Luminiare, pedang yang ditempa menggunakan matahari dan didinginkan dengan kebekuan kehampaan luar angkasa. Cahayanya diberkati oleh seluruh dewa sehingga memiliki kekuatan untuk membelah apapun dengan tebasannya.
Besi, planet, matahari, bahkan ruang dan waktu. Jika digunakan dengan kekuatan penuh maka Luminiare bisa menebas semua hal itu. Dengan Luminiare juga Akito mengalahkan Medrocosmica.
Namun, apa yang terjadi pada pertarungannya kali ini adalah suatu kemustahilan.
Jika seorang dewa saja kalah karena tebasan Luminiare, maka seorang manusia pun pasti akan mati jika terkena tebasannya. Itu tidak bisa dipungkiri. Akan tetapi, seorang anak manusia telah mematahkan asumsi tersebut hari ini.
Para penonton terbelalak tak percaya. Harumi dan teman-temannya terkejut melihat Annem masih berdiri tanpa sedikitpun terluka.
"T–Tidak mungkin!"
"B–Barusan adalah salah satu serangan terkuat Akito!"
Annem, menerima tebasan tersebut– langsung hanya dengan tubuhnya.
Bukan hanya itu, dia juga menerima tebasan sekaligus pelepasan gaya dari senjata Akito yang lainnya–Khaos Cleaver–yang mana adalah pelepasan gaya yang cukup besar.
Arena di belakang Annem hancur lebur, belasan tebasan melintang di udara dan dinding arena. Sedang dirinya tak terluka sedikitpun, bahkan tergores pun tidak.
"Itukah serangan terkuatmu? Aku kira kau itu memiliki kekuatan setara bintang atau semacamnya? Atau... mungkin karena supresi kerusakan yang diterapkan ke arena ini membuatmu jadi terkesan lemah?"
Tanpa membalas sepatah kata pun, Akito langsung melesat dan menyerang Annem. Kaki anak itu dia tebas dengan Luminiare, namun hanya ruang di sekitarnya yang terbelah. Saat Akito menebaskan Khaos Cleaver pun, hanya tanah di tempat Annem menapak yang terkena energi pelepasan gayanya.
Tebasan demi tebasan terus Akito lancarkan. Secara terus menerus dia mengonsumsi potion buff baik untuk strenght maupun speed. Berbagai skill buff pun tak lupa dia aktifkan. Semua secara bersamaan.
"Ho? Dia mulai frustasi," seorang peserta, Mirahmetjan Muzepper berbicara.
"Jika dengan seperti itu, dia tidak akan mengalahkan manusia bernama Annem ini. Tidak mungkin baginya untuk menang." Altnoah ikut menimpali.
Serangan bertubi-tubi terus Akito lancarkan, hampir separuh arena kini dipenuhi oleh bekas tebasan dari pedangnya–Luminiare dan Khaos Cleaver.
Ruang di arena bagai kertas yang terpotong oleh pisau cutter. Puluhan celah dimensi terbuka karena tebasan Luminiare.
"Apa-apaan ini?"
Annem memukul kedepan, entah kebetulan atau tidak Akito tepat berada di hadapannya.
Pemuda itu memuntahkan darah begitu banyak. Tubuhnya pun terhempas begitu jauh ke sisi lain arena turnamen.
Darah mengalir deras mengucur ke atas tanah. Tanpa Akito sadari, bahu bagian kirinya hancur terkena pukulan Annem.
Namun, berkat skillnya [ Nightingale Art ] dan [ Healing Factor ] lukanya berhasil beregenerasi dengan cepat.
Dengan terengah, Akito melirik ke sebelah kanan pandangannya. Tampak sejumlah efek buff yang diterimanya masih aktif dalam durasi kurang dari 3 menit sebelum lenyap.
"Tidak kusangka kau hanyalah seorang pemuda tanggung yang mudah putus asa seperti ini, Akito." Annem mendekat, "Kau menggagalkan ekspektasiku kepadamu."
Anak itu berjalan melewati celah yang terbuka karena tebasan Luminiare. Namun, dia tak mengalami apa-apa. Padahal, siapapun yang mendekati atau menyentuh celah dimensi akan terpotong bersama dengan ruang yang telah hilang tersebut.
"Katakan padaku, Akito. Apa yang membuatmu setuju untuk mengikuti turnamen ini?"
Annem merentangkan tangannya di atas kepala Akito. Menegaskan supremasi dirinya atas pemuda itu.
"Teman-temanku... semua orang yang kusayangi... dunia dan kehidupan kami yang dulu!"
