Chereads / 2 Demon Child / Chapter 23 - Bab 23

Chapter 23 - Bab 23

Beberapa saat kemudian sebelum mobil pengantar sampai di sekolahan, lekas ia menata beberapa buku yang tidak dimasukkan kedalam tasnya hendak dibawanya keluar dari dalam kendaraan.

"Pak, aku turun disini saja." Tergesa-gesa lantas keluar, bergegas jalan kaki menuju ke gerbang sekolah sedikit berlari.

"Paaaaak …. Tungguu!" Teriak-nya semasih berlari kala tampak gerbang sekolah hendak di tutup.

"Loh, tumben sekali Non, datangnya terlambat?" Tanya sang satpam sekolah.

"Huff--Huff--Iya nih, Pak." jawabnya tampak napas yang masih terengah-engah. Lantas ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.

"Nih Pak, untuk bapak. Dimakan ya .." Menyodorkan bekal makanan yang diberikan oleh sang ibu, lekas beranjak Pergi.

"Loh, eh--Non, walah … Malah ngacir saja anak itu, biyuh, biyuh …." Sang satpam menggelengkan kepala sebabnya seringkali Lavina melakukan hal demikian kepadanya.

Tetapi lekas dia tengok bekal makanan ditangannya itu kemudian berkata "Tau saja kalau saya lapar, Non. Hehehe"

___

Sementara Lavina sendiri sudah langsung berlari menuju ruang kelasnya sebabnya lonceng sekolah sudah dibunyikan sedari beberapa menit yang lalu. Kegiatan Literasi jua sebentar lagi hendak berlangsung seperti biasa. Namun beruntung saat ini wali kelas yang mengajar hari ini (Olahraga) belum hadir kedalam ruang kelasnya.

Lavina terus berlari hingga tiba didalam ruang kelasnya, menuju ke tempat duduknya bagaikan motor melaju kencang lantas berhenti bak ngerem mendadak kala sudah tiba di kursi duduknya.

Ciiitt!

"Huff--Huff--Huff--" Napas masih terengah-engah seraya memegangi perut pertanda lelah sangat dirasakannya. Namun semua itu justru menarik perhatian seluruh rekan-rekannya.

"Tumben amat loe Vin, hampir telat. Kita kira kagak masuk sekolah Loe hari ini." Celetuk Cika.

"Ho--Oh, Huff-- Huff--" Lavina tak begitu menggubris celotehan rekan-rekannya, beranjak duduk

"Untung hari ini Kegiatan olehraga bukan matematik, Hihi" Celoteh Cika lagi selama Lavina baru saja duduk di kursinya, Cika berkata demikian lantaran kelompok mereka memang paling enggan dengan pelajaran matematika.

Tidak selang waktu lama, guru olahraga memasuki ruang kelas lekas memerintahkan seluruh siswa-siswi mengikuti kegiatan olahraga. Usai menyampaikan kalimatnya sang guru bergegas keluar dari ruang kelas di susul siswa-siswi bergegas keluar hendak mengikuti kegiatan.

Disisi lain ada Rio beserta rombongan jua melangkah hendak keluar melewati meja Lavina. Dan lagi-lagi dia membuat ulah, yakni tiba-tiba memukul meja Lavina.

Brrak!

Membuat Lavina beserta rekan-rekannya terkejut.

"Woi, Bisa gak sih Loe sehari saja gak bertingkah resek, hah!" Seru Cika emosi.

"Memang kenapa … Masalah buat loe?" Jawab Rio dalam ekspresi yang tidak sedap di pandang di susul beberapa rekannya tersenyum ejek.

"Ya tentu masalah buat gue, kenapa loe gak pindah sekolah aja si, muak gue liat tingkah loe yang resek itu, ngerti Gak!" Pekik Cika emosi lantas Lavina langsung memegangi lengannya. "Udah Cik, hentikan." Bisiknya.

"Eh, loe ngomong apa barusan hah? jangan asal bacot loe kalau ngomong jadi cewek!" Jawab Rio tersulut emosi jua lantaran dia memang bertempramen tinggi.

Tempramen tinggi yang di miliki Rio masuk dalam kategori tidak pandang bulu, yakni entah laki-laki maupun perempuan akan tetap dia lawan. Lantas ia mengangkat tangannya hendak menampar Cika. Tapi di hentikan langsung oleh Lavina dengan cara menangkis tangannya.

Seet!

"Cukup Rio, Kamu benar-benar keterlaluan mau nyakitin cewek. Apa kamu tidak malu, hah?" Ucapnya.

"Minggir Loe, Gak usah ikut ngomong!" Pekik Rio tak mempedulikan apa yang di ucapkan oleh Lavina.

