Soully sudah memulai aktivitasnya kembali. Ia sudah mulai ceria lagi walaupun sebenarnya hatinya masih ingin menangis.
Sudah pukul 04.00 sore, namun tak ada satu pun kabar yang masuk pada ponselnya. Tak ada pula satu pun balasan pesan yang dikirimnya juga. Sama halnya dengan Rona, tak biasanya ia ikut-ikutan tak memberi kabar, bahkan ponselnya pun tak bisa dihubungi.
"Bos Yafi tadi sebelum makan siang sudah keluar bersama Bos Rona. Mereka tak memberitahu apa-apa. Jika akan meeting keluar kota, mereka pasti memberitahuku. Yang jelas kulihat tadi Bos Yafi wajahnya begitu sumringah saat hendak pergi. Bahkan tak biasanya ia tersenyum padaku," jelas Sisca sang receptionist saat Soully sudah tak tahan untuk tidak menanyakan rasa penasarannya.
Kata-kata Sisca selalu terngiang jelas di telinga dan di ingatannya. Berkali-kali ia bertanya dalam hatinya, jika begitu ke mana mereka pergi?
Lagi, sebulir kristal bening menetes dari mata cantiknya.
"Kau tak apa Soully?" tanya salah satu staff kru yang bernama Elly saat melihat Soully meneteskan air matanya ketika mereka tengah berkumpul di ruang meeting untuk melakukan persiapan acara reality show yang akan ditayangkan besok.
Pertanyaan Elly, membuat perhatian Miller yang sedang memberi pengarahan langsung teralihkan padanya. Padahal Elly bertanya dengan berbisik. Namun, tak luput dari pendengaran Miller saat itu. Miller berhenti bicara, Soully yang sudah paham betul sifat Miller, langsung memberi isyarat dengan gelengan kepala seolah memberitahu, 'Aku baik-baik saja, teruskan presentasimu'.
Miller menghela nafas dengan kasar. Ia sudah merasa jengah, ingin sekali ia berteriak, 'Lupakan pria itu! Dan terimalah aku, kembali bersamaku. Aku berjanji takkan menyakitimu lagi'.
Setelah berusaha menahan emosinya, dengan sikap yang profesional Miller menuntaskan presentasi arahannya. Meeting pun selesai. Semua kru dan staff berdoa demi kelancaran acara besok. Bahkan Mr.Govind yang datang terlambat pun ikut-ikutan berdoa. Setelah meeting berakhir, mereka membubarkan diri karena hari sudah lewat jam pulang kerja.
Soully sudah berjalan keluar menuju ruangan kantornya untuk segera pulang. Dengan cepat ia mengambil tasnya. Berharap suami dan asistennya berada di apartement, memberinya sebuah kejutan. Soully sudah berfikiran positiv sehingga perasaannya benar-benar sudah merasa lebih baik. Saat ini ia harus segera pergi sebelum Miller mendapatinya lebih dulu. Biarlah, nanti akan ia hubungi lewat pesan singkat hanya sekedar untuk pamit. Akan panjang urusannya jika nanti ia berhadapan dengan bos yang 'katanya' pria masa lalunya itu. Bahkan, sampai sekarang pun terus menempelinya walaupun Miller tahu Soully sudah menikah. Tak bisa dipungkiri memang, bagaimanapun Miller pria yang baik dan perhatiannya tulus padanya.
Tidak tidak! Aku istri Yafizan, Yafizan suamiku. Miller mungkin hanya masa laluku.
Seseorang tiba-tiba menghadang, menghalangi langkah kakinya yang sedang berburu waktu. Perempuan itu tak lain dan tak bukan adalah, Tamara.
"Kenapa terburu-buru?" cibirnya. Rasanya Soully enggan melayaninya.
"Minggir," ketus Soully.
"Oww, kenapa kau ketus sekali padaku? Aku hanya bertanya saja." Tamara sengaja memprovokasi Soully. "Ehmm...apa Yafi meninggalkanmu? Well, aku rasa dia memang meninggalkanmu." Tamara dengan tawa sinis sekaligus cibiran.
Soully tak menanggapi omongan Tamara, ia berjalan melewati Tamara tanpa melihatnya. Rasanya ingin sekali Soully mencabik mulutnya itu.