Akito perlahan membangkitkan dirinya. Kegigihan pemuda itu membuat Annem menyunggingkan senyum kecil. Agaknya, dia terkagum pada pemuda itu.
"Jadi, kalian hanya ingin menjalani hidup normal? Hmm, aku bisa merasakan seberapa besar penderitaan kalian selama ini."
Dimulai saat terjebak di sebuah game online, Akito mengawali perjalanan panjangnya sebagai "Si ahli pedang surgawi" untuk mengalahkan boss terakhir dalam game tersebut.
Namun, karena sebuah fenomena yang tidak dapat dijelaskan dan dicari tahu asal muasalnya oleh Akito, dia beserta teman-temannya terlempar ke dunia fantasi yang penuh kesengsaraan, kematian dan misteri yang bahkan tak diketahui oleh sistem.
Sistem yang diberikan bagi Akito hanya bertugas membantunya bertahan hidup di dunia yang keras itu.
Disana, mereka berpetualang ke seluruh penjuru negeri demi mencari cara untuk kembali ke dunia asal. Namun, setelah beberapa tahun mencari mereka tak kunjung juga menemukan cara untuk pulang.
Berbagai macam spekulasi pun bermunculan di kepala Akito pada saat itu juga.
Apakah dunia fantasi ini nyata?
Apakah program dari game mengambil kesadarannya dan mengubahnya ke dalam bentuk data untuk dimasukkan ke dalam dunia simulasi?
Atau, apakah dunia fantasi ini hanyalah mimpi belaka?
Akito bahkan sempat berpikir jika tubuhnya telah mati dan kesadarannya terjebak dalam dunia digital untuk selama-lamanya.
Namun, segala macam sensasi dan rasa dalam dunia fantasi itu terasa begitu nyata. Melebihi realitas dalam game paling canggih yang dapat dibuat oleh komputer super dan A.I paling cerdas sepanjang masa.
Dunia nyata. Dunia fantasi tempatnya berada adalah dunia nyata, bukan rekaan semata.
Setelah mengetahui keberadaan dewa dan campur tangannya di dunia 'fantasi' itu Akito kembali melanjutkan perjalanannya untuk mengalahkan sang dewa, Medrocosmica.
Namun, saat berhasil mengalahkan Medrocosmica–Sang Dewa penguasa ruang dan waktu–Akito masih belum bisa menemukan jalan untuk pulang.
Hingga akhirnya, sistemnya mendapat undangan untuk mengikuti Turnamen Penyelamat. Dimana dia diberi kesempatan untuk mengalahkan Raja Semesta jika memenangkan turnamen, dan segala keinginannya akan terkabulkan.
Berbekal harapan, kekuatan dan dukungan dari teman-temannya Akito pun maju untuk mengikuti turnamen ini.
"Dari awal aku yakin bisa memenangkan turnamen ini. Meskipun, ada begitu banyak lawan yang jauh lebih kuat dariku."
Akito yang terhuyung berusaha bangkit. Meski noda darah bersimbah di sekujur tubuhnya dan rasa sakit menyerang segala sisi sendi dan sekujur badan.
"Harumi, Tatsuo... semuanya. Teman-temanku mengharapkanku untuk bisa memenangkan turnamen. Impian mereka ada di pundakku, dan aku akan membawa impian itu memenangi turnamen ini."
"Haha... ini dia 'gerbong keretanya'." Annem bergumam.
"Aku telah mengalahkan Argoth, naga yang menguasai kegelapan dan penjelmaan dari kehancuran. Aku mewarisi sejumlah kekuatannya, dan bahkan skill terkuat milik Argoth tidak bisa mengalahkanmu."
Yang Akito bicarakan adalah Argoth's Aura. Skill ini akan menanamkan keputusasaan dan ketakutan dalam diri semua makhluk tak peduli tingkatan alamnya. Medrocosmica pun sempat gentar saat Akito menggunakan skill ini.
"Lalu, aku memiliki banyak gelar yang memberiku kelebihan dalam duel satu lawan satu. Semuanya... semuanya adalah gelar dengan efek terkuat yang kumiliki... "
"Hmm, apa kalian bosan? Aku juga sudah bosan. Hei, bagaimana kalau kalian langsung saja gulir ke bawah dan lewati semua penjelasan tak masuk akal ini," tutur Annem pada pembaca.
"Belum lagi, skill dari zirah Medrocosmica. Dengannya aku bisa menebas masa lalumu, menghapus eksistensimu di dunia ini dan melenyapkan keberadaanmu secara permanen. Tidak ada yang tidak bisa kutebas dengan skill ini, Heavenly Piercing Art!"
Luminiare Akito tiba-tiba bercahaya, memendarkan kilauan putih yang terang benderang. Khaos Cleaver lantas mengerang, suara kehancuran menggeram dari bilah pedang hitam itu.
[ Host dalam kondisi kritikal ]
[ Situasi telah memenuhi syarat ]
[ Apa Host ingin mengaktifkan mode "Limit Breaker" ? ]
Akito menjawab, "Ya!"
[ Baiklah, menginisiasi pengaktifan mode Limit Breaker ]
Armor yang Akito kenakan lepas, segala macam aksesoris dalam dirinya tanggal dan lenyap menjadi debu.
Khaos Cleaver berubah menjadi awan hitam, sedangkan Luminiare berubah menjadi seberkas cahaya. Keduanya pun berpadu, bergabung menjadi satu. Terciptalah sebuah pedang yang memiliki karakteristik dari kedua pedang sebelumnya.
Bilah kanan berwarna hitam, sementara bilah kiri berwarna putih. Kilauan berpendar dan menyinari bagian tengah bilah pedang.
Pada saat itu juga muncul pemberitahuan sistem di depan Annem.
[ Tingkat kekuatan lawan meningkat! ]
[ Tingkat kekuatan saat ini : Low–Cosmic ]
"Eh?"
Belum sempat Annem memproses apa yang terjadi, Akito sudah terlebih dahulu melesat dengan kecepatan luar biasa dan menebas kepala Annem dengan pedangnya.
Ruang terbelah oleh tebasan pedang Akito. Perlahan, awan-awan hitam keluar dari celah yang Akito buat dan memakan 'ruang' yang ada.
"Mengagumkan!"
Akito kembali melesat menebaskan pedangnya. Annem tak mengelak maupun berusaha menangkisnya.
Mode Limit Breaker Akito memungkinkannya untuk terus menerus naik level secara cepat tanpa perlu leveling terlebih dahulu. Selama emosi dan kekuatan hatinya masih tegar, maka Akito akan terus naik level hingga tak terbatas.
Dengan demikian, setiap statusnya akan mengalami peningkatan.
Dalam mode ini pun, setiap skill buff akan diaktifkan secara bersamaan. Serangan, kecepatan, kekuatan, ketahanan dan tingkat regenerasi HP serta Mana semuanya meningkat.
"Akito... "
Tebasan demi tebasan menghantam berbagai sisi tubuh Annem. Namun tak satu pun tampak berhasil melukainya.
"Kau... "
Mustahil untuk terjadi. Bahkan dimensi pun terbelah akibat tebasan pedang Akito yang begitu kuat.
Di saat semua mata terpana, di saat hampir semua orang terkagum pada kecepatan Akito yang luar biasa. Hanya para peserta turnamen saja yang tahu kalau Akito sebenarnya tidak pernah bisa memenangkan pertandingan ini.
Semua orang jatuh pada asumsi serangan Akito berhasil melukai Annem hingga dia hanya bisa terdiam mematung di tempat. Namun, para peserta tahu kalau Annem hanya berpura-pura saja.
"Kena kau!"
Sebuah pukulan telah menghantam wajah Akito.
Matanya terbelalak memandang ke arah tribun penonton. Takdir telah menuntunnya untuk menatap orang-orang terkasihnya di saat terakhir.
"Harumi... Tatsuo... "
Akito bisa melihat perubahan ekspresi mereka yang tiba-tiba. Syok seketika keduanya.
"...Maafkan aku, semuanya."
Splat!!!
Darah bercipratan ke lantai arena. Kepala Akito pecah tanpa seorang pun duga. Namun, efek regenerasi tubuhnya masih bekerja. Sayangnya, Annem tahu akan hal itu dan memukul tubuh tak berkepala Akito dengan telak.
Bam!!!!
Hancurlah tubuh pemuda itu. Tak tersisa bahkan secuil daging pun di atas arena.
Teman-temannya langsung histeris tak percaya. Harumi pun menangis menjerit memanggil nama temannya yang sangat mereka andalkan itu.
"AKITO!!!"
Berderai air matanya, mengalir deras menuruni pipi dan jatuh di ujung dagu.
[ Pertandingan dimenangkan oleh Annem dari alam semesta 69. Status kemenangan: KILL ]
Sementara sistem mengumumkan kemenangannya, Annem berjalan kembali menuju tribun peserta. Anak itu hirau akan tangis dari orang-orang terdekat Akito. Kekaguman penonton lainnya pun dia tak peduli.
"Indahnya," gumam Annem mendengar tangisan mereka.
Tanpa dia sadari, banyak peserta mulai menaruh rasa penasaran mereka kepadanya.