Chereads / The 2 Faced Criminal Lord / Chapter 2 - O N E ; [ 1 ]

Chapter 2 - O N E ; [ 1 ]

Hari ini para paparazi berkumpul di depan Perusahaan G.R Group yang ada di

Indonesia, meliput peristiwa yang sangat mengesankan, G.R Group berhasil merintis

kesuksesan yang sangat memukau, selama bertahun-tahun mereka tidak pernah goyah

atau tersaingkan.

Tapi Aku tidak terlalu tertarik dengan penghargaan yang telah Ia capai, Aku menatap para wartawan sibuk mengambil gambar dan infomasi, terkadang Aku kasihan dengan Pak Rustam yang harus menangani rimbunan dan pertanyaan yang tidak ada habisnya dari mereka.

"Luna, sedang apa kau disini? Bukannya cepat absen malah diam saja ayo

buruan."

Aku menatap teman satu departemen kantorku, Vitta. Lalu mengangguk dan segera

menuju lift yang tengah terbuka lebar, Aku dan Vitta memasuki lift sembari menekan

tombol lantai 18.

Kantor ini sangat besar memiliki 30 lantai dengan 326 ruang kantor

yang terpenuhi fasilitasnya. Kantor ini salah satu cabang Perusahaan G.R Group yang

banyak diminati.

Vitta menghela nafas lelah, "selama 4 tahun Aku bekerja disini, tidak sekali pun kulihat CEO Warlies datang untuk melihat. Jangankan melihat, ngintip dikit aja enggak!"

"Kau terlalu berharap, ini hanya cabang Perusahaan. Sedangkan, CEO memiliki seribu saham yang tersebar di manca Negara, dia hanya akan duduk di kursi Perusahaan G.R Group yang resmi, di Pariss."

"Ha ..., Aku harap dia adalah takdir hidupku …"

"Hahahaha!! Lelucon mu sangat lucu Vitta, beliau bagaikan seorang Raja kau yang hanya rakyat biasa mana mungkin bisa menjadi permaisurinya. Dengar, hidup ini tidak semanis di kehidupan drakor, sayang ..."

"Kau korban iklan ya?!" Luna tidak menanggapinya, dia asik tertawa dengan harapan sahabatnya ini.

"Memangnya kau tidak pernah berharap untuk bisa menjadi Istrinya?"

"Tidak! Mungkin aku suka membaca Novel, tapi sungguh, 100% aku tidak ingin memiliki kisah hidup seperti di cerita Novel kebanyakan, hahaha ..."

"Lalu, apa kau tidak punya harapan lain, selain kesembuhan Ibumu?"

"Yang Aku inginkan, hanya hidup dengan tenang dan bebas tanpa ada beban yang selalu ku papah."

"Aku mengerti, makanya cari cowo yang kaya biar semua beban mu hilang, bila

perlu kau sumpal mulut bibi mu itu dengan segepok uang, pasti seru hahaha…."

"Kau benar-benar kejam Vitta."

Ting!

Kami berjalan keluar lift sembari bercanda gurau, bagiku Vitta teman terbaik, dia yang selalu memberiku semangat saat Aku sedang pesimis.

Pokoknya dia teman yang sangat hebat lah. Disaat kami sedang menuju meja kami, Aku mendengar suara manager berteriak sangat kencang memanggil namaku sampai-sampai seluruh karyawan menoleh manager.

"Luna! Ini yang kesekian kalinya. Saya sudah menyuruhmu untuk tidak membawa masalah rumah ke kantor! Barusan ada kiriman paket surat tagihan rumah. Bagaimana jika pihak atasan tahu, Aku pasti diomeli!"

"Ma-maaf Bu Sofian, Saya tidak bermaksud seperti itu. Saya juga tidak tahu kenapa berkas itu dikirim kesini, lagian itu bukan tagihan rumahku Bu ..."

"Alasan saja! Sepertinya kau senang Aku diomeli ya, jika sampai terulang lagi kau

akan Aku keluarkan dari sini, mengerti?!"

Bu Sofian berteriakarah, sambil melempar berkas itu tepat di wajahku, membuat para karyawan berbisik ria disekitar ku, Aku menunduk menatap berkas tadi jatuh kelantai.

Vitta mengambil berkas itu dan membawaku menjauh dari pandangan karyawan lain. Lalu kami duduk diress area. Yang berada dibelakang ruang departemen kami.

"Ini sudah keterlaluan! Kau harus segera melaporkan ini ke pihak berwajib Luna.

Keluarga Pamanmu sungguh sangat kejam, setelah mereka mengambil hak mu sekarang

dia ingin kau yang membayar semua tagihan kebutuhan rumah tangganya?!"

"Aku juga berusaha melakukannya, tapi sampai saat ini Polisi belum juga

bergerak bahkan Aku tidak tahu mereka dimana."

