"Martin! Pergilah … serahkan monster ini pada aku dan Jack."
Sempat ragu, Martin pun berlari menuju ke arah tim Jaxson berada setelah memberi isyarat kepada kedua temannya.
…
Beberapa saat yang lalu. Lily yang tengah memanjat sebuah pohon untuk mengamati kondisi sekitar melihat sebuah kereta kuda berwarna cokelat kemerahan sedang tersungkur di bawah pohon besar. Kedua roda kereta itu telah hancur dan tidak dapat digunakan lagi. Jarak pohon itu sekitar lima puluh meter dari tempat mereka berada.
"Aku menemukannya!" teriak Lily seraya memanggil Jaxson dan Kyle yang sedang menikmati makan siang mereka.
Ketiga orang itu berlari tunggang langgang ke arah kereta tadi. Yang menjadi incaran mereka adalah sebuah hiasan berbentuk bola yang terpasang di atas kereta tersebut.
Saat Jaxson hendak memanjat dan mengambilnya, sesosok bayangan hitam melintas tepat di atasnya dan mendarat di samping bola itu. Tiba-tiba sosok tersebut memukul hiasan tersebut dengan tangannya dan mengeluarkan batu berwarna merah kehitaman sebesar kepalan orang dewasa. Sosok itu pun tersenyum, dengan lincah ia melompat dari atas kereta lalu berlari menjauh dari mereka bertiga.
Sempat kaget, Lily dengan sigap mengangkat busurnya untuk menghentikan orang itu. Tapi Jaxson yang berada di sebelahnya menghentikan gerakannya dengan menerkam dan mendorong tubuhnya ke atas tanah.
Sebuah serangan bola api melintas di tempat Lily semula berada dan meledak beberapa meter dari mereka.
"BOOM …!"
'Sebuah penyergapan? Apa mereka sengaja menunggu kita di sini?' batin Jaxson.
Pria jabrik yang beberapa hari yang lalu bertarung dengannya muncul dari belakang pohon. Sambil mengacungkan pedangnya ia berkata, "Kita selesaikan pertarungan kemarin."
…
Lima belas menit berlalu semenjak Martin pergi ke arah tim Jaxson. Tubuh pria yang terlihat seperti iblis itu terbaring di atas tanah penuh luka berbalut darah di sekujur tubuhnya.
Jack terduduk di sebelah mayat itu sambil mengatur nafasnya yang terengah-engah.
Setelah Fábián selesai mengumpulkan semua kunai yang dilemparkannya, ia pun berkata, "Ayo kita susul Martin."
Jack menganggukkan kepalanya, berdiri lalu berlari bersama Fábián ke arah tim Jaxson berada.
"RAAAAAAAAGH …!"
Di tengah jalan mereka mendengar raungan monster itu lagi. Saat mereka mendekati sumber suara itu, sesosok wanita tiba-tiba melayang dan jatuh di dekat mereka.
"Lily!" teriak Fábián sambil berlari ke arah perempuan itu.
Lily tidak sadarkan diri, nafasnya tersengal sambil terbatuk sesekali.
"Apa dia tidak apa-apa?" tanya Jack yang khawatir melihat keadaannya.
"Dia tidak apa-apa, hanya tulang rusuknya saja yang terluka. Hidupnya tidak dalam bahaya." Jawab Fábián sambil membopong Lily lalu menyandarkannya pada dahan pohon besar tidak jauh dari tempat itu.
Setelah menaruh botol health potion di samping wanita itu, Fábián berkata, "Ayo kita bantu Jaxson dan yang lainnya."
Mereka pun berlari ke sumber suara gemuruh dimana pertempuran tersebut tengah berlangsung. Saat melihat mereka Jack terperangah, kakinya tiba-tiba beku. Ia melihat Jaxson dan Martin tengah melawan sesosok monster yang tubuhnya tiga kali lebih besar dari mereka. Wajahnya serupa babi, tubuh gemuknya yang berwarna merah muda memakai armor kulit, dengan gada besar di tangannya monster itu membuat Jaxson dan Martin kocar-kacir.