"Dengar! Aku pastikan dia meninggalkanmu dan kembali padaku!" teriak Tamara kesal karena Soully sama sekali tak menanggapinya.
.
.
.
Miller setengah berlari menuju ruangannya. Berharap ia masih bisa bertemu Soully dan mengantarnya pulang. Sebelumnya, ia ingin sekali bicara empat mata serius dengannya.
Ruang kantornya kosong. Ia meraba saku jasnya dan mengambil ponselnya ketika dirasa ponselnya bergetar.
Soully
Maaf, aku pulang duluan. Semoga acara besok lancar. See u...
Shit!
Miller bergegas lari menyusul Soully. Ketika ia melihat sosok mungil itu berada di bawah sedang menunggu taksi yang lewat. Segera ia memasuki lift untuk turun ke bawah. Lift itu sepi, ia mengantisipasi agar cctv di dalamnya tak mendeteksi keberadaannya, bahkan berharap orang takkan tahu jika ia akan berteleportasi untuk menyusul Soully karena menunggu lift tiba di lantai bawah akan memakan sedikit waktu.
Miller memejamkan matanya, sekejap pula ia sudah berada di tempat Soully menunggu taksi tadi. Namun, terlambat. Soully sudah menaiki taksi dan pergi menjauh dari jangkauannya.
"SOULLYY!!!!" teriak Miller memanggil. Rasanya cukup membuat nafasnya terengah-engah, padahal ia hanya berteleportasi.
Di dalam taksi, Soully sempat mendengar Miller memanggilnya. Ia menoleh ke belakang di dalam taksinya dan melihat Miller di balik kaca jendela itu sedang berusaha mengejarnya. Soully cukup menghela nafas lega. Usahanya segera cepat pergi ternyata tak sia-sia.
"Tak baik kalau bertengkar lama-lama dengan suami," celetuk supir taksi berbicara ketika melihat tingkah Soully dan Miller yang mengejarnya tadi.
"Hah?" Soully belum mengerti.
"Pria yang tadi mengejarmu, Nona."
"Dia bukan suamiku," ucap Soully datar. Supir taksi itu hanya tersenyum.
***
Langkahnya cepat memasuki ke dalam apartement. Berharap yang di cari ada di dalamnya. Soully mencari-cari ke seluruh ruangan, bahkan tak satupun ruangan dan kamar yang terlewati. Langkahnya gontai, ia menjatuhkan seluruh tubuhnya di lantai.
"Ke mana kamu sebenarnya? Kenapa tiba-tiba pergi meninggalkanku seperti ini?" isak Soully, ia menangis sejadinya. Lama kelamaan ia pun tertidur dengan beralaskan lantai yang dingin.
***
Alam itu begitu indah, udaranya pun masih terasa menyegarkan pernafasan bagi siapa saja yang menghirupnya. Warna hijau yang asri dari banyaknya tumbuhan, bunga dan pepohonan begitu menyejukkan mata bagi siapa saja yang melihatnya.
Gaun sutra merah muda dipadukan warna biru langit dan silver terasa sangat pas dipakai oleh gadis periang seperti dirinya. Roknya yang panjang menjuntai berkelok-kelok ketika dirinya berjalan. Rambutnya yang panjang, dihias cantik dengan ornamen-ornamen yang indah senada dengan pakaiannya. Senyumnya yang tulus menghiasi wajah cantiknya.
"Kita mau ke mana, Kak?" tanyanya pada seseorang yang berdandan hampir sama dengan dirinya. Bukan, dia memang ikut-ikutan berdandan persis seperti perempuan yang ia panggil kakak itu. Dan itu hanya demi seseorang, calon suaminya...
"Kau jangan memanggilku kakak. Bukankah kau nanti yang akan menjadi kakakku setelah menikah dengan kakakku?" sanggah Mayra kepada gadis itu, Malika.
"Tapi umurku jauh lebih muda darimu," tukas Malika dengan bibirnya yang sudah seperti kerucut itu. Sambil tertunduk dan menghentakkan kakinya, ia terus mengikuti langkah Mayra.
Mayra tersenyum melihat tingkah calon kakak ipar yang umurnya 5 tahun lebih muda darinya. Sungguh menggemaskan jika Malika bersanding dengan kakaknya nanti. Yang satu polos, yang satu dingin. Tak terbayang apa jadinya nanti.
