ardan menarik tangan putri dan memegangnya, dia dak ingin perempuan ini merasa terluka hatinya, ardan dengan hati hati melepas tangannya namun tetep digenggan erat putri, " aku sanggup mengisi hari hari bersamamu dan, lupakan lusi, " Putri mendongak mencari jawaban di dalam mata coklat laki laki yang selalu diharapkannya.
"Aku masih berharap lusi kembali, maafkan aku put," ardan menarik nafas panjang, "kami hanya memberikan waktu masing masing untuk berfikir, bukan berarti kami akan berpisah, tolong mengerti, jangan menambah situasi tambah keruh," ardan tahu dia sendiri ragu dengan perasaan lusi.
Kembali ardan mengingat istrinya, apakah kamu masih menyimpan perasaan pada mantan kekasihmu, laki laki yang dak tegas, dak berusaha mempertahankanmu yang lebih memilih keinginan keluarganya, laki laki apa yang tidak bertanggung jawab membiarkan wanitanya setelah dia merenggut kehormatanmu hal yang paling berharga bagi perempuan. Lantas apa dengan yang telah dilakukannya membiarkan istrinya pergi tanpa berusaha mempertahankan apa yang dulu pernah dijanjikannya, dia akan melindungi wanita itu, ardan pernah berjanji tidak akan membuatnya menangis, namun dia yang pengecut membiarkan kemarahan menghancurkan hubungan mereka, keinginan menjadikan lusi istrinya kemana perginya janji janji manis, kemana tanggung jawabnya. ardan kembali menerawang jauh.
Dia menetap di rumah yang dibangunnya di sebelah kafe, rumah untuk istri dan anaknya, saat ini dia sendiri, merenungi semuanya, dia tidak sanggup pulang ke rumah orang tuanya, ardan tidak sanggup menjawab pertanyaan orang tuanya tentang rumah tangganya yang masih seumur jagung sudah ada masalah, padahal mereka menikah karena keinginan berdua bukan karena dijodohkan so pasti dak ada yang bisa di kambing hitamkan, semua murni karena dirinya dan pasangan.
Bayangan wajah cantik sang istri dak bisa dialihkan dari pikiran, 'aku harus menyusul ke rumahnya, aku harus tahu keadaanya, dak ada salahnya kan untuk mengalah demi mendapatkan kembali hati istrinya,' batin ardan, ada keinginan semakin kuat untuk menyusul istrinya, kejujuran kenyataan dia rindu wanitanya, ataukah keegoisan yang akan dipertahankan dan semakin menjauhkan dirinya dan lusi.
Aku tidak bisa tinggal diam disini hanya melamunkannya dan berfikir tentangnya tanpa melakukan apapun, sementara pikiranku bertambah kacau.
Diambilnya kontak mobil diatas meja rias, masih belum banyak barang barang di dalam rumahnya, karna memang rencananya ardan akan mengajak lusi bersama ke toko mebel untuk mengisi dan menata interior rumah barunya. Ardan berhenti di depan cermin dan menarik nafas panjang membayangkan istrinya di sana.
Flash back on
'Aku ingin dak terlalu banyak barang di rumah biar nanti kalo ada anak kita bermain mereka dak terhalang barang barang biar berlarian kejar kejaran bebas, ' ardan ingat kalimatnya waktu itu lusi memandangnya dengan tatapan penuh makna, "mereka berarti lebih dari satu dong kak," ucap lusi menanyakan berapa rencana mereka punya anak, "Aku ingin dua atau tiga membayangkan mereka akan lucu saling berebut mainan, berebut makanan, aku ingin semua laki laki, akan lebih seru punya tiga jagoan," ardan memeluk pinggang istrinya yang sedang berada di depan cermin lagi memoles make up, lusi geli karna tangan ardan meraba perutnya dengan mesra, dia tahu suaminya berharap ada yang sudah tertanam di dalam sana. Ardan meletakkan kepalanya di ceruk leher lusi yang menjadi kesukaannya karna dapat mencium aroma sampo istrinya yang habis mandi, lusi hanya senyum senyum saja, "Kok hanya senyum senyum, dek, setuju dak dengan keinginanku, jawab dong," ardan membalikkan tubuh lusi untuk menghadapnya meski dia bisa melihat ekspresi di cermin namun dia ingin memegang wajah cantiknya, "gimana mau jawab, tangan kak ardan bergerilya kemana mana geli, " jawab lusi sambil terkekeh menatap suaminya, "aku seneng aja diberi amanah anak berapa ? mau cowok atau cewek, lebih seneng sih kalo yang terakhir cewek, biar kakak kakaknya bisa jaga adik ceweknya," ucap lusi yang diamini ardan, "kalo cewek pasti imut dan cantik kayak bundanya," ardan membayangkan impian mereka.
"Sore nanti kita cari sofa yuk, sama tempat tidur buat kamar tamu," ajak lusi melihat rumah mereka yang masih minim perlengkapan rumah tangganya, hanya tempat tidur, almari baju dan meja rias yang ada di kamar utama mereka, sedang di ruang tamu ada TV 32 inc dan meja kursi kayu semua yang nyiapin ibu mertuanya, "ok, nanti kakak antar, sekalian nyari kulkas, mesin cuci juga dan apa aja deh menurutmu, toh nanti kan kita tinggal disini," jawab ardan sambil mengusap kepala lusi.
"Baiklah kak, aku mau perlengkapan rumah yang ukuran minimalis semua deh, rumah ini kan dak terlalu besar, aku suka biar dak capek bersihin juga sih," lusi bergelayut manja di lengan suaminya.
Flash back off
-------------
Ardan membawa mobil kijangnya, keluar halaman rumah, dia kembali turun dari mobil masuk ke dalam kafe yang sudah sepi hanya nampak beberapa pengunjung, sekelompok anak usia mahasiswa memetik gitar dan ada yang bernyanyi, ada kelompok lain yang seru memainkan game, mereka tanpa beban masalah yang ada gimana hatinya seneng, dia pernah melewati masa itu, masa saat dia asyik kemana mana bareng sahabat sahabatnya, masa dimana dia kenal dengan lusi tetanggan kost nya. ahhh dia kembali lagi teringat kesalahannya mencintai pacar sahabatnya secara diam diam hingga saat ini rasa itu belumlah pudat.
Ardan membawa mobilnya menuju arah jalan pantura rumah keluarga istrinya.Aku akan membawamu pulang dek, ini rumah kita, aku merindukanmu.
-------------
Lusi bersiap siap untuk berangkat mengajar, rutinitas hariannya, hari ini Ju'mat waktunya senam pagi dia harus berangkat lebih pagi dari hari biasa. Dilihatnya jam dinding di kamar tepat pukul 6 pagi. Lusi sudah menggunakan stelan baju senam yang longgar, dia menghadap cermin yang panjang ukurannya diatas tinggi badannya, dipoleskan wajah dengan sedikit bedak dan lisptik dibibir tipisnya selesai.
"cantik dan segar, " suara bariton yang dirindukannya terdengar sangat dekat di telibganya, lusi mendongak dilihatnya wajah dicermin dan alangkah terkejutnya ada sosok laki laki yang berdiri di belakangnya.
"Kau tidak merindukanku, dek," laki laki itu memeluk tubuh lusi dengan erat, lusi hanya mematung.