'Orc?' batin Jack.
Monster tersebut mirip dengan orc yang pernah ia lihat di game-game RPG.
Saat itu Jack baru mengerti, pertempuran adventurer yang sesungguhnya sangat berbeda dengan pertarungannya yang hanya mengandalkan trik dan keberuntungan saja.
Kakinya membatu saat melihat horor yang monster itu ciptakan. Debu dan batu kecil beterbangan ke mana-mana, dahan pohon tumbang di sana sini terkena gada besar monster itu. Di mata monster itu, pohon-pohon besar terlihat seperti ranting kering yang dapat dengan mudah ia patahkan.
Serangan monster mengerikan itu nyaris mengenai Jaxson yang bergerak dengan sangat gesit, seolah hidup matinya hanya berjarak satu sentimeter saja. Martin yang memiliki darah seorang Barbarian saja tidak mampu sepenuhnya menahan hentakan gada yang ia ayunkan. Apalagi dirinya yang hanya mengandalkan trik dan tipuan semata.
Jack melihat Fábián terus berlari meninggalkannya. Dengan kunai di tangan, ia mulai mengincar titik terlemah monster itu dari jauh. Merasa harus berbuat sesuatu, ia pun menghela nafas panjang dan mencari cara untuk dapat ikut bertarung bersama mereka.
Seperti saat melawan jelmaan iblis tadi, Jack memutar ke belakang orc itu lantas mengayunkan pedang sihirnya sekuat tenaga untuk mengeluarkan serangan jarak jauh berbentuk bulan sabit ke arah kakinya.
Sayang serangannya itu hanya dapat melukai permukaan kulitnya saja. Sedikit frustrasi, ia pun mengaktifkan lingkaran sihir di pedangnya sekali lagi sambil berlari untuk mencari bagian tubuh yang lebih lemah.
Saat gada orc itu beradu dengan Zweihänder Martin, Jack melihat sebuah celah di sebelah kiri dan mengayukan pedangnya dengan kekuatan penuh ke arah leher monster itu. Ia sedikit kecewa saat melihat serangan keduanya itu melesat lebih tinggi dari yang ia inginkan.
Serangan mana berbentuk bulan sabit itu malah terbang ke arah wajah dan mengenai matanya. Monster itu pun mengerang kesakitan saat darah mulai keluar dari mata kirinya.
Orc itu mengamuk, warna tubuhnya jadi merah menyala saat gada besarnya ia ayun ke sana kemari dengan membabi buta. Batu besar dan pohon di sekitarnya pun tidak luput dari amukannya.
Jaxson dan teman-temannya memanfaatkan waktu itu untuk beristirahat, sambil mengumpulkan tenaga dan menyusun rencana ia mengacungkan jempolnya ke arah Jack.
Beberapa saat kemudian amukan orc itu reda, tubuh merahnya yang mengeluarkan asap tipis tiba tiba berbalik. Sambil melihat ke arah Jack ia meraung laksana guntur, matanya kanannya yang merah menyala melotot melihat sosok yang melukainya tadi. Ia melempar gada besarnya lalu meletakkan kedua tangannya di atas tanah sambil memposisikan taring di mulutnya ke arah Jack.
Ia menggarukkan kaki kanannya ke tanah untuk mengumpulkan momentum lalu berlari ke arah Jack dengan kecepatan tinggi. Bumi pun bergetar saat monster itu menapakkan kakinya ke tanah.
BOOM! Jack yang mencoba memperlambat laju monster itu dengan bola apinya tercengang ketika melihatnya tidak terpengaruh sama sekali. Malahan serangan itu membuat monster itu semakin marah.
Jack panik karena laju lari monster itu melebihi kecepatan yang mampu ia tempuh dengan kedua kakinya. Tubuhnya membeku karena ketakutan. Saat mengaktifkan skill metamorphosis pada tamengnya, ia sadar kalau waktu yang ia punya tidak cukup. Adrenalinnya naik, spontan otaknya berpikir keras untuk mencari jalan keluar. Ia pun menguatkan kakinya dengan mana dan melompat ke samping secepat yang ia mampu.