"Ikuti aku saja," ajaknya.
Malika mengikuti langkah Mayra. Hingga di suatu tempat mereka menghentikan langkahnya. Cukup jauh memang, mengingat betapa hausnya Malika saat ini. Matanya tiba-tiba membulat ketika apa yang dilihatnya begitu membuatnya senang.
"Kakak! Kita di pasar raya?" seru Malika riang.
"Ya, belilah apapun yang kau mau."
"Benarkah?"
"Heem. Tapi aku minta satu hal padamu." Mayra mengajukan syarat.
"Apa?" Malika berbinar. Apapun yang Mayra pinta, dia pasti akan mengabulkannya.
"Mayra." Panggilan seseorang membuat kedua perempuan itu menoleh bersamaan.
Malika melihat perubahan raut muka Mayra. Rasa senang bercampur bahagia, ia lihat di mata calon adik iparnya itu. Tiba-tiba raut wajah Malika menekuk. Matanya masih mengikuti setiap gerak gerik tubuh Mayra. Ia melihat betapa senangnya ketika Mayra berhambur dalam pelukan pria yang memanggilnya tadi.
"Apa sudah lama kau menunggu?" tanya pria itu.
"Tidak. Kami baru sampai," jawab Mayra sambil menggelengkan kepalanya. Ia masih memeluk lelaki itu begitu pun sebaliknya.
Lelaki yang memakai penutup kepala bak kerudung seolah tak ingin identitasnya diketahui orang lain. Sama halnya dengan Mayra yang memang sewaktu mengajak Malika keluar ia pun memakai penutup kepala.
Kini, Malika mengerti, kenapa Mayra memakai jenis pakaian seperti itu. Bahkan ia bersikeras menyuruhnya memakai hal yang sama. Penutup kepala ini hanya untuk menutupi identitas mereka. Mengingat Mayra adalah sosok yang dikenal seluruh masyarakat, apalagi soal pertunangannya dengan Yafizan anak dari Raja yang menguasai negeri mereka.
Apakah ini perselingkuhan? Ataukah pengkhianatan? Atau memang mereka adalah cinta sejati?
Pertanyaan demi pertanyaan terus berkecamuk dalam fikiran Malika. Sampai rasa dingin tangan seseorang menyentuh tangannya, membuyarkan semua fikiran macam-macamnya.
"Dia...Erick. Kekasihku sejak dulu." Mayra berbicara pelan berharap Malika mengerti. Malika menatap Erick dan Mayra bergantian.
Kedua matanya bersibobrok dengan mata Erick yang menatapnya begitu intens. Erick memandang Malika dengan penuh kagum, jiplakan kekasihnya itu sungguh lebih cantik dari apa yang ia bayangkan. Erick melangkahkan kakinya mendekat ke arah dua gadis yang sedang berdiri.
Erick tersenyum seraya tangannya menjulur ke arah Malika. "Erick." perkenalannya.
Malika terdiam, ia tak menyambut tangan Erick. Pandangannya berubah tak suka namun ia tak enak dengan Mayra. Bagaimanapun, mungkin Erick lelaki yang dicintai Mayra. Sama halnya dengan dirinya yang begitu mencintai Miller. Namun, ini tidak benar. Bagaimana perasaan Yafizan jika ia tahu tunangannya tidak mencintainya?
Malika segera memundurkan langkahnya sambil menunduk.
Erick menarik kembali tangannya. Ia tersenyum getir melihat tingkah Malika yang mengabaikannya.
"Aku mau berkeliling dulu," ucap Malika pamit meninggalkan dua sejoli itu.
"Malika," seru Mayra menarik lengan Malika. Mayra tahu jika Malika tidak menyukai situasi saat ini. Malika menghentikan langkahnya lalu kembali membalikkan badannya yang tadi hendak pergi.
"Tolong..." Mayra memelas.
***
Bersambung...
Hayooo penasaran kan selanjutnya seperti apa?
Ini ceritanya agak flashbasck² gitu dehh
Nikmatin & saksikan terus kisahnya yaa
Jangan lupa Like, Comment, Favorite, Ratting juga VOTE'nya ya teman² 😉
Terima Kasih 🙏🏻