Sein membeku sejenak sebelum melanjutkan perjalanan dengan pikiran berkecamuk.
Enam tahun....
Itu sudah enam tahun sejak berlalu, sejak ia terakhir kali bertemu dengannya setelah wanita itu melahirkan putranya.
Saat itu, wanita itu melahirkan anak kembarnya secara prematur, dan karena itulah satu anaknya lahir lemah dan dinyatakan meninggal tidak lama kemudian setelah dilahirkan.
Sean memejamkan mata, selama enam tahun ini dia tidak pernah melupakan perasaan lembut wanita itu. Bahkan, dia pernah berniat menjadikan wanita itu sebagai salah satu wanitanya setelah mengetahui bahwa ia mengandung anak kembar untuknya.
Aerina.
Sein menggulangi nama itu di dalam hati dengan seringai tipis di bibirnya.
Dia tidak akan pernah melepaskan wanita itu lagi. Tidak akan.
Sementara itu, Aerina memegangi dadanya yang berdegub kencang sekembalinya dia di Dapur. Mata Aerina terpejam merasakan perasaan aneh yang memenuhi hatinya. Itu sedikit gugup, takut, dan kesenangan yang membuatnya kebingungan.
Siapa lelaki itu?
Siapa?
Kenapa dia merasa tidak asing?
Kenapa dia merasa aneh dan menggigil saat matanya bertemu dengan pupil hitam legam lelaki itu?
Aerina menggeleng, berusaha menetralkan jantungnya yang berdetak secara berlebih. Tapi —
siapa dia?
"Rin!"
Aerina tersentak merasa tepukan di bahunya diiringi suara panggilan. Aerina berbalik, menatap wanita yang berdiri di belakangnya dan bertanya : "Apa?"
Wanita itu tersenyum tipis. "HP lo bunyi," jawabnya mengulurkan tangannya yang memegang handphone bermerek Sams*ng itu
Membalas senyuman wanita di depannya, Aerina meraih ponsel dari wanita itu.
"Thanks, Rose," lalu menjauh untuk menjawab panggilan.
"Hello, baby!" Aerina menyapa dengan suara ceria saat panggilan terhubung.
"...."
"En,"
"..."
"Oke, goodnight baby!" lalu menutup panggilan dan memasukkan kembali handphone nya ke dalam saku, tanpa menyadari seseorang 'menguping' pembicaraan mereka.
----
"Terus selidiki!" Buku-buku jari Sein mengepal erat saat rahangnya mengeras, setelah mendengar laporan bawahannya.
Saat ini, mereka berada di kamar presiden suite di mana perjamauan diadakan.
"Beraninya wanita itu!" geram Sein melalui giginya yang terkatup rapat. Lalu, ia melempar gelas wine di genggamannya yang membuat lelaki yang melaporkan berita semakin menunduk ketakutan.
Malam ini, dia diperintahkan untuk mengawasi seorang wanita yang tidak asing dalam ingatannya.
Itu Miss Aerina.
Wanita yang menandatangani kotrak 'ibu pengganti' dengan Tuannya enam tahun lalu.
Sein memejamkan mata, menarik napas panjang berusaha menenangkan emosi aneh yang bergejolak di dadanya, saat ia mendengar laporan bahwa wanita itu melakukan panggilan telepon dengan seseorang yang dia panggil 'Baby', dan tentu saja ia menolak percaya seseorang bernama 'Baby'.
Lalu, siapa orang yang dihubungi wanita itu?
Sein mendengus kesal.
Menggulung siku kemejanya sambil berjalan keluar kamar menuju kamar di sebelahnya.
Kamar putranya, Zian.
Saat ini, Zian tengah duduk di kursi kecil di depan meja kecil dimana laptop terletak disana. Jari-jari kecilnya dengan lincah bergerak diatas keyboard laptop menggetik sejumlah kode akses.
Saat itulah Sein masuk.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya nya berjalan masuk dan mendekati putranya.
Zian menggeleng. "Hanya mamainkan sejumlah game membosankan," katanya.
Sein mengangguk mengerti.
"Bosan?"
Lelaki kecil itu mengangguk. "Sangat."
Sein mengacak lembut puncak kepala Zian. "Tunggu sebentar, lalu kita bisa pulang," ia membujuk.
Dia sedang menunggu informasi lebih lanjut mengenai keberadaan wanita itu saat ini.
Menunggu.
Sein memoles senyum sinis di bibirnya.
Lagipula, kapan dia pernah menunggu sebelumnya?
"Ada apa dengan mu?" Zian bertanya, sambil menatap Sein dengan mata bulatnya yang bersinar polos.
Sein tersentak dari lamunan, lalu menatap lelaki kecil itu dengan alis terangkat. "Kenapa?"
"Kamu terlihat mengerikan seperti itu," jawabnya. "Seperti serigala besar mengincar mangsanya," sambung Zian.
Bibir Sein melengkung menjadi senyum licik mendengar komentar putranya. "Benarkah?"
Lelaki kecil itu mengangguk bersungguh-sungguh. "Hm"
Mendengar itu, seringai di wajah Sein melebar. "Biklah. Kalau begitu serigala besar ini akan memakanmu lebih dulu!" lalu membawa lelaki kecil ke gendongannya, sebelum melemparnya keatas ranjang dan menggelitiknya sambil berpura-pura memakan lelaki kecil itu.