"Luna ..."

"Kau tahu Vitta? Aku hampir saja kehilangan akal dengan kelakuan mereka. Kemarin saja, semua tabunganku selama satu tahun mereka ambil diam-diam di apartement ku!"

"Begini saja, untuk sementara kau tinggal di rumahku?"

"Aku tidak mau merepotkan mu, Vitta."

"Sekali ini saja, biarkan Aku membantumu, oke?"

"Baiklah ..."

"Kau sudah cukup tenang? Jika sudah kita harus kembali, biarkan saja mereka yang

membicarakan mu, anggap saja angin berlalu."

"Terimakasih ..."

--$.0.$--

Jam menunjukan pukul 14.00 WIB, walau sering dimarahi dengan masalah rumah, tapi Aku sangat pandai dalam bekerja.

Jika mereka harus lembur, diriku malah

tidak pernah lembur sampai larut malam. Bila tidak ada kerjaan lagi, Aku pasti akan membantu pekerjaan Vitta yang setiap hari selalu menumpuk.

Tapi kali ini beruntung tugasnya tidak banyak hingga mudah menyusul ku dan bisa pulang bersama.

Aku menunggu di depan kantor sembari berteduh dibawah pohon dekat taman Kantor, sebenarnya Aku benci terik matahari karena itu akan sedikit membakar kulitku, walau tidak parah tapi tetap saja itu bisa membuat semua badanku penuh dengan luka memar merah.

Biasanya sebelum kerja, Aku selalu memakai kreem matahari agar sedikit membuat perlindungan, tapi hari ini Aku tidak menggunakannya karena stok bulan ini

sudah hampir habis.

Aku melihat Vitta tengah asik berbincang dengan karyawan lain. Oh, ya Tuhan, tidak tahu kah Aku sedang menderita menahan panasnya matahari? Dengan kesal Aku membuka payung hitam dan berjalan kearah Vitta.

"Vitta! Aku menunggumu, ayo cepat kita harus pergi ke mini market. Ada yang harus ku beli!"

"Maaf, Aku lupa. Kalau begitu sampai besok,"

Vitta berjalan kearah ku, melihat itu Aku juga berjalan menuju gerbang hitam besar.

Berkali-kali Vitta memanggilku tapi Aku tidak perduli, sudah tahu Aku tidak bisa

berlama-lama dibawah sinar matahari, dia malah membuatku harus menunggunya.

Indonesia memiliki suhu panas yang berbeda hingga bisa membuatmu berkeringat

tanpa harus berolah raga.

Vitta merangkul ku bermanja-manja manis agar Aku bisa memaafkannya.

Tapi maaf, jika sudah sangat kesal, Aku bisa lama merujuknya. Untungnya saja mini market tidak terlalu jauh dengan kantor, Aku membuka pintu dan langsung buru-buru masuk membiarkan sejuknya AC mengobati kulitku.

Aku bernafas dengan sangat lega, sedangkan Vitta hanya menggelengkan kepalanya dan pergi mencari keperluannya sendiri.

Aku memilih barang belanjaan ku dan memasukannya ke'keranjang, gaji yang

diberikan G.R Group sangat tercukupi bahkan lebih. 7 juta perbulannya untuk karyawan muda, dan yang sudah lama?

Kalian bisa menghitung sendiri 2 kali lipat dari gajiku atau malah bisa lebih, tergantung caramu mendapatkan promosi, yah terkadang dunia kerja sedikit kejam, memurut ku.

Semua kebutuhanku hanya sebesar delapan ratus ribu sampai 1 juta, lalu sisanya selalu Aku tabung untuk bisa pergi ke Pariss dan hidup sebagai seorang Architec.

Namun sayang semua impianku tandas, satu bulan yang lalu Paman mengetahui tempat tinggal ku dan mengambil semua harta yang kupunya, kesalnya lagi semua masalah utangnya Aku yang harus bayar !!!!

Argh! Setelah Ia memanfaatkan kebaikan Ayah dan mengambil semua aset

saham, dirinya membuang kami saat Ayah telah tiada.

Apa lagi Ibu masih terbaring lemah di rumah sakit, Aku sudah memperhitungkan harga setengah dari tabunganku adalah pembayaran rumah sakit Ibu.

Tapi sekarang Aku akan sangat susah untuk

membayar administrasinya. DASAR LAKN*T !!!

"Luna, kau mau memecahkan telur-telur tak bersalah itu?"

Tanpa sadar Aku mencengkram kuat telur yang tadi mau kuambil, owh jika sudah

mengingat Pamanku pasti diriku akan hilang kendali. Dengan cepat Aku meletakan telur kedalam keranjang, sebelum hancur mengenaskan.

"Apa yag sedang kau pikirkan?"

