Chereads / The meaning Of Love / Chapter 14 - bab 14

Chapter 14 - bab 14

Dua pekan berlalu dengan dua kali surat datang kepada-nya.

Membaca, dan membalas surat dari alfia, ia ahmad selalu saja tak bosan akan hal itu.

Langit silih berganti warna selama itu, biru menjadi hitam dan sebaliknya.

Bertabur bintang, atau pun dengan awan yang berjalan lambat.

Kaca-kaca jendela rumah-rumah memantulkan cahaya matahari, yang menyilaukan mata.

Ia ahmad selalu menjalani rutinitasnya sebagai pelajar menuntut ilmu agar kelak jalan kehidupan penuh dengan cahaya yang terang.

Alam semesta pun tak berhenti mengembang, mungkin ledakan supernova terjadi namun belum dapat dilihat dalam waktu dekat.

Mungkin saja setelah seribu tahun kematian-nya, mungkin saja.

Galaksi bertaburan, planet-planet yang selalu mengitari bintang induknya, bumi tak berhenti berotasi atau pun berevolusi.

Orang-orang selalu berjalan silih berganti waktu, dengan baju kerja.

Kendaraan selalu saja membunyikan klason yang memekakan telinga.

Adakah ini semua bisa berhenti sejenak.? Begitu tenang?

Mungkin itu mustahil ada-nya.

Ahmad, bangun kan pagi menyiapkan diri, berangkat sekolah.

Pulang dalam keadaan sore mulai datang, mentari seakan ingin beristirahat di peraduan-nya.

Seolah melambaikan tangan-nya, dan memberi isyarat bahwa esok ia akan datang lagi.

Bergelut dengan keadaan di sekolah dengan begitu banyak jenis kepala manusia.

Dengan pikiran berbeda-beda, kadang ia ikut andil dalam permasalahan teman-nya.

Meleraikan teman-nya yang beradu pukulan.

Namun ada kala ia diam kan semua itu, mungkin ia sudah muak, bosan, dengan tingkah teman-nya.

Yang begitu keras kepala dan tak mau mengalah.

"kesehatan mu mulai menurun, aku khawatir dengan semua ini, harusnya kami tak begitu cemas memikirkan semua ini". Kata dokter itu memberi saran pada-nya. "

"mimpi itu selalu datang pada ku" kata ia menundukan kepala, dengan wajah yang tak begitu senang, merasa cemas, akan kondisi tubuhnya.

Ia berjalan dengan pikiran entah kemana, memikirkan semua itu.

Jalan begitu berat bagi-nya, mungkinkah sebabnya adalah waktu itu.

Ke esokan hari nya, semua kembali seperti biasa-nya, dengan ia sebagai pelajar.

Menuntut ilmu, dengan bersekolah, mengistirahatkan tubuh dirindang nya pepohonan, dengan pikiran melayang entah kemana, melihat langit tak bertiang, melihat awan yang begitu putih.

Lalu kembali lagi kekelas nya, namun langkah terhenti tak kala ia melihat ada yang mencurigakan dari gerak-gerik teman kelasnya.

"apa yang kamu lakukan?" tanya amhad.

melihat ahmad yang sudah berada dibelakang nya teman-nya itu pun terkejut, salah tingkah dan hendak berlari namun, dengan cepat ia mengengam tangan teman-nya itu,

"uang siapa itu?". Kata ahmad lalu di ambilnya uang itu.

"itu... itu uang ku" jawab temannya dengan gugup.

" terus apa yang ingin kamu lakukan dengan uang ini?",

kini teman-nya terdiam tak bisa menjawab pertanya'an dari-nya.

"huh... apakah kamu sudah menyerah?".

"Kemana kamu yang dulu yang suka bekerja keras untuk mencapai semua itu?".

lalu ahmad mengembalikan uang milik teman-nya itu, dan melanjutkan perkataan-nya

"kamu ingin seperti orang dewasa, yang suka bermain licik, dan memfitnah orang, untuk mendapatkan apa yang mereka mau?". Tanya ia lalu mendekati teman-nya dan berbisik ditelinga teman-nya.

"apakah kami ingin menghancurkan semua kerja keras yang selama ini kamu bangun, dengan suatu tindakan kotor?".

Lalu ia ahmad duduk di bangku nya dan mulai merebahkan kepala-nya di atas meja.

Teman-nya hanya diam, sambil berpikir.

Lalu tak lama air mata-nya mengalir deras, "kau benar aku hanya terlalu cemas memikirkan semua ini". Kata teman-nya disela tengisan.

Ahmad hanya tersenyum sembari menutup kedua mata-nya.

Sebuah kerja keras tak lah sia-sia, hanya saja kita terlalu Cemas memikirkan orang yang kita angap saingan sebagi tolak ukur dari hasil kerja keras yang kita ingin capai.

Dalam hidup kadang ada rasa tak puas akan satu hal saja, dan ingin lebih dari itu, begitu lah hidup.