Laju terjangan orc itu tidak berkurang sedikit pun meski Martin dan Jaxson berusaha menghentikannya. Taring di mulutnya menyerempet tameng Jack dan membuatnya terguling di atas tanah. Kemudian menyeruduk batu besar di depannya sampai hancur lebur seakan menjadi saksi kekuatan monster itu. Monster itu menggelengkan kepalanya untuk menghempaskan pecahan batu dan debu yang memenuhi wajahnya kemudian berbalik ke arah Jack.
Jack yang tengah mencoba untuk berdiri dengan susah payah tiba-tiba melihat ayunan tangan monster itu mengarah ke pundak kirinya, spontan ia mengangkat tamengnya dan menundukkan kepalanya untuk menerima serangan tersebut.
BAM!
Jack terlempar sejauh dua puluh meter. Tangan kirinya remuk, dadanya sesak, telinganya berdenging dan darah keluar dari mulutnya. Dalam kondisi itu Jack merasa konsentrasinya memuncak karena adrenalin yang tiba-tiba terpompa ke seluruh tubuhnya, ia pun memusatkan konsentrasinya dan mulai menghitung mundur di dalam hati.
'Lima' Jack menggunakan semua sisa mananya untuk menguatkan seluruh tubuhnya. 'Empat' dengan bertumpu pada satu tangan ia mencoba untuk bangun. 'Tiga' ia melihat ke arah orc yang sedang mengerang kesakitan sambil memegangi tangannya yang berlumuran darah. 'Dua' ia mencabut pedang dari sarungnya saat melihat orc itu mulai berlari ke arahnya lagi. 'Satu' dengan sisa tenaga yang ia punya, Jack melempar pedang di tangan kanannya itu ke arah musuhnya.
Saat pedang itu melesat ke arah orc yang berlari menghampirinya, bentuknya tiba-tiba memanjang. Seketika pedang tersebut berubah menjadi tombak berwarna hitam dengan taring serigala fenris sebagai ujung tombaknya.
Jleb! Tombak hitam itu menembus armor yang dikenakan orc dan menancap di dadanya. Ia meraung kesakitan, tangannya kelimpungan saat mencoba untuk mencabutnya.
Tiba-tiba sebuah palu besar melayang mengenai pangkal tombak tersebut dan mendorongnya menembus tubuh gemuk monster itu. Gerakannya seketika itu berhenti, cucuran darah berwarna merah kehitaman membasahi tanah di bawah sosok monster bermuka babi itu.
Tarud akhirnya datang, ia tergesa-gesa berlari ke tempat Jack berada setelah memastikan palu yang dilemparnya mengakhiri hidup monster itu.
"Jack …! Jack …!" panggil Tarud sambil sedikit mengguncangkan tubuh Jack yang tergelak di atas tanah. Sebenarnya Jack ingin menjawab panggilan itu, tapi sayang tidak satu patah kata pun keluar dari mulutnya.
Tiba-tiba pandangannya mulai kabur. Bersama dengan suara Tarud yang semakin melemah, kesadarannya pun perlahan hilang.
…
Jack merasa tubuhnya sempoyongan, dunia di sekitarnya serasa bercampur, berbaur menjadi dengungan lirih yang semakin lama semakin memekik. Gemuruh itu perlahan menjelma menjadi senandung merdu yang mengisi sela-sela rindu di hatinya.
Ia melihat sosok istri dan anaknya kala itu. Mereka nampak tengah bermain di sebuah taman berpasir dan menyusun istana dari butiran-butirannya. Jack pun memanggil mereka dengan suara serak. Tapi saat mereka hendak menengok ke arahnya, pandangannya mulai kabur. Kedua sosok itu berganti dengan langit-langit berwarna putih yang sudah tidak asing lagi baginya.
