Tabhita Pov
Para perawat berlari karena ada kecelakaan beruntun yang terjadi, kamipun para dokter dikerahkan ke UGD untuk membantu melakukan penyelamatan pertama.
Ada tiga orang korban kritis dan dua orang korban dengan luka ringan.
Aku membantu korban kritis dengan seorang dokter lain rekanku, dia dokter Adrian. Aku dan dokter adrian menangani korban kritis yang harus segera dioperasi. Kamipun segera menyiapkan ruang operasi .
Pov end
*****************
Aisyah Pov
Aku perlahan tersadar dari pingsan, tetapi kurasakan sekujur tubuhku terasa sangat sakit. Rasanya aku tidak bisa bertahan lagi..., aku tidak bisa menanggung rasa sakit ini.
Diantara rasa sakitku, kulihat banyak dokter dan perawat berlalu lalang dan aku melihat sesosok yang kukenal.
"Tabhita..." aku memanggilnya tetapi dia tidak mendengarku karena suasana sangat ribut disini. Ada suara tangis keluarga korban lain yang sudah dihubungi.
Aku hampir putus asa saat Tabhita menghampiriku dan ingin mendorong brangkarku, kuraih tangannya dengan sisa- sisa tenagaku, dia agak terkejut, wajahku berlumuran darah sehingga sepertinya dia tidak mengenaliku.
"Bhita..." kataku lirih, dia terkejut ketika mengenali suaraku.
"Aisyah..., Aisyah ... kau Aisyah...?" tanyanya panik dan aku menganggukkan kepalaku.
"Ini aku Bhita..., tolong Bhita, aku ingin bicara denganmu sebentar." Bhita mengangguk.
"Bhita, aku merasa aku berada di akhir perjalananku disini. Aku seperti tidak sanggup menahan rasa sakit ini..." Bhita menggenggam tanganku dan menyemangatiku.
"Tidak Aisyah..., kau harus bertahan...! kau harus kuat demi Faris dan Aldo." katanya sambil menangis.
"Bhita..., saat aku mungkin harus pergi, aku mohon berikan jantungku ini untuk mengganti jantung Aldo. Aku harap kau berjanji padaku Bhita.! kumohon..." Akupun merasa kembali sesak nafas dan tak sadarkan diri.
Aisyah Pov End
***
Aldo pov
Aku membuka mataku, kulihat disekelilingku semuanya berwarna putih, aroma disinfektan menyeruak di indera penciumanku. Saat pandanganku mulai jelas, kulihat kedua orang tuaku juga Tabhita berada di ruangan ini, mereka semua tersenyum dalam kesedihan.
"Aldo, kau sudah sadar nak..." tanya ibuku sambil menangis. Dia memelukku dan ayah juga melakukan hal yang sama.
"Syukurlah, akhirnya kau sadar juga Do." kata Tabhita tersenyum kearahku, aku melihat kesekelilingku, tetapi aku tidak melihat apa yang kucari.
"Ayah, Ibu..., dimana Aisyah? kenapa dia tidak menungguiku disini..." tanyaku, tetapi ayahku menundukkan kepalanya dan kulihat Tabhita dan ibuku menangis tersedu- sedu.
"Apa yang terjadi? kenapa Aisyah tidak berada disini..?" tanyaku lagi.
"Aldo..., maafkan Aisyah ya nak! dan kau harus ridho terhadapnya, dia istri dan ibu yang baik untukmu dan untuk Faris..." ayah menepuk pundakku seperti sedang menguatkan hatiku.
"Memang Aisyah kemana bu? " tanya ku lagi. Ibu berlari dan memeluk ayahku, dia menangis didada ayahku sedangkan Tabhita mulai berjalan mendekatiku.
"Aldo..., akan kuceritakan sesuatu tetapi kau harus kuat ya Do..." kata- kata Tabhita membuatku semakin bingung.
"Ayolah Bhita! jangan membuatku bingung." aku seperti ingin marah.