Semasih suasana panas akibat pertengkaran mereka didalam ruang kelas, tiba-tiba saja ada suara dari pintu masuk.

"Hey, ada apa ini ribut-ribut?" Dialah Sang Guru. Sontak semula gaduh kini hening seketika, bahkan Rio tampak cengengesan nan garuk-garuk kepala.

"Ah, tidak ada apa-apa kok Pak. Kita hanya bercanda hehe .. Ya gak, Teman-teman …?" Ucap si Rio.

"Cih, Munafik" Gumam Cika menahan kesal.

"Tadi saya kan sudah bilang keluar kelas untuk mengikuti kegiatan, kenapa kalian malah masih didalam? Ah, sudah-sudah cepatlah bergegas." Tegas sang Guru sebelum akhirnya beranjak keluar lagi.

Sementara Rio langsung melirik tajam ke Cika, Lavina dan Vani, begitu jua dengan Cika. Namun, tiada lagi percakapan melainkan dia beserta rombongan langsung keluar kelas.

___

Lavina, Cika dan Vani jua beranjak keluar menuju ruang ganti terlebih dahulu sebelum mengikuti kegiatan olahraga.

"Huh! Awas saja itu Si Rio, ingin rasanya gue cabik-cabik mulutnya!" Gumam Cika berbicara Sendiri seraya meremas-remas kedua tangannya pertanda kesal semasih Lavina maupun Vani sedang berganti pakaian.

"Kamu kenapa Cik, ngomel-ngomel sendiri seperti orang kesurupan." Celetuk Lavina meliriknya, senyum nan menoleh ke Vani. " Tau tuh anak, Kumat kali." Sambung Vani.

"Elah Vin, Van, Astaga … loe orang kebiasaan banget deh langsung melupakan kejadian yang baru aja terjadi gitu aja, huh!" Jawabnya tampak asam.

"Maksudmu Karna si Rio tadi kah?" Lanjut Lavina.

"Yaiyalah mau siapa lagi. Muak banget gue sama tu Cowok! si biang kerok yang bikin Mood gue berantakan!" Gumam Cika.

"Astaga … Yasudahlah Cik, tak perlu di ambil hati. Kita semua kan sudah tau kek mana sifat tuh cowok." Sambung Vani.

"Betul Kata Vani tuh Cik, jangan terlalu kamu pikirkan, nanti lama-lama benci berubah jadi cinta loh ..." Goda Lavina.

"Idih Najong amat gue cinta sama tuh cowok si biang kerok. Amit-amit!" Jawab Cika.

"Heleh ... udah merah tuh pipi kamu Cik. Ya gak Vin … Haha" Goda Vani.

"Hilih apa'an si kalian orang kek tau aja apa tuh cinta, Huh!" Gumam Cika memanyunkan bibirnya.

Sementara Lavina tertawa-tawa sembari mengikat rambut panjangnya hendak di kuncir kuda. Lantas semasih dia pada posisi Itu, semula Cika dan Vani masih saling berbincang lekas mendekat ke arahnya lantaran ada sesuatu yang mereka lihat.

"Eh Vin, itu … di leher loe apa?" Tanya Cika secara langsung sebabnya tampak ada sebuah luka terlihat selama Lavina sedang mengikat rambutnya ke atas.

Lavina terdiam dan melotot lantaran ia kembali teringat mimpi itu. "Am--ini, bukan apa-apa kok." buru-buru menyelesaikan mengikat rambutnya.

Namun, Cika memiliki rasa keingintahuan yang cukup tinggi (Kepo) Maka membuatnya justru makin mendekat ke arah lehernya.

"Eh, Vani kamu lihatlah di leher Vina, ini … bentuknya kok aneh begini ya...?" Cika terheran, yang mana membuat Lavina terdiam seribu bahasa.

"Eh, Mana, mana, mana aku lihat" Ujar Vani ikut serta melihat dari jarak dekat.

"Eh … Iya, ini luka atau apa Vin? Kok seperti ukiran begini?" Vani teramat penasaran lantas menyentuhnya dengan jemari.

"Awh, sakit kunyuk! Apaan sih kalian orang. Sakit tau" Lavina sedikit bergeser menjauh dari mereka. Sementara mereka berdua terbengong lantaran keheranan.

"Eh, apa loe bikin tato di leher Vin?" Duga Cika.

"Tato? Ada-ada saja kalian orang. Bukan lah mana ada aku mentato." Lavina mengalihkan, tapi ekspresinya tampak bimbang.

"Lah terus … itu di leher kamu apa Vin?" Vani mengulangi kalimat pertanyaan Cika tadi.

"Ini--Anu-- ini--"