Ardan terlihat gugup melihat gadis remaja di depannya, "temen mama," oh God, anak gadisku, cantik dan sifat ceria nya tentu saja dari sang mama, aku mah hanya nitip saham doang, tanpa pernah berinvest ten tang tumbuh kembang nya.
"Mas, anak siapa ?" suara merdu sang istri mengagetkan menyeretnya ke alam fakta yang telah berusaha disembunyikan, malah sekarang barang bukti ada di depan mata, kurang apalagi coba semesta mencomblangi untuk mengungkapnya.
"Dia anak Putri, temenmu," Ardan tanpa mau melihat wajah lusi, takut menatap mata istri, mesti gimana lanjutannya.
"Lo sudah nikah to " tanya istri lagi
"Mari Om Ardan, Lena lanjut sama temen temen nyari bubur ayam" gadis itu menganggukkan kepala tanda pamit ingin berlalu dihadapan pasutri yang malah ndak melihat keberadaannya, pada akhirnya nanti akan keluar kata yang menyakitkan buat Lena, dengan kata yang biasa didengarnya 'oh anak haram to' sakit didada Lena, tapi siapa yang bisa milih dilahirkan dari rahim dan orang tua yang seperti apa ?. Lena berlari menyusul temen temennya yang sudah beberapa meter di depannya.
'Lena, maafkan papa,' suara lirih Ardana seakan tercekat, karna rasa bersalah yang besar pada gadis kecilnya, Oh God maafkan aku. Ardan memandang sendu arah Lena yang terus berlari menjauh.
"Mas," Lusi menyenggol lengan suaminya menyadarkan dari keterbengongan Ardan.
"udah yok, katanya mau bubur ayam," Ardan mengalihkan pembicaraan Lusi.
Masih dengan tanda tanya besar, "usia gadis itu kisaran 14 - 15 an deh berarti putri sudah nikah dong saat sma," tanya Lusi yang lebih seperti pernyataan, ah embuhlah, bukan urusanku juga, batin Lusi. Karena ketidak tahuan lusi kalo gadis kecil putri temennya menjadi urusan suaminya si Ardan yang lagi pura pura tenang sementara jantungnya gedebag gedebug gak karuan.
Ardan ndak menyadari kalo di tempat yang dituju sama dengan tujuan lena tempat penjual bubur ayam.
"Buburnya pake kuah yang banyak ya bang," pesen Lena pada mang Ucub penjual bubur, dimana temen temen Lena sudah membuat pesenan dari tadi, tinggal dirinya seorang yang belum pesen.
"Siap adek cyantik, " sepertinya mang ucub sudah hafal pesenan Lena karna memang langganan dari orok belum lahir si Putri nyidamnya bubur ayam mang ucub deket kampus Tembalang.
Alena bersama ketiga temen smp nya duduk melingkar lesehan dengan alas tikar yang sudah tersedia di samping gerobak penjual diatas trotoar jalan. Sambil menunggu bubur ayam tersaji, Alena menyeruput teh hangat, "hemm, enak di tenggorokan" diselingi suara tawa ketiga temen lainnya, "asal ndak bersendawa aja Len, apa kata dirimu deh," kata Andin, yang lain kembali tertawa mengingat kebiasaan Lena saat makan bareng maka dak ketinggalan suara sendawa mengiringi.
Sepasang suami istri terlihat mendekat ke arah rombong bubur ayam tempat Lena dan temennya berada, terlihat yang laki laki begitu perhatian pada istrinya yang hamil besar, pemandangan yang menyakiti perasaan Lena, mengingat sang mama yang membesarkan dirinya tanpa didampingi seorang suami yang mesti disebut papa, miris batin Lena, ah untuk apa juga dia memikirkan laki laki yang memang tidak bertanggung jawab, masih ada keluarga mama, ada ayah abi, kakak dari mama, yang kasih sayangnya lebih pada Lena.
"Len, bukannya itu Om yang tadi kamu sapa, temen mamamu," Andin menyadarkan Lena dari lamunan.
"Om Ardan," Lena kembali menyapa Ardan sebagai temen mamanya.
"Oh, kalian pesen bubur juga," Kali ini Lusi istri ardan yang menjawab, "Boleh kami gabung," sambung Lusi, sedang Ardan hanya diam tanpa kata, hanya tangan Ardan yang bergerak mengambilkan kursi untuk tempat duduk Lusi
"Lena sudah pesan buburnya ?" akhirnya keluar kalimat tanya Ardan mengusir kecangungan yang tercipta, membuat Lusi justru kaget kenapa justru yang ditanya Lena bukan dirinya yang malah belum pesan, Lusi hanya melirik suaminya bingung.
"Sudah Om, itu pesenan kami semua tinggal nunggu disajikan," Lena menunjuk mangkok mangkok bubur yang sudah dibawa istri mang ucup di atas nampan untuk diantar ke Lena dan teman temannya,
"Mang Ucup, yang satu kuah buburnya yang banyak, yang satu seperti biasa nambah bawang gorengnya," Ardan mendekat ke mang ucup menyampaikan pesenan.
"Sayang, minumnya teh hangat," Lusi meneriaki Ardan untuk memesan minuman.
"Ok, mang teh anget dua ya," tambah Ardan, Dia mendekat ke istrinya untuk duduk disamping kiri Lusi, karna ternyata Lena duduk di kursi samping kanan Lusi .
"Kabar mamamu gimana, Len," Tanya Lusi pada lena duduk di sampingnya.
"Baik tante, " jawab Lena sambil menyuapkan bubur ke mulutnya. Ardan hanya melirik cemas ke arah mereka berdua. "Mamamu temen kuliah tante, sampaikan salam tante ya buat mama, tapi kalo sam om Ardan satu tempat ngajar, dulu kami juga kuliah di tempat mamamu kerja," Lusi mengenang masa masa di kampus dulu.
Lusi dan Ardan terdiam dengan kenangan yang berbeda.