro yang waktu itu masih remaja. "Dari pengamatanku, ia sepertinya takut untuk membalas dendam, takut tak bisa mengontrol dirinya sendiri. Dalam dirinya ada api yang berusaha ia jadikan indah. Sebagaimana sifat api adalah panas dan membakar. Jika digunakan secara bijak, akan sangat berguna bagi kehidupan, tetapi jika tidak bisa mengendalikan justru akan sangat berbahaya pula bagi kehidupan. Istilah dalam bahasa Jawanya adalah 'Ngruwat Ayuning Dyo'. Memelihara angkara murka dalam diri untuk dijadikan indah."

Tan Bu berkata panjang lebar. Semboyan itu sudah seringkali disampaikan oleh Suro kepadanya, sebagai bahasa lain dari nafsu. Oleh karena itulah ia dapat memberikan penjelasan pada orang-orang yang ada di situ.