Wendy menoleh dan melihat seorang lelaki berdiri di sampingnya. Lelaki itu mengenakan jaket hitam, topi hitam, dan topeng hitam yang menutupi sebagian wajahnya. Meski begitu, Wendy tidak ragu untuk memanggil lelaki itu.
"Chen!" Dia berseru pelan, menghindari keributan atas menculnya penyanyi solo yang sedang naik daun. Ya, Chen adalah salah satu penyanyi solo di negeri ini yang memiliki wajah tampan dengan senyum bak malaikat, suara emas, serta penggemar dari bermacam kalangan dan usia.
Bibir Chen melengkung membentuk senyum lembut di balik topeng yang dia kenakan ;menarik tangan Wendy untuk berdiri dan melingkarkan lengannya ke pinggang rampinya, "aku merindukanmu!" Dia berseru, berbisik di depan telinga Wendy.
Wajah Wendy semerah tomat saat ini, "kamu! Lepaskan! Atau seseorang akan melihatnya!" Dia menegur, berusaha melipas cengkraman Chen di pinggangnya.
Chen dengan enggan mengangguk ;melepaskan Wendy sebelum menyapa Aerina di meja kasir, "hai, Rin!" Dia menyapa.
Aerina mengangguk dengan senyum ramah, mengenai hubungan sahabatnya dengan Chen, dia tidak keberatan karena selama di mengenal lelaki itu memiliki karakter yang cukup baik.
"Yeah, halo, Chen!" Balasnya, "sebaiknya kalian segera keatas atau penggemarmu mungkin mengenalimu dan menggaruk sahabatku menjadi bubur kertas!" Aerina menggoda yang ditanggapi Chen dengan kekehan.
"En," Chen menyetujui, "kalau begitu kita gak akan ragu lagi. Rin, nikmati dirimu!" Lalu menarik Wendy ke private room di lantai atas.
Anyways, meskipun tempat ini terdaftar sebagai toko roti ini lebih menyerupai cafe kecil yang menyediakan berbagai macam kue dan minuman. Bangunan itu sendiri terdiri dari dua lantai : lantai pertama untuk umum, sedangkan lantai kedua terdiri dari kamar-kamar yang menjaga privasi pengunjungnya.
Selain menyediakan berbagai macam kue, baik kering, oven, kukus, goreng, maupun bakar. Toko ini juga menjual berbagai minuman sebagai pendamping ditambah dengan alunan musik dari band yang dia sewa maupun secara sukarela tampil yang membuat suasana di toko ini semakin hidup dan menyenangkan.
Bagian depan toko roti ini ditanami berbagai macam tanaman hias dan pepohonan yang membuatnya terlihat asri selaras dengan dinding toko yang di cat dengan pola kayu. Secara keseluruhan, toko roti ini menawarkan suasana pedesaan yang kental di tengah ramainya Ibu kota.
"Permisi--" Aerina di kejutkan dengan suara imut.
Menggeleng, dia mengerjap saat dia melihat lelaki kecil yang berdiri di depan meja kasir. Lelaki kecil ini---- dia terlihat sangat familiar!
"Kakak cantik! Apa aku boleh bertanya?" Lelaki kecil itu sekali lagi memanggilnya.
Aerina tersentak, mengangguk pelan saat dia mencermati pelampilan lelaki kecil dalam balutan kaos hitam dan celana hitam. Rambut lelaki kecil itu dipotong rapi yang ditata keatas memperlihatkan jidatnya yang putih.
"Ya, apa yang ingin kamu tanyakan?"
Lelaki kecil itu menatap Aerina dengan mata bulat sebelum menunduk dengan pipi kemerahan, "aku--- aku ingin bertanya dimana toilet berada!" Lelaki kecil itu bertanya.
Aerina terkekeh, lalu menunjukkan jalan ke kamar mandi.
"Apa kamu ingat?" Lelaki kecil itu mengangguk.
"Apa aky benar-benar tidak perlu mengantarmu?" Lagi-lagi si kecil mengangguk.
Aerina mengernyit. Lelaki kecil ini sangat imut, bagaimana mungkin orang tuanya membiarkannya keluyuran sendirian?
"Bagaimana jika kamu bertemu orang jahat? Penculik?" Aerina menyuarakan keraguannya.
Lelaki kecil itu menggeleng, sedikit mendengus. "Aku bukan anak kecil. Jangan khawatir!" Tegas lelaki kecil itu dengan ekspresi serius.
"Oke, kalau begitu berhati-hati!" Pesan Aerina mengacak rambut lelaki kecil itu.
Lelaki kecil itu mengangguk, "en." Lalu berbalik hendak berjalan ketika dia berhenti satu langkah dari posisi sebelumnya, "siapa nama kakak cantik? Apa aku boleh mengetahuinya?"
Aerina lagi-lagi tersenyum cerah melihat keimutan lelaki kecil dihadapannya yang tidak disengaja, "Aerina. Kamu bisa memanggil kakak Rin-Rin. Siapa namamu?"
Lelaki kecil itu mengangguk, lalu menggeleng. "Kakak Rin-Rin, terimakasih dan senang bertemu denganmu!" Lalu berbalik dan meletakkan kepalan kecil di dadanya, "aku Zizi. Kakak cantik, tunggu Zizi memastikan sesuatu, baru setelah itu Zizi memberitahu nama Zizi!" Zizi bergumam dalam hatinya, matanya terpejam saat dia berusaha menstabilkan detak jantungnya., "sangat akrab!" Batinnya.