"Aldo..., Aisyah sudah pergi, dia tidak akan pernah kembali lagi bersama kita. Seminggu yang lalu, Aisyah mengalami kecelakaan, nyawanya tidak tertolong. Aisyah sudah meninggal Do...! kamu harus ikhlas." kata- kata Bhita membuatku syok.
"Tidak mungkin..., ini tidak mungkin, Aisyah sudah berjanji tidak akan pernah meninggalkanku lagi Bhita. Dia sudah berjanji tidak akan pernah meninggalkanku kecuali aku memintanya, kenapa dia bohong Bhita..." aku menangis sejadi- jadinya.
"Aldo tenang lah! ikhlaskan dia Do..." ibu memelukku dan menepuk punggungku agar aku bisa tenang.
"Tapi dia berbohong padaku Bu, setidaknya dia berpamitan padaku. Kenapa Aisyah? kenapa kau mengingkari janjimu..." aku berteriak dan menangis, aku tidak perduli apapun lagi.
"Aisyah, kamu pembohong aku membencimu..., aku membencimu Aisyaaaah... Aisyahhh...." aku benar- benar terpukul, orang yang sangat kucintai meninggalkanku selamanya.
"Nak, kau tak boleh memnencinya, dia juga sangat mencintaimu nak..." ibuku menenangkanku.
"Tidak Bu, dia sama sekali tidak mencintaiku. Dia tega meninggalkanku Bu...hiks. Aisyaaah..." aku tidak bisa menerima semuanya. Aku mencoba mencopot infus ditanganku dan alat oksigen yang berada dihidungku...
"Aldo, jangan lakukan itu Do. Kamu belum pulih..." Tabhita dan ayah menahan tanganku.
"Aku tidak mau hidup lagi Bhita. Aku tidak mau.! Untuk apa? cintaku sudah pergi, dia tidak menepati janjinya. Aisyah bohong..., Aisyah... kamu pembohong.." Bhita menamparku sangat keras. Matanya memelototiku dengan sangat marah.
"Jaga mulutmu Aldo. Kau memang sepupuku, tapi aku tidak rela kau mengolok-olok dan menuduh sahabatku. Aisyah sangat mencintaimu Do, bahkan dia mengorbankan dirinya hanya untuk menyelamatkanmu.." Bhita menangis karena saking marahnya padaku.
"Apa maksudmu Bhita? katakan...!" aku pun mendesaknya dan tetap mengatakan keburukan diri Aisyah.
"Kau ingin bukti Do? kau ingin bukti seperti apalagi kalau pengorbanannya tak kau hargai hah? Aisyah sudah menyerahkan ginjal dan jantungnya padamu apa masih kurang Do? katakan! kau minta apalagi darinya Do? bahkan nyawanya sendiri tak dia perdulikan semuanya sudah diberikan kepadamu. Kau mau minta apa lagi?" Bhita benar- benar marah dan langsung pergi meninggalkanku.
"Ibu, apa benar seperti itu Bu? apa Bhita berkata yang sebenarnya?" tanyaku pada orangtuaku yang juga terisak. Bahkan ayahku tidak bisa menahan tangisnya.
"Semua itu yang sebenarnya nak, Bhita mengatakan yang sebenarnya. Saat kecelakaan itu terjadi keadaan Aisyah sudah sangat kritis dan kebetulan Bhita yang menanganinya. Dia berpesan agar jantungnya diberikan kepadamu agar kamu sembuh.." ibu kembali menangis.
"Ibu, Ayah..., tolong, tinggalkan aku ingin sendiri dulu bu..." kedua orang tuaku pun meninggalkan ruanganku.
"Aisyah sayang..., maafkan aku yang selalu menyakitimu. Aku akan sembuh sayang, akan kujaga bagian dari dirimu yang kau tinggalkan untukku. Aisyahhh, aku mencintaimu sayang. Tetapi cintaku tak seberapa bila dibandingkan dengan cintamu padaku. Aisyah..., apakah kau seorang manusia? atau engkaukah bidadari itu...? yang dikirim Tuhan untuk menyadarkanku...? Aisyah...ampuni aku Aisyaaah...