Chereads / SLAMET / Chapter 2 - Dosen Killer Terbaik

Chapter 2 - Dosen Killer Terbaik

"Bob tuh pak dosen kita masih di ruangan pribadinya"

Mereka sampai di depan ruang dosen dan mereka dapat melihat dosenya karena hanya tersekat jendela saja.

"Syukur...deh Ris, nilai kita akan aman di semester 4 ini".

"Yo...i Bob"

Tok-tok.

Bobi mengetuk pintu kayu itu dan meminta ijin masuk. Bobi membukanya dengan santai tanpa buru-buru.

"Permisi Pak Samsul, apa saya boleh masuk?"

"Ya siilahkan masuk"

Dosen killer ini mempersilahkan duo maut dari jurusan Arsitek ITB. Bobi dan Aris sering kali menjuarai lomba-lomba design bangunan dari tingkat lokal, nasional bahkan internasional. Mereka sudah ikut lomba dari SMP walaupun di SMP mereka tidak di ajari atau belajar dalam bidang arsitek. Mereka berdua menyukai dan seperti sudah menjadi kewajiban karena mereka anak dari pemilik perusahaan swasta terbesar di Indonesia yang bergerak di bidang jasa pembangunan. Kedua orang tua Bobi dan Aris mereka masih satu keluarga besar dan sering kali pergi je luar negeri untuk melakukan proyek-proyek kelas internasional. Perusahaan keluarganya tidak hanya fokus di dalam negeri dan sudah memiliki cabang anak perusahaan yang tersebar di dunia.

"Ternyata kalian berdua... Aris, Bobi... kalian adalah orang terakhir yang belum mrngumpulkan. Tapi karena kalian tidak melanggar waktu yang sudah di tentukan tugas kalian akan ku terima"

"Terima kasih pak..."

Ucap Bobi dan Aris itu.

"Mana flashdisk kalian, owh iya juga sini pindahin sendiri file kalian ke berkas ini yang ada di berkas D dengan nama folder 'Design Bangunan Hotel 50 Lantai Kelas A Pagi".

Dosen killer ini beranjak dari kursi nyamannya dan berdiri sambil menunjukan berkas-berkas di layar monitor.

"Siap pak"

Aris mendekati tempat duduk itu dan melihat monitor yang di tunjuk dari jari Dosen killer itu.

"Owh berkas yang ini ya pak?"

"Betul"

"Ok"

Aris mecolok flashdisk miliknya yang tadinya hanya di masukan kedalam saku celana panjangnya.

"Ris sekalian milikku... nih flashdiskku"

"Ok sini Bob"

Aris menerima benda itu dan mencoloknya ke bagian port yang lain.

Klik, klik, klik, suara klikan dari mouse terdengar di masing-masing pasang telinga mereka.

"Ok sudah pak"

Aris berdiri dan menunjukan file milik mereka berdua. File mereka sama dan sudah di edit oleh Bobi, dari nama maupun isi file tugasnya dari warna tembok bangunan dan beberapa tata letak interior mereka sudah di rubah. Tujuan perubahannya agar sebisa mungkin tidaj terdeteksi kalau itu dari file hanya bekas copas. Bobi yang sudah biasa melakukannya tak pernah khawatir jika file mereka terbongkar karena mereka belum pernah ketahuan.

"Ok mana kalian bisa pergi, owh iya ini flashdisk kalian belum di cabut"

"Kamu Ris sering lupa..."

Ucap Bobi.

"Iya pak, terima kasih karena sudah mengingatkan"

"Ya... kalian nanti di semester 5 akan ikut lomba yang akan di selenggarakan di Italia kan?"

Tanya dari seorang Dosen yang terkenal killer bagi murid didiknya.

"Tentu pak"

Ucap sautan duo maut ini. Mereka berdua selalu bersaing dalam kelas maupun perlombaan yang di selenggarakan di tingkat internasional. Bobi yang suka perfect dalam hal apapun di setiap kesehariannya dan Aris yang suka malas jika tidak ingin melakukan sesuatu dan minta di kerjakan sobatnya tapi Aris pada dasarnya bukan orang bodoh ia selalu melakukan hal apapun di atas rata-rata orang biasa. Sekalipun genius Aris belum bisa menggungguli Bobi di saat malas maupun tingkatan super fokus 'serius dan konsentrasi'.

"Semoga kalian bisa ambil podium satu dan dua lagi juga ngibarin sang saka merah putih"

Dosen killer ini sangat baik dengan duo maut ini. Dengan keberhasilan mereka berdua Dosen ini juga mendapatkan nama baik dan popularitas dari rekan-rekan sebidangnya.

"Amiin pak"

Ucap Bobi.

"Kami berdua pasti akan melakukan yang terbaik pak"

Ucap Aris dengan penuh semangat.

"Seperti biasanya kamu semangat kali Aris"

"Tentu dong pak"

"Yah tapi bapak lebih suka dengan gaya Bobi yang kalem"

Bobi sedikit tersanjung dan tersenyum kecil.

"Ya, ya, ya... Bobi, Bobi dan Bobi lagi pak... kali ini Saya pasti juara satu pak. Ingat yah Bob...!"

"Haha siap, siap komandan Aris. Gw udah sering denger deklarasi perang mu dari SMP. Tapi semoga aja kali ini kamu berhasil ambil posisi number one"

"Kali ini gw pasti Bob"

"Maaf pak, kalau begitu kami berdua akan pergi. Kalau di dilanjutkan si Aris ini nggak bakal berhenti"

"Hahah kalian berdua memang seperti itu, kalian seperti adik kakak kandung yang sesang bertengkar tapi tetap baik saja hubunganya. Ya sudah hati-hati saat pulang, kalian akan kembali ke rumah kan?"

"Terima kasih pak iya Saya dan Aris akan pulang ke Jakarta dulu. Kalau begitu permisi"

Bobi berterimakasih dan...

"Permisi"

Aris menyaut juga setelah Bobi dan ssatu tangannya memegang perutnya.

Bobi keluar dan sopan dan Aris mengikuti dari belakang yang sedikit terdiam karena tadi saat percakapan perutnya terasa mules.

"Ya"

Ucap pak dosen itu.

Mereka berdua keluar di dalam ruangan khusus dosen itu.

"Ris kamu kenapa?"

"Perutku mules Bob"

"Walah... pantes lu tiba-tiba clakep diem aja"

"Aghh berisik lu Bob, gw ke toilet dulu... tungguin yah"

"Okay gw tungguin di lobi depan aja ya"

"Ok nanti gw kesana kalau udah selesai nabung emas batangan"

"Haha anjay, udah sono kagak perlu banyak cincong terus lu Ris ke buru blepotan pantat lu... ha ha ha"

"Brengsek lu Bob, gw kentutin lu"

Bobi mendorong Aris menjauh darinya.

"Udah sono, pokoknya gw tunggu lu di lobi depan"

"Ok, kalau lu duluan juga nggk apa-apa sih sebenernya ha ha ha".

"Lu paling bilang gitu biar lepas tangan janji lu tadi kan"

"Ya nggak lah"

"Udah sono, ntar keburu lu keluar anjiir"

"Ok mastah Bobi..."

Aris baru benar-benar menjauh dan menuju tempat memabung emas batangannya di bank toilet terxinta.

"Mastah-mastah, dasar Aris... soib teman paling aneh se dunia"

Bobi yang tadi seperti tidak kalem kembali ke posisi kepribadiannya yang kalem dan dingin.

Bobi mulai berjalan dan menuju lobi depan. Sesaat sesudah sampai di tempat tujuannya Bobi mencari tempat duduk yang baginya menjadi posisi duduk paling nyaman. Posisi paling nyaman bagi Bobi ialah posisi yang jauh dari orang lain.

"Disana terlihat cocok, paling pojok dan sedikit orang yang melintas... peRfecT"

Bobi bersantai di tempat duduk idealnya. Ia juga sering melihat pemberitaan covid-19 di layar tv yang ada di lobi, karena beberapa hari ia sering datang kampus walaupun masih pandemi. Ia terus berpikir, kapan niih pandemi bakal berakhir... banyak sekali hal-hal yang di batasi aksesnya. Gunung-gunung di Indonesia juga mendapatkan dampak karena marak peningkatan covid-19 dari pertama di publish hingga sekarang. Dampak dari pandemi covid-19 gunung-gunung di Indonesia kompak menutup aksesnya, semua jalur pendakian tutup dan itu membuat Bobi sedikit risih. Karena pendakian adalah hobi paling ia sukai, jika teman sebaya suka berkumpul dengan kawan sebayanya di cafe, resto, nongkrong-nongkrong di angkringan atau kegiatan yang sok gaya-gayaan. Bagi Bobi hobi mendakinya jauh lebih berat karena saat mendaki bukan hanya untuk mencapai puncak tapi bagi pendaki seperti Bobi tau bagaimana susahnya saat mendaki. Melewati lembah, hutan rimbun, hutan mati, padang rumput penuh ilalang berduri, melihat danau, banyak wawasan baru, menjadi tau tentang mitos-mitos atau bahkan cerita-cerita rakyat yang masih di lestarikan oleh anak cucu di sekitar daerah lokal itu. Semua itu membuat Bobi terus penasaran dan ingin menjajal di daerah-daerah lain di Sumatera, Sulawesi... yang ada di Indonesia tapi berada di luar pulau Jawa. Sesekali Bobi berpikiran seperti itu, kapan yah kesana?, kesana?, dan kesana? Bobi berpikir di dalam angannya dengan duduk santai memandangi ponselnya.

Dip-dip-dip.

Led hp Bobi berkedip...

"Warna led ini merah muda? dia mengirimiku pesan Wa"

Bobi membuka pesan itu...

---

Selasa, 21 Juli 2020

10.45 WIB

'Amalina' terlihat notif Wa di layar ponsel atas milik Bobi.

"Hallo Bobi, nanti aku akan jadi kembali ke Indonesia jangan lupa minggu depan yah jemput aku... pastinya aku rindu kalian berdua . Sudah lama tangan ku beristirahat mukul tuh bocah sableng karena di luar negeri, aku tersiksa karena harus berlagak sok seperti putri terhormat, lemah lembut dan anggun... Brengsek luar negeri... cih"

---

Bobi yang membaca pesannya tertawa lirih dan bergumam.

"Hhh, kasihan Amalina kagak bisa bersikap dengan kebiasaannya yang tomboy dan kasar itu. Ia pasti menderita karena di luar negeri harus jaga image nya. Hhh sepertinya harus gw balas, kalau gw nggk bisa jemput dia. Tapi kalau gw kirim pesan dia malah bakal ngomel-ngomel karena mentingin hobiku hhh. Mungkin gw urungkan saja. Yah biar si Aris aja yang ngurus Amalina hhh. Dia bakal ngomel-ngomel kalau tidak sesuai keinginannya dan layarku bakal di bom pesan dan dia pasti akan melakukan panggilan telfon bahkan video call sampai gw angkat. Ok fix gw urungkan aja biar si Aris yang cari alasan hhh. Maaf Amalina kali ini... setelah pulang dan bertemu gw akan bayar dengan liburan dengan kalian berdua 'Aris dan Amalina'..."

Kebiasaan Amalina selalu menghubungi ke kontak Bobi bukqn ke Aris, karena Amalina sering bercecok mau itu di dunia nyata 'berjumpa tatap muka' ataupun saat di chat. Mereka berdua selalu paling berisik jika di dalam grup Wa pribadinya yang hanya berisi beranggotakan 3 orang 'Bobi, Aris dan Amalina'. Tapi Amalina tidak pernah chat pribadi dengan Aris karena mereka pasti akan bertentangan, jadi Amalina selalu memilih jalur aman hanya menghubungi Bobi. Amalina selalu tau jika dua sobatnya cowok ini selalu akrab dan bersama jadi jika ia hanya melakukan kontak hanya ke Bobi pasti automatis si Aris bakal tau.

"Aku akan balas pesannya saja tapi akan ku tenangkan saja isi pesannya"

Bobi mulai mengetik tulisan di layar ponselnya.

----

Selasa, 21 Juli 2020

10.49

"Amalina kamu tak perlu khawatir, di sana jaga kesehatanmu selalu karena pandemi belum reda...di sini terus meningkat jadi selalu utamakan kesehatanmu yah. Kita pasti akan bertemu dan berkumpul lagi..."

---

Bobi sudah mengirim balasan pada teman atau sobatnya yang berjenis kelamin perempuan tulen itu. Amalina ialah satu-satunya wanita yang sering dekat dengan Bobi. Bobi sudah dari kecil mengenal Amalina bersamaan dengan Aris.

"Bob, sorry lama"

Terdengar suara pemuda yang lantang di dalam sebuah lobi depan kampus itu, semua orang yang ada di dalam lobi itu akan mendengar suara pemuda ini dengan jelas. Pemuda inii terlihat tergesa-gesa jalanya tidak santai dan sedikit di percepat setiap langkah kakinya. Pemuda ini tidak lain ialah kawan baik Bobi yaitu Aris.