Tempat itu adalah kamar tempat tinggalnya sekarang di Jalan Hawthorn no.27. Anehnya ia masih mendengar senandung yang didengarnya dalam mimpi. Setelah mengamati sekelilingnya dengan lebih teliti, Jack menemukan sesosok gadis cantik berambut pirang yang digulung dan diikat ke belakang. Telinganya yang unik membuat Jack membayangkan alasan gadis tersebut berada di kamarnya sekarang.
'Arquene? Kenapa dia ada di kamarku?' Tanya Jack di dalam hati.
Ia mencoba mencari-cari memori di kepalanya tentang apa yang sedang dan telah ia lakukan sebelumnya. Kenapa dirinya sedang terbaring di kamarnya bersama gadis elf ini.
Setelah berpikir sejenak ia pun mulai mengingat sesuatu. Jack merasakan kembali horor dan kengerian yang ia saksikan sebelum kehilangan kesadarannya.
Melihat Jack membuka matanya Arquene berhenti bersenandung dan mendekat ke arahnya, "Jack? Apa kau sudah sadar?"
Jack mencoba menggerakkan bibirnya, namun sia-sia. Ia hanya dapat mengedipkan kelopak matanya untuk menjawab Arquene.
'Apa yang terjadi? Apa aku cacat?' ribuan pertanyaan muncul di benak Jack saat itu.
'Aku terlalu sombong, kemampuan bertarungku ternyata masih belum seberapa.' Sesal Jack setelah merenungkan apa yang terjadi kepadanya.
Perlahan tubuhnya mulai terasa hangat, bibir dan ujung jarinya mulai dapat ia gerakkan. Karena tenggorokannya terasa kering, Jack berusaha menggerakkannya untuk menelan ludah.
Melihat Jack kehausan, Arquene mengambil gelas yang ada di atas meja dan menyuapinya sedikit demi sedikit.
Pandangan mereka bertemu, mata hijau Arquene yang mempesona sesaat menghilangkan rasa sakitnya beserta rindu yang ia pendam jauh di dalam lubuk hatinya.
Saat matahari mulai meninggi, Jack pun mulai bisa duduk dan berbicara. "Berapa lama aku tidak sadarkan diri?" Tanya Jack.
"Tiga hari Jack. Jangan khawatir, mereka bilang lukamu tidak begitu parah. Kau hanya butuh istirahat selama seminggu sebelum bisa menggerakkan tangan kirimu lagi." Jawab Arquene sambil menjelaskan kondisinya yang lain.
"Bagaimana dengan nasib Tarud, Kyle, Jaxson dan yang lain?" tanya Jack khawatir.
"Jangan khawatir, mereka tidak apa-apa. Hanya Kyle yang nasibnya serupa denganmu."
Jack menghela nafas lega. Saat itu pintu kamarnya terbuka, Tarud beserta pria kekar berambut cokelat keputihan masuk dan berjalan ke arahnya.
Melihat Jack tengah sadar, Tarud berkata "Jack, Guild Master Tigreal ingin melihat keadaanmu."
Itulah pertama kali Jack melihat sosok guild masternya yang disebut-sebut sebagai orang terkuat di Benua Palonia.
Mereka pun berbincang-bincang tentang kejadian yang dialami Jack dan memberitahu bagian yang ia lewatkan.
Tujuan utama Guild Master Tigreal ke sana adalah untuk berterima kasih kepada Jack karena berhasil menyelamatkan nyawa anggota adventurer-nya yang berharga dengan mengalahkan Orc Knight. Ia bahkan memberikan sebuah bros perak bertatakan batu amethyst di tengahnya sebagai hadiah.
Sayang sekali 'Impurity Stone' yang menjadi tujuan utama mereka berhasil di ambil oleh musuh. Guild Master Tigreal menjelaskan kalau batu itu berasal dari panglima perang bangsa iblis yang bernama 'Lucifer'. Masalah utamanya adalah apabila organisasi Shadowcifer memiliki cara untuk menggunakannya, baik sebagai senjata, medium untuk memanggil para iblis atau lebih parah lagi, untuk melakukan ritual untuk membangkitkan kembali Lucifer.
Tapi guild master Tigreal meminta Jack untuk tidak memikirkannya dan fokus untuk memulihkan kondisinya.