"Pamanku!"

"Hem, kau benar-benar sangat stress ya? Bagaimana jika kita pergi ke mall, kali

ini Aku yang bayar belanjanya^^"

"Wah, Aku harap kau punya simpanan tabungan. Kau tahukan, kebiasaan hidup

royalku dulu masih belum hilang?"

"Apa kau mau merampok uangku sekarang? Lagian Aku masih belum percaya kau dulu Putri dari pengusaha besar di Indonesia."

"Yah, kehidupanku dulu sangat luar biasa gelamor. Jika saja pria brengs*k itu tidak hadir dan menghancurkan keluarga kerajaan kami, mugkin saat ini Aku sudah menjadi Architec terkenal." Ucapku sembari berjalan menuju kasir, Vitta yang mendengar itu tertawa kecil.

Aku yakin dia ingin mengejekku tapi biarlah Aku juga bukan tipikal gila harta, mungkin saja ini pelajaran untuk keluarga kami karena sering boros dalam mengelola uang.

"Biar Aku saja yang bayar, kau harus menabung untuk membayar administrasi

rumah sakit, kan?"

"Tidak perlu ini belum seberapa."

"Karena belum seberapa, makanya Aku sanggup membayarnya, digabung saja dengan punyaku mas."

Aku tersenyum saat Vitta memberikan kartu debitnya kepada kasir, setelah semua

barang kami dikemas kami segera keluar toko, dan sekali lagi terik matahari

menyapaku.

Aku menyipitkan mata coklatku saat menatap langit. Sepertinya musim kemarau telah datang, padahal Aku berharap selalu mendung setiap hari, setidaknya sedikit menghalau cahaya matahari.

Hingga keributan diujung jalan trotoar menarik perhatianku, semua warga

heboh dan mulai menjerit seperti kesetanan. Aku menaikan sebelah alis bingung dengan

kehebohan yang ada disana, hingga bisa kusimpulkan mengenai kejadian itu, saat

seorang pria dengan jaket hody hitamnya menutup hingga ke kepalanya.

Berlari dengan cepat kearah kami sembari membawa koper, apa lagi jika bukan aksi pencurian.

Berhubung saat ini Aku sedang bad mood, sepertinya dia bisa jadi pelampiasan ke'kesalanku hari ini. Lagian dia itu pencuri dan Aku benci pencuri, dia hanya akan

semakin mengingatkanku dengan kelakuan Paman.

"Vitta, pegang ini sebentar...."

"Apa! Tunggu, jangan bilang kau mau melakukannya disini? Luna, Luna!!"

Tak perlu dengarkan Vitta, Aku berjalan dengan gagah dan anggun lalu berhenti

untuk menghadangnya.

Bisa didengar dengan jelas pria itu berteriak kepadaku untuk menyingkir, tapi maaf saat ini kau sedang berhadapan dengan Fabrie Luna.

Seorang perempuan pemberani dan kuat yang selalu memenangkan juara lomba karate,

tingkat Nasional maupun International.

Saat jarak hampir menipis, Aku memasang kuda-kuda pertahanan ku, lalu dengan

cepat memegang tangan kanannya, memutarkan badanku dengan sempurna sembari mengangkat dan membanting tubuh pria itu ke jalan trotoar.

Brukh!

Yaps! Aksiku cukup sangat menarik perhatian warga yang ada disini. Sebagai penutup akhir, Aku mengibas rambut panjang hitamku, dan merapikan kemeja kerjaku dengan menggerakkan jemari lentik ku dengan sangat menawan.

Perfect!

Bagai artis yang memainkan film action berbintang Hollywood, para warga terkesima dan mulai bertepuk tangan ria dengan kehebatan ku.

Untungnya saja tidak ada yang merekam aksiku tadi.

"Terimakasih Nona, jika tidak ada anda mungkin saya sudah dimarahi oleh

atasan." ucap seorang Pria yang menjadi korban.

"Lain kali berhati-hati lah," ujarku dengan lembut.

"Sudah selesai aksi heroiknya? Jika sudah, ayo kita pergi dari tontonan publik, LUNA!!"

Dengan cepat Vitta menarik tanganku dan berjalan menjauh dari sana, saat sampai di

halte bus Vitta menceramahi ku layaknya seorang Ibu.

Dia memang tidak suka dengan aksi sembrono seperti tadi, sebenarnya Ia hanya khawatir. Tapi aku sudah biasa kok di amuknya setiap hal ini terjadi.

"Maaf ..."

"Setiap ini terjadi kau selalu minta maaf, tapi terulang lagi. Pokoknya, kau harus cuci bajuku di rumah sebagai hukuman biar kau jera!"

"APA ?!"

-----------------------

~ CERITA PINDAH LAPAK MANGAT**N ~

--.•• $.0.